BATAM, TRIBUNBATAM.id - Kamu tahu gak kalau Kepri punya batik dengan motif lokal yang khas?
Yup, lewat tangan dingin Indra Sugiyono, ia sukses meraup cuan dari batik bermotitf lokal Kepri.
Motif ikan Marlin menurutnya paling laris manis diburu pembeli.
Indra Sugiyono merupakan owner dari Indra Batik Batam.
Nah, lewat Tribun Batam Podcast edisi ngobrol ekonomi dan bisnis hari ini, Selasa (2/5/2023), kita akan mengulas kisahnya hingga sukses seperti sekarang.
Berikut petikan wawancara eksklusifnya:
Keterangan:
TB = Tribun Batam, IS = Indra Sugiyono
TB: Bisa diceritakan awal mula Anda mengenal batik?
IS: Kenal batik dari kecil, SD sudah belajar, mencoba pertama kalinya waktu SMP.
TB: Mas kan dari Pekalongan, ceritanya mengadu nasib ke Batam itu gimana?
Lalu bagaimana proses mengawali batik di Batam?
Tantangannya bagaimana, terus dimulai sejak kapan?
IS: Kalau membatik di Batam ini tantangannya bahwa customernya itu belum tahu tentang apa itu batik, beda dengan di Jawa sana.
Sekarang orang awam tidak akan bisa membedakan antara batik, printing dengan sablon.
Pokoknya yang bergambar batik mereka bilang itu batik, padahal yang sebenarnya batik adalah cara pengerjaannya menggunakan lilin atau malam batik yang panas.
Jadi gambar batik itu kalau di kain timbal balik.
TB: Kalau untuk estimasi untuk harga berapa?
IS: Kalau untuk harga satu warna batik di Batam itu harganya per 2 meter itu Rp 150 ribu yang cap.
TB: Sejak kapan mulai pertama kali membatik di Batam?
IS: Sejak tahun 2010. Saat itu belum ada yang tau Batam itu punya motif batik, yang tahu cuma orang-orang Disperindag.
TB: Nah, bagaimana dengan alasan mas Indra untuk mengembangkan batik, kenapa harus di Batam sih, kenapa enggak di tempat lain?
IS: Alasannya itu saat merantau dari Pekalongan itu ke Batam.
Kayak ada sesuatu ketertarikan untuk motif dikembangkan, apalagi yang baru.
Karena membuat dari yang tak ada menjadi ada itu suatu pencapaian tersendiri.
Dari enggak ada pembatik di Batam itu sampai saat ini sudah ada 25 KUP (Kelompok Usaha Produktif).
Masing-masing KUP itu bisa beranggotakan 10, 20, sampai yang terbanyak itu 50 orang satu KUP.
Jadi sudah ada rasa senang kalau melihat sekarang daripada perjuangan dulu. Yang awalnya kita dianggap bikin apa orang itu enggak tahu.
Dari awalnya orang yang enggak tau, tapi kita buat-buat aja walaupun enggak laku batik itu.
Dulunya, sebelum digaungkan dengan Ketua Dekranasda yang sekarang, batik itu tidak muncul ke permukaan, terpendam aja, enggak ada yang tahu.
IS: Di sini ada batik tulis abstrak kontemporer, motifnya ikan marlin. Ada batik cap, motifnya segantang lada.
TB: Kalau Tribunners berminat bisa dipesan dimana?
IS: Boleh diketik aja Rumah Indra Batik Batam, akan muncul di map.
Kalau di media sosial Facebook dan Instagram Indra Batik Batam itu akan muncul.
TB: Untuk harganya gimana?
IS: Kalau harga beda-beda, kalau yang cap itu satu warna atau dua warna itu dua meternya Rp 180 ribu kalau beli per lembarnya.
Kalau belinya banyak bisa kurang.
Batik tulis abstrak kontemporer per lembarnya Rp 1,5 juta.
Yang membuat mahalnya itu lemited edition dan tidak ada yang memakainya selain yang beli.
Ada garansi, jika dipakai dalam satu acara ada yang menyamai motifnya, kita akan ganti uangnya balik dan kita akan kasih dua batik.
TB: Jadi sejauh ini selama membatik dari awal, bagaimana usaha seperti ini bisa mendatangkan cuan?
IS: Yang jelas pasti mendatangkan cuan, kalau memang tidak mendatangkan cuan, pasti tidak ada yang mau mengembangkan nya lagi.
Buktinya sekarang sampai ada 25 KUP. Dari kita itu ada namanya kegiatan dari Dekranasda kota Batam, ada Batik Batam Fashion Week.
Di situlah para pembatik mengeluarkan batiknya dan ditampilkan melalui model-model.
TB: Nah mas, kalau membatik itu bisa menjadi mata pencaharian, seberapa besar potensinya terhadap kelangsungan hidup perekonomian mengingat belum banyak orang yang suka batik?
IS: Semua bisnis itu tergantung pada siapa penjualnya.
Batik saya jika dijual di pasar dan pasarnya umum biasa aja tidak akan mungkin terjual Rp 1,5 juta.
Tapi jika saya menjual ke orang yang di atas sana dan tahu tentang batik, bakal terjual tanpa tawar menawar.
TB: Sejauh ini sudah pernah dibawa keluar Indonesia gak mas pemasarannya?
IS: Pernah ke Inggris dan Australia pernah juga baru setahun yang lalu.
Dibawa ke Inggris itu diambil sekitar 10 batik.
Terus ada yang ke Australia kita langsung kita kirim ke sana
TB: Sejauh ini sudah berapa banyak batik yang mas Indra ciptakan?
IS: Untuk batik yang sata buat tidak pernah saya hakikan.
Biasanya ketika saya buat langsung saya posting di Instagram, karena kalau dihakikan ada ribuan.
TB: Inspirasinya dalam membuat motif batik itu gimana?
IS: Itu mengalir dengan sendirinya, karena sudah terbiasa, tergantung kitanya aja mau seperti apa.
Tetapi goresan-goresan batik sudah di luar kepala.
TB: Dari sekian motif yang ada, untuk yang paling laris apa?
IS: Untuk saat ini yang paling laris dan diminati oleh customer itu motif Ikan Marlin.
Pertama-tama yang saya buat itu gonggong.
Setelah banyak yang pakai dan kami coba trobosan yang baru kami coba motif ikan Marlin sesuai kesepakatan komunitas batik Batam.
TB: Kenapa harus ikan marlin, mas?
IS: Karena dari ikan marlin ini banyak filosofi yang kita ambil.
Si ikan marlin ini adalah perenang yang hebat, jadi filosofinya mudah-mudahan Batam ini perkembangannya semakin cepat.
TB: Sejauh ini bagaimana respon pembeli atau tingkat penjualannya?
IS: Untuk tingkat penjualannya pada masa Covid-19 kita masih bertahan, apalagi sekarang Insya Allah semakin banyak lagi.
Jadi resposnnya mereka puas dan mereka percaya diri memakai batik kita di foto selfie.
TB: Kalau sejauh ini tingkat promosi batik mas Indra, apakah sudah pernah ikut ke tingkat nasional atau Internasional?
IS: Ini dalam waktu dekat mungkin batik saya akan dipakai oleh Putri Indonesia dari Kepri.
Motif ikan Marlin dengan warna hitam, corak motifnya bewarna kuning, bulan depan.(TribunBatam.id/Febriyuanda)