3 Tuntutan Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata di Papua. Minta PT Freeport Segera Ditutup!

Gatot pun memberikan apresiasi atas keberhasilan operasi terpadu TNI-Polri dalam membebaskan mengevakuasi 344 warga pada Jumat siang

Editor: Mairi Nandarson
KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo saat memberikan sambutan pada acara Malam Akrab Musyawarah Nasional Persatuan Purnawirawan ABRI (Pepabri) di Hotel Kartika Chandra, Jakarta Selatan, Rabu (22/11/2017) malam 

TRIBUNBATAM.id, JAKARTA - Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengungkapkan bahwa peristiwa yang dialami oleh 1.300 warga desa di Tembagapura, Papua, merupakan penyanderaan oleh kelompok kriminal separatis bersenjata.

Ribuan warga di Desa Kimberly dan Desa Banti dilarang keluar dari kampungnya.

Hal itu dikatakan Gatot saat memberikan sambutan pada acara Malam Akrab Musyawarah Nasional Persatuan Purnawirawan ABRI (Pepabri) di Hotel Kartika Chandra, Jakarta Selatan, Rabu (22/11/2017) malam.

"Saya perlu menyampaikan hal-hal yang baru saja terjadi kepada Bapak Ibu sekalian terkait peristiwa penyanderaan masyarakat di Tembagapura, Papua yang dilakukan oleh mereka yang sekarang disebut sebagai kelompok kriminal separatis bersenjata," ujar Gatot.

Baca: Begini Operasi Senyap Kopassus dan Kostrad Bebaskan Warga yang Disandera di Papua

Baca: Bebaskan Warga dari Penyanderaan. Kapolda Papua dan Pangdam XVII Cenderawasih Nyaris Kena Tembak

Baca: Menegangkan! Minim Data Intelijen, Kostrad Tembus Belanda di Papua Saat Trikora! Ini Rahasianya!

"Oleh pemerintah ditegaskan bahwa mereka disebut kelompok kriminal separatis bersenjata," ucapnya.

Gatot pun memberikan apresiasi atas keberhasilan operasi terpadu TNI-Polri dalam membebaskan mengevakuasi 344 warga pada Jumat (17/11/2017) siang.

Ia menuturkan, sebelum operasi terpadu untuk membebaskan warga, Kapolda Papua Irjen Pol Boy Rafli Amar telah melakukan mediasi terhadap kelompok bersenjata. Bahkan upaya mediasi sampai melibatkan kepala suku, tokoh adat dan agama.

Namun usaha negosiasi tersebut tidak menemukan titik temu, sebab kelompok bersenjata meminta tuntutan yang tidak masuk akal dan sulit dipenuhi.

"Kapolda di sana menggunakan tokoh-tokoh adat, kepala suku, tokoh-tokoh agama mulai dari pendeta, pastor bahkan perwakilan Uskup dan negosiasi secara intensif kemudian juga menyebarkan pamflet. Sudah berbagai cara namun apa yang dituntut oleh gerakan kriminal bersenjata separatis tersebut tidak masuk akal," ucapnya.

Kelompok penyandera, kata Gatot, mengajukan tiga tuntutan. Pertama, mereka meminta PT Freeport harus segera ditutup.

Kedua, militer Indonesia harus ditarik keluar dari Papua dan diganti dengan pasukan Keamanan PBB.

Ketiga, Pemerintah Indonesia harus menyetujui pelaksanaan pemilihan bebas atau referendum. Artinya rakyat Papua bisa menentukan nasib sendiri.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved