Akhir Hayat Bung Karno yang Tragis, Meminta Nasi Kecap Saja untuk Sarapan Pun Tak Kesampaian
Usai kekuasannya tumbang setelah adanya G30S/PKI, Soekarno dijadikan 'musuh' oleh rezim Orde Baru
TRIBUNBATAM.id - Tepat pada hari ini 49 tahun yang lalu, Proklamator Indonesia, Presiden pertama negeri ini Ir.Soekarno mangkat.
Pernah dijuluki Singa Podium karena pidatonya yang berapi-api dan ditakuti oleh bangsa barat, namun di masa tuanya Soekarno bagai orang terlunta-lunta.
Bahkan ketika menjelang akhir hayatnya, beliau masih dianggap berbahaya bagi rezim yang berkuasa.
Mengutip Intisari yang menyadur dari buku "Maulwi Saelan, Penjaga Terakhir Soekarno" terbitan Penerbit Buku Kompas 2014 dan ditulis oleh Asvi Warman Adam, Bonnie Triyana, Hendri F. Isnaeni, M.F. Mukti.
• Bocah Perempuan Ini Dicabuli, Setelah Itu Dikasih Uang Rp 10 Ribu Untuk Tutup Mulut
• Puluhan Ribu Ekstasi Asal Eropa Disita BNN. Anggota Sindikat Ditangkap di Tanjungbalai dan Sumbar
• Jelang Persib Bandung vs Madura United Liga 1 2019, Achmad Jufriyanto Minta Dukungan Bobotoh
• Akhiri Konflik Illegal Fishing di Laut Natuna Utara, Jokowi Dorong Penyelesaian Batas ZEE RI-Vietnam
Kisah ini bermula ketika Soekarno di penghujung tanduk kekuasaannya pada suatu pagi meminta sarapan seperti biasanya yakni roti bakar di Istana Negara.
Pelayan Istana mengatakan tak ada roti untuknya.
"Tidak ada roti." Soekarno menyahut, "Kalau tidak ada roti, saya minta pisang."
"Itu pun tidak ada," timpal pelayan Istana lagi.
Karena merasa sangat lapar, Soekarno lantas menawar lagi dengan sarapan nasi sama kecap saja.
"Nasi dengan kecap saja saya mau," kata Soekarno.
Lagi-lagi pelayan menjawab, "Nasinya tidak ada."
Soekarno yang mendapati jawaban seperti itu lantas pergi ke Istana Bogor untuk mendapatkan sarapan disana.
Dalam buku tersebut juga dijelaskan jika Soekarno tidak mau melawan kesewenang-wenangan yang menimpanya.
Menurut Maulwi Saelan yang merupakan mantan kepala protokol pengamanan presiden Soekarno menyebut jika Sang Putra Fajar itu rela hancur lebur asalkan Indonesia tetap utuh.
"Biarlah aku yang hancur asal bangsaku tetap bersatu," kata Bung Karno.
