BATAM TERKINI
Lambat, Mahal, Kena Pajak Pula! Pengusaha Blak-blakan Pemicu Biaya Logistik Batam Melebihi Singapura
Pelaku usaha perkapalan yang menjadi narasumber kegiatan, Johnson W Sutjipto blak-blakan terkait biang kerok mahalnya biaya logistik di Batam.
Penulis: Dewi Haryati |
TRIBUNBATAM.id, BATAM - Pelaku usaha perkapalan yang menjadi narasumber kegiatan, Johnson W Sutjipto, memberikan apresiasinya atas terselenggaranya bisnis forum yang diadakan BP Batam, Kamis (14/3).
"Karena BP fokus ke jasa, saya diminta kritik dan masukannya," kata Johnson.
Dikatakan, posisi Batam terbilang luar biasa strategis karena dekat dengan Singapura. Namun biaya logistiknya masih mahal. Selain itu, banyak masalah lain yang dihadapi Batam terkait urusan investasi.
"Cukup miris, sudahlah mahal, tapi produktivitasnya rendah. Untuk bongkar muat saja 5 box per jam, padahal biaya sudah segitu mahalnya," ujarnya.
Begitu juga antara Imigrasi, dan Kesyahbandaran untuk dwelling time-nya, masih belum terintegrasi.
Menurut Johnson, hal-hal seperti ini perlu segera diperbaiki.
• KPK OTT Ketum PPP Romahurmuziy, Reaksi Mahfud MD: Semuanya Akan Terungkap pada Waktunya
• Sampai Kapan Cuaca Batam Panas Menyengat hingga 33 Derajat? Ini Penjelasan BMKG Hang Nadim Batam
• BMKG Ungkap Dampak & Kekuatan Badai Matahari yang Diprediksi Juga Terjang Wilayah Indonesia
• VIRAL DI MEDSOS, Video Detik-detik Seorang Kakek Hadang Maling Motor Bermodal Kayu
"Kalau tidak, akan selalu lambat dan mahal. Tadi sudah kita sampaikan, ada beberapa hal yang perlu diperbaiki," kata Johnson yang juga Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Indonesian National Shipowners Association (INSA).
Hal lain yang disorotinya, terkait proses alih muatan kapal di laut atau ship to ship di Batam yang banyak terjadi di luar Batam.
Indonesia mengenakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar 1 persen untuk ship to ship.
Sementara di Singapura, tidak menerapkan tarif tersebut.
"Jadi kita tak menarik sama sekali. Banyak potensi jasa yang bisa kembangkan cuma karena peraturan kita yang mengunci kita sendiri," ujarnya.
Yang paling menarik di Batam saat ini, lanjut Johnson, yakni terkait PMK No.50 Tahun 2016 tentang pengenaan bea masuk anti dumping terhadap impor dan PMK No.120 Tahun 2017 terkait tata laksana pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas dan pembebasan cukai.
"Peraturan anti dumping dibuat 2016, tapi hari ini baru ketahuan kalau aturan itu dijalankan terjadi kemahalan 27,5 persen," kata Johnson.
Sebesar 15 persen untuk bea masuk, dan 12,5 persen untuk bea masuk anti dumping.
Artinya, menurut Johnson, kapal-kapal yang dibuat di Indonesia, khususnya Batam, dikenakan tarif lebih mahal 27,5 persen, ketika keluar dari Batam atau Indonesia.