BPKP Kepri Digugat Tersangka Dugaan Korupsi Alkes Batam
Erigana, tersangka dugaan korupsi Alkes, melayangkan gugatan kepada Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kepri.
Laporan Tribunnews Batam, Zabur Anjasfianto
TRIBUNNEWSBATAM.COM, BATAM - Erigana, mantan Kabid Program Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Batam yang ditetapkan tersangka dugaan korupsi pengadaan alat-alat kesehatan (Alkes) oleh Polresta Barelang, melayangkan gugatan kepada Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kepri.
Gugatan disampaikan ke Pengadilan Negeri (PN) Batam terkait hasil audit investigasi soal kerugian negara.
Erigana melalui penasehat hukum (PH)-nya, Firdaus, menyampaikan, BPKP tidak memiliki kewenangan untuk melakukan audit dalam menghitung kerugian negara.
Menurutnya, audit yang dilakukan BPKP merupakan perbuatan melawan hukum.
Hal ini tertuang dalam Kepres nomor 42 Tahun 2001 pasa 112 angka (2), mencabut Kepres nomor 31 Tahun 1983, dimana kewenangan BPKP tidak ada lagi atau bubar.
Menurutnya, kewenangan BPKP untuk melakukan audit keuangan negara/daerah juga tidak bisa. Hal ini seperti tertuang didalam Kepres 103 Tahun 2001, dimana yang bisa melakukan hanyalah BPK.
"Seperti Putusan Mahkama Agung nomor 456.K/TUN/2012, yang pernah diajukan Pemko Batam, sudah memperkuat gugatan yang diajukan. Dalam Putusan itu berbunyi laporan hasil audit dalam rangka perhitungan kerugian negara yang diterbitkan BPKP perwakilan Kepri atas perkara tindak pidana korupsi penyalahgunaan dana APBD Bansos di Pemko Batam pada Sekretatiat Kota Batam Tahun 2009 adalah batal dan tidak sah. Atas dasar ini kami ajukan gugatan,"kata Firdaus.
Hasil audit BPKP yang menentukan kerugian negara dalam proyek Alkes dijadikan dasar penetapan tersangka terhadap Erigana itu, juga menjadi dasar pihaknya melayangkan gugatan ke PN Batam.
"Dasar penetapan tersangka tidak sah. Karena merupakan perbuatan melawan hukum," ujar dia.
Persidangan yang sudah berjalan beberapa kali itu memasuki tahap pembuktian.
Pemohon, kuasa hukum Erigana dan terhomon BPKP saling melengkapi bukti-bukti dan meminta keterangan dari saksi-saksi.
Ahli keuangan, Eko Soembodo, yang menjadi saksi ahli dihadirkan pemohon.
Dalam persidangan itu saksi ahli menyampaikan sesuai Peraturan Presiden nomor 192 Tahun 2014, dan mulai berlaku sejak Januari 2015, bahwa BPKP memiliki kewenangan mengaudit dan menghitung kerugian negara.
"Sekarang ini BPKP punya kewenangan, tetapi berlakunya sejak Januari 2015. Untuk audit menghitung kerugian negara dalam perkara Erigana pada tahun 2014, tetap tidak sah. Hasil audit itu dikeluarkan tahun 2014," kata Firdaus, menyampaikan pernyataan saksi ahli Eko Soembodo.