Komisi Pengawas Persaingan Usaha Sebut IPOP Berpotensi Kartel

persisnya Oktober KPPU mengaku telah menerima permintaan pendapat terhadap perjanjian kesepakatan pelaku usaha dalam IPOP.

IStimewa
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) 

Laporan Tribun Batam, Agoes Sumarwah

BATAM.TRIBUNNEWS.COM, TANJUNGPINANG - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyebutkan keberadaan Indonesian Palm Oil Pledge (IPOP), berpotensi menjadi kartel komoditas, dan menabrak ketentuan perundangan.

Simpulan mengemuka setelah KPPU mencermati perkembangan IPOP.

Sejak 2015, persisnya Oktober KPPU mengaku telah menerima permintaan pendapat terhadap perjanjian kesepakatan pelaku usaha dalam IPOP.

Sebagaimana dalam rilis yang diterima Tribun, semacam ada komitmen dan atau kesepakatan para pelaku industri sawit untuk menjalankan praktik perkebunan sawit, yang berkelanjutan di seluruh rantai pasoknya sekaligus meningkatkan daya saing sawit Indonesia di pasar global.

Pada saat sama, KPPU mengatakan, pemerintah sebenarnya juga telah membuat Indonesia Suistanable Palm Oil (ISPO), sebagai kebijakan sertifikasi yang harus dipenuhi setiap perusahaan atau perkebunan sawit yang menjadi standar dalam melaksanakan praktik perkebunan sawit yang berkelanjutan.

Persoalannya, sebut KPPU, terdapat perbedaan signifikan antara kesepakatan IPOP dengan kebijakan Pemerintah (ISPO).

"(Yakni) penetapan standar kriteria lingkungan yang baik untuk perkebunan sawit. ISPO menggunakan standar kriteria High Conservation Value Forest (HCVF), sementara para anggota IPOP sepakat untuk menambahkan kriteria High Carbon Stock (HCS)," jelasnya.

Hal ini,tambahnya, membuka potensi terjadinya hambatan masuk pasar bagi mitra anggota IPOP yang telah sesuai dengan kebijakan pemerintah, namun tidak memenuhi standar kriteria HCS.

Karena pelaku usaha yang tergabung dalam IPOP menurut KPPU, menguasai pangsa pasar CPO yang cukup besar.

"Sehingga para anggota IPOP memiliki kekuatan pasar yang cukup besar," sebut KPPU.

Berdasarkan analisis tadi, KPPU sampai pada kesimpulan, kesepakatan IPOP hakekatnya adalah kesepakatan antar pelaku usaha tertentu, yang memuat aturan yang mengikat pelaku usaha untuk mengimplementasikannya.

Kemudian, menurut KPPU, implementasi IPOP akan membawa dampak terhadap pelaku usaha lain di luar IPOP, berupa hambatan masuk (pasokan), untuk memasok ke perusahaan yang tergabung dalam IPOP.

"Kondisi tersebut dialami oleh pelaku usaha yang telah patuh melaksanakan regulasi Pemerintah (ISPO), yang merupakan regulasi industri sawit Indonesia. Dalam hal ini, terdapat potensi bahwa kesepakatan IPOP memiliki posisi lebih tinggi kedudukannya dibanding regulasi Pemerintah, padahal IPOP hanya merupakan kesepakatan pelaku usaha," papar KPPU.

Komisi melanjutkan, mengingat nilai-nilai dalam IPOP hanya merupakan kesepakatan pelaku usaha, IPOP berpotensi menjadi sarana kartel untuk menjadi hambatan masuk (entry barrier) bagi pelaku usaha mitra anggota IPOP.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved