Kapal Indonesia Dibajak di Laut Filipina

Lehernya Diancam Akan Diiris Saat Disandera Kelompok Abu Sayyaf, Julian Mengaku Sempat Stress

Warga Minahasa itu bersama sembilan sandera lain sempat stres karena kerap diancam akan diiris lehernya

Editor: Mairi Nandarson
Warta Kota/ Panji Baskhara Ramadhan
Salah satu dari 10 Anak Buah Kapal (ABK) Brahma 12 yang menjadi korban penyanderaan sekelompok militan di Filiphina, Abu Sayyaf, yakni Alfian Elvis Repi (36) tiba di kediamannya di Jalan Swasembada Barat 17 nomor 25, RT 03/03 Kebon Bawang, Tanjung Priok, Jakarta Utara, sekitar pukul 17.15 WIB, Senin (2/5/2016). Tangisan histeris pun pecah saat suami Youla Repi Lasut (29) ini tiba dengan kondisi tubug masih lemas sembari menggendong anak keduanya, Vanya (2). 

BATAM.TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para anak buah kapal (ABK) kapal Brahma 12 yang telah dibebaskan oleh militan Abu Sayyaf di Filipina telah kembali ke keluarga masing-masing.

Berbagai pengalaman saat menjadi sandera pun menjadi cerita menarik bagi mereka untuk diceritakan kepada wartawan yang telah menunggu mereka, Senin (2/5/2016) di kediaman sebagian dari mereka.

Julian Philip, salah seorang sandera, mengungkapkan pengalamannya selama disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina.

Warga Minahasa itu bersama sembilan sandera lain sempat stres karena kerap diancam akan diiris lehernya.

Perasaan stres semakin menjadi-jadi ketika para penyandera membuktikan ancamannya ke salah seorang sandera asal Kanada yang dipenggal lehernya.

Menurut Julian, sebelum disandera, ia bersama awak kapal lainnya sedang melintas di perairan Malaysia.

Di tengah perjalanan, pada tanggal 25 April 2016, pukul 15.20 waktu setempat, Julian melihat ada dua kapal jenis speed boat yang terdeteksi di radar mereka. Awak speed boat itu pun langsung naik ke atas kapal.

Julian tidak menaruh curiga kepada delapan orang yang naik ke atas kapal tongkang yang membawa batu bara tersebut.

Sebab, kedelapan orang itu menggunakan seragam polisi Filipina.

"Jadi mereka pakai seragam National Police Philipine. Jadi kami anggap sebagai petugas," ucap Julian.

Julian mendeskripsikan orang-orang tersebut berseragam dan membawa senjata lengkap.

Senjata pun beragam, namun mayoritas membawa senjata serbu jenis M14 dan M16. Tanpa basa-basi, kedelapan orang tersebut langsung memborgol dan mengikat kesepuluh awak kapal tongkang tersebut.

"Kami kesepuluh itu langsung disandera di atas dan langsung diikat. Ada yang diborgol dan diikat," kata awak kapal yang bertugas sebagai mualim I atau Chief Officer ini.

"Kalau ada tentara Filipina datang ya kita bergerak. Pindah-pindah tempat. Tempatnya kayak hutan, ada pohon kelapa, pohon-pohon lain. Di sana kekurangannya satu aja. Air bersih. Karena kita di hutan," katanya.

"Kami stress karena sering diancam akan diiris dileher. Memang mereka begitu. Ke mana mereka pergi kita ikut terus," lanjutnya.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved