BATAM, TRIBUNBATAM.id - Di atas kursi roda tua yang berderit pelan, Nur Suani (62), wanita lanjut usia (lansia) di Batam, menggenggam erat sisi dudukannya.
Matanya menatap lurus ke depan, walau napasnya berat dan tubuhnya tak lagi tegap.
Ia datang jauh-jauh dari Tanjung Banon, Jembatan IV Rempang, demi satu hal, yakni keadilan.
Mendatangi Polresta Barelang, Kamis (10/7/2025) pagi, Nur Suani tak sendirian. Ia ditemani lima warga Rempang lainnya, termasuk tokoh masyarakat Rempang, Siti Hawa alias Nek Awe.
Dengan langkah mantap meski hati gundah, mereka masuk ke Gedung Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polresta Barelang.
Tujuan mereka cuma satu, melaporkan dugaan penyekapan terhadap Nur Suani yang dilakukan tim terpadu dari Ditpam BP Batam.
Namun langkah yang mereka harapkan menjadi awal dari kekecewaan. Mereka justru terhenti di balik meja pelayanan.
"Kami mau buat laporan supaya bisa ke rumah sakit, visum dan rontgen. Tapi petugas bilang langsung saja ke rumah sakit, nanti baru balik lagi ke sini," ujar warga yang mendampingi korban.
Mereka tampak kesal, namun tak ingin menyerah. Warga pun mendorong kursi roda Nur Suani menuju gedung utama, tempat Kapolresta Barelang berkantor.
Tangga lantai dua mereka tapaki dengan penuh harap. Namun yang mereka temukan bukanlah pemimpin yang bisa mereka ajak bicara, melainkan kabar bahwa Kombes Pol Zaenal Arifin sedang tidak berada di tempat.
"Mana Pak Kapolres? Kami mau jumpa," ujar Nek Awe dengan nada kesal kepada petugas Spripim.
Harapan mereka runtuh seiring langkah kaki menuruni anak tangga yang barusan mereka naiki.
Dengan napas tertahan dan hati semakin berat, mereka keluar dari gedung Polresta.
“Kami mau buat laporan, tapi tak ditanggap,” ungkap Nek Awe kesal.
Tak ada yang dapat diperbuat mereka. Kursi roda tempat korban Nur Suani lalu didorong keluar gedung Mapolresta untuk rehat sejenak di deretan parkir.
Warga ini kompak menopang korban Nur Suani naik turun mobil, termasuk membantu Nur berdiri dan berjalan.
Rombongan ini datang menumpang mobil warga dari pulau. Tak ada kemewahan, hanya keinginan sederhana untuk didengar. Terutama oleh negara yang mereka anggap sebagai pelindung.
Di tengah itu semua, Nur Suani duduk diam, tubuhnya lunglai.
Perempuan tua ini bercerita tentang apa yang ia alami. Bukan dengan teriakan, tetapi dengan suara pelan yang membawa luka.
“Saya sudah tua, tapi diperlakukan macam hewan. Saya datang ke rumah, tapi dihadang tim terpadu pada Selasa 8 Juli, kemarin. Mereka bilang saya kawan, tapi saya langsung dimasukkan ke mobil besar,” ucapnya, dengan wajah lesu.
“Saya sakit perut di dalam mobil. Saya minta keluar, tapi tak dikasih. Sampai saya buang air di dalam mobil itu,” ujarnya lirih.
Nur mengaku, sejak kejadian itu tulang punggungnya terasa sakit. Menurutnya, ada engsel badannya yang bergeser.
"Kemarin itu saya dihalau, lalu badan belakang saya diangkat macam dipiting. Sekarang jadi sakit, berdiri pun tak bisa, apalagi jalan," katanya.
Kini, sejumlah warga Rempang itu melanjutkan perjuangan ke rumah sakit untuk mendapatkan hasil rontgen terkait kondisi tubuh Nur.
Sebelumnya, tim terpadu kembali turun melakukan pergeseran penduduk warga Tanjung Banon, Selasa (8/7/2025).
Dalam pergeseran itu, ratusan personel tim terpadu dikerahkan. Namun pergeseran itu mendapat penolakan oleh warga hingga suasana memanas.
Sementara itu, wartawan Tribunbatam.id masih berupaya mendapat konfirmasi dari polisi terkait pelaporan warga Rempang ini. (TribunBatam.id/bereslumbantobing)