Mahfud MD Sebut Perilaku Setya Novanto Sudah Langgar Etika. Ini Alasannya
Mahfud meminta MKD tidak terpengaruh dengan adanya surat yang ditulis Novanto dari tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi
TRIBUNBATAM.id, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD mendorong agar Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) segera memberhentikan Setya Novanto dari jabatannya baik sebagai Ketua atau pun anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Mahfud meminta MKD tidak terpengaruh dengan adanya surat yang ditulis Novanto dari tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Sebagai surat itu sah ya. Tapi permintaan untuk tidak diganti itu bisa ditolak. DPR ini milik rakyat yang kemudian diwakili oleh organisasi politik. Bisa menolak," kata Mahfud kepada Kompas.com, Kamis (23/11/2017).
Mahfud mengatakan, Novanto memang baru berstatus tersangka.
- Baca: Ketua GMPG: Golkar dan DPR Seolah Milik Pribadi Setya Novanto, Kayak Perusahaan Saja
-
Baca: Dua Surat Setya Novanto dari Tahanan KPK Ini Bikin Heboh. Isinya: Beri Saya Kesempatan
-
Baca: HANCURNYA Make-up Pengantin di Tangan Penata Rias yang Salah, Untung Ada Fotografer Penyelamatnya
Namun, MKD bisa menggunakan alasan bahwa Novanto tidak bisa lagi memimpin DPR karena sudah berada di tahanan KPK.
Selain itu, MKD juga bisa memutuskan Novanto melanggar etika karena pura-pura sakit untuk menghindari proses hukum.
"Perilaku Setya Novanto melanggar etika luar biasa. Pura-pura sakit. Kalau kita nyatakan Novanto pura-pura sakit itu kita tidak salah, tidak melanggar hukum, karena nyatanya pemeriksaan dokter dia tidak sakit. Berarti dia pura-pura sakit," ucap Mahfud.
Mahfud menambahkan, aturan dalam TAP MPR Nomor 6 dan Nomor 8 Tahun 2001 memungkinkan sanksi pelanggaran etika lebih dulu dijatuhkan tanpa harus menunggu sanksi pidana.
Hal ini sudah pernah terjadi saat pemberhentian Akil Mochtar dari Ketua Mahkamah Konstitusi.
"Tidak usah menunggu putusan hukum. Sanksi etik bisa mendahului hukum. Kecuali DPR takut," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini.
Mahfud mengatakan, ada dua kemungkinan yang membuat DPR takut mengambil sikap terhadap Novanto.
Pertama, takut karena teror secara fisik dan kedua takut karena akibat dari kolusi.
"Bisa saja terjadi kolusi, kongkalikong dengan Novanto dan seluruh ekor-ekornya. DPR jadi tidak berani ambil sikap," kata dia.