Piala Dunia 2014 di Brazil

Dihantam Unjuk Rasa, Lalu Lintas Sao Paulo Macet 200 KM

Kemarin menjadi hari yang sangat menyulitkan bagi jutaan warga Sao Paulo yang menggantungkan diri pada layanan transportasi publik.

tribunnews.com/Yudie Thirzano
Akibat gelombang unjuk rasa, jalanan macet di kota Sao Paulo, Brasil. 

Laporan Langsung Tribun, Yudie Thirzano

TRIBUNNEWSBATAM.COM, SAO PAULO - "Saya harus menunggu lebih dari satu jam untuk mendapatkan bus yang menuju tempat kerja. Sungguh tak nyaman, karena bus datang dengan penumpang yang penuh sesak,".

Demikianlah keluhan yang keluar dari bibir Silvia Rodrigues da Silva, seorang warga Brasil yang tinggal di pinggiran kota Sao Paulo.

Masalah belum selesai bagi seorang Silvia. Pasalnya, ia harus terlambat sampai ke tempat kerja. Walhasil, manajer sebuah cafe di pusat kota Sao Paulo ini harus kehilangan pendapatan dari mereka yang biasanya 'nongkrong' di pagi hari.

Silvia, yang ditemui di depan tempat kerjanya bercerita, tak seharusnya ia menderita seperti kemarin. Rumahnya hanya sepelemparan batu dari stasiun bawah tanah. Sehingga, saban hari tak perlu kerja keras untuk mendapatkan angkutan umum.

Namun, kemarin menjadi hari yang sangat menyulitkan baginya, juga jutaan warga Sao Paulo yang menggantungkan diri pada layanan transportasi publik. Penyebabnya tak lain adalah aksi mogok serikat pekerja Kereta Metro, yang memang memanfaatkan momentum gelaran putaran final Piala Dunia 2014.

Kereta Metro Sao Paulo adalah transportasi massal menggunakan moda kereta listrik, menjadi satu di antara angkutan umum terbesar dan berpengaruh terhadap aktivitas warga kota Sao Paulo. Daya angkut menembus 3,5 juta penumpang pada hari kerja.

Moda transportasi utama di Sao Paulo adalah Metro, Oni Bus dan Trem. Tiga moda angkutan umum ini terintegrasi dalam satu sistem pembayaran. Praktis tak ada angkutan umum lain dengan daya angkut massal di kota ini. Hanya ada taksi. Wajar saja tayangan televisi menunjukkan kekacauan di sejumlah jalan di Sao Paulo. Bahkan, laporan dari pihak otoritas lalu lintas kota, panjang kemacetan jika ditotal mencapai 200 kilometer!

Kondisi lebih mencekam justru terjadi di stasiun sekitar kawasan Stadion Itaquera yang sepekan kemudian akan menggelar pembukaan Piala Dunia 2014. Pagar stasiun dijebol warga yang panik tak mendapat angkutan.

Meski warga berupaya menggunakan dua alternatif yang masih tersedia, kondisi semrawut masih terjadi. Apalagi ternyata, kalangan petugas Dinas Perhubungan yang bertugas mengatur lalu lintas sehari-hari, ikut mogok. 

Warga pengguna moda transportasi Kereta Metro harus berjuang mencari transportasi alternatif. Siaran siang Globo TV, stasiun televisi lokal terbesar di Sao Paulo menayangkan dari udara gambar antrean panjang di jalanan. Rencana saya berkeliling kota dengan kereta ini terpaksa diurungkan.

Seperti diberitakan, Serikat Pekerja Kereta Metro menuntut kenaikan upah sebesar 16,5 persen kepada Pemerintah Negara Bagian Sao Paulo. Namun pemerintah hanya bersedia memenuhi 8,7 persen atau setengah dari tuntutan.

Aksi mogok ini menjadi tekanan menjelang laga pembukaan Piala Dunia saat tuan rumah menghadapi Kroasia di stadion yang menjadi markas klub lokal SC Corinthians Paulista itu, Kamis (12/6) mendatang. Sehari usai aksi mogok, Sao Paulo juga harus menggelar uji coba Brasil melawan Serbia yang digelar Jumat (6/6) di Stadion Morumbi, markas tim Sao Paulo.

Tak hanya warga kota saja yang harus menerima akibat dari aksi mogok tersebut. Para pendatang, seperti saya, juga harus menerima nasib serupa. Rencana saya menuju ke pusat perbelanjaan di kawasan elite Morumbi di Sao Paulo, nyaris tertunda. Namun, berbekal tekad, tetap saya lakukan. Saya perlu ke pusat perbelanjaan itu karena ingin mencari alternatif kartu operator telepon selular yang cocok.

Ada berkah juga akibat aksi mogok itu bagi saya. Sebab pemerintah Negara Bagian Sao Paulo membatalkan aturan pembatasan kendaraan bermotor yang berlaku setiap hari. Semestinya pada Kamis, giliran nomor belakang 7 dan 8. Namun pada Kamis (5/6) semua kendaraan diperbolehkan melintas di kawasan perkotaan Brasil.

Akhirnya saya bisa menumpang mobil pribadi milik seorang rekan warga negara Indonesia (WNI) dari Parque Regina, tempat saya menginap menuju pusat perbelanjaan. Macet sesekali tetap saja terjadi, namun perjalanan menuju Morumbi relatif tak terimbas aksi mogok Serikat Pekerja Metro Sao Paulo.

Perjalanan sekitar 10 km menuju satu kawasan elite di Sao Paulo itu bisa ditempuh satu jam. Kami masih sempat mampir melihat kegiatan warga di Parque Arariba, tepatnya di Jalan Isaias Tarandach. Saat itu sejumlah perempuan warga setempat mengecat jalan dengan pernak-pernik warna khas Brasil beserta gambar bendera nasional mereka. Itu satu di antara ekspresi dukungan warga terhadap Piala Dunia 2014.

Aksi mogok pekerja Metro Sao Paulo kemarin memang menjadi topik hangat warga dan pemberitaan media massa. Kepada media setempat Gubernur Negara Bagian Sao Paulo Geraldo Alckmin berniat menuntut Serikat Pekerja Metro untuk membayar ganti kerugian 50 ribu dolar AS. 

Menurutnya, seharusnya aksi mogok hanya diikuti 20 persen dan sebagian besar yakni 80 persen tetap melayani penumpang. Nyatanya menurut pemerintah, peserta mogok jauh lebih besar. Saya sempat mengamati dari Stasiun Santo Amaro, yang berada di sisi timur Sao Paulo kereta Metro tetap melintas. Namun karena frekuensi yang berkurang, tetap terjadi antrean panjang penumpang mencoba beralih ke Oni Bus. 

Kini, saya, Silvia dan jutaan warga Sao Paulo hanya bisa berharap, semoga aksi mogok tersebut tak lagi terjadi. "Jadi, kami bisa menikmati keuntungan naiknya konsumen, dari ajang Piala Dunia 2014 ini," harapnya.

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved