Terungkap! Inilah 3 Alasan Zaadit Berani Acungkan 'Kartu Kuning'‎ untuk Jokowi di UI

Tiga alasan Ketua BEM Universitas Indonesia Zaadit Taqwa memberanikan diri mengacungkan 'kartu kuning' ke Presiden Jokowi

Seno Tri Sulistiyono/Tribunnews.com
Zaadit Taqwa 

TRIBUNBATAM.ID, DEPOK-‎Tiga alasan Ketua BEM Universitas Indonesia Zaadit Taqwa memberanikan diri mengacungkan 'kartu kuning' dan meniup peluit di hadapan Presiden Joko Widodo.

Kejadian tersebut terjadi saat Jokowi usai memberikan pidato acara Dies Natalis ke-68 Universitas Indonesia dan dilanjutkan melakukan Peresmian Forum Kebangsaan UI‎ di Balairung UI, Depok, Jumat (2/1/2018).

Pengacungan 'kartu kuning' dengan tangan kanan Zaadit, sebenarnya merupakan buku paduan suara Universitas Indonesia yang kebetulan berwarna kuning.

Baca: Heboh! Kota Misterius Ini Hanya Muncul 100 Tahun Sekali dan Hanya Terlihat Selama Satu Hari!

Baca: Terungkap! Selain Suku Jawa, 3 Negara Ini Pakai Bahasa Jawa Bahasa Sehari-hari! Nomor 1-2 Keren!

Baca: Kenali Cirinya! Inilah Tanaman Pembunuh Manusia yang Tumbuh di Indonesia! Begini Kerja Racunnya!

Baca: Inilah Kisah Cinta Soeharto di Masa Muda! Terungkap Beginilah Caranya Menaksir Ibu Tien!

"‎Itu tadi buku paduan suara, karena pengawasan lumayan ketat tadi pas masuk ke dalam, makanya kita pakai buku itu, biar bisa masuk," tutur Zaadit.

Zaadit menjelaskan, pengacungan buku panduan berwarna kuning sebagai gambaran jika Presiden mendapatkan kartu kuning dengan maksud ‎memberikan peringatan agar menyelesaikan permasalahan bangsa.

"Kita bawa tiga tuntutan, dan kita sudah sampaikan lewat aksi di stasiun (Universitas Indonesia)," tutur ‎Zaadit.

Adapun tiga tuntutan tersebut, kata Zaadit, ‎pertama terkait gizi buruk di Papua untuk segera diselesaikan oleh pemerintah karena lokasi kejadian luar biasa campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat, merupakan bagian dari Indonesia.

"Kami ingin mau dipercepat penyelesaiannya karena sudah lama dan sudah banyak korban," ucapnya.

Kemudian, tuntutan kedua yang disuarakan Zaadit, terkait Plt atau penjabat gubernur yang berasal dari perwira tinggi TNI/Polri.

"Kita tidak pingin kalau misalnya kembali ke zaman orde baru, kita tidak pengen ada dwifungsi Polri, dimana Polisi aktif pegang jabatan gitu (gubernur) karena tidak sesuai dengan UU Pilkada dan UU Kepolisian," ujar Zaadit.

Sedangkan tuntutan ketiga, yaitu persoalan Permenristekdikti tentang Organisasi Mahasiswa (Ormawa) karena dapat mengancam kebebasan berorganisasi dan gerakan kritis mahasiswa.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved