Tewas Setelah Minum Kopi

Ayah Mirna: Insyaflah Kau. Saya Sudah Buktikan Tak Ada Transfer

Bahkan ketua penasihat hukum Otto tak membacakan (duplik). Yang membacakan Pak Boestam. Nah, Pak Boestam hati-hati Anda yang bicara

KOMPAS.com / GARRY ANDREW LOTULUNG
Ayah Wayan Mirna Salihin, Darmawan Salihin saat menjadi saksi dalam sidang kasus pembunuhan anaknya dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (12/7/2016). Jessica diduga menaruh zat sianida ke dalam kopi yang diminum Mirna di Cafe Olivier, Grand Indonesia, Januari lalu. 

BATAM.TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Edi Dharmawan Salihin, ayah Mirna menggelar keterangan pers jelang pembacaan putusan atau vonis kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin.

Edi Dharmawan menyangkal isi duplik tim penasihat hukum Jessica menyangkut pertemuan Arief Soemarko, suami Mirna, dengan barista (pelayan) kopi di Cafe Olivier, Rangga. Dalam duplik disebutkan Arief menyerahkan plastik ke Rangga sebelum Mirna meregang nyawa.

"Khusus untuk Otto (Otto Hasibuan penasihat hukum Jessica) dan Amir (Papalia), insyaflah kau. Saya sudah buktikan, tak ada itu transfer sejak Februari," tuturnya.

Ia lalu meminta Amir Papalia untuk sadar. Apalagi, sebelumnya Amir menyebut ada uang yang ditransfer Arief kepada Rangga.

"Dulu bilangnya transfer, sekarang uang di plastik, sempat juga bilang di plastik itu sianidalah, selalu berkelit," ungkapnya seraya menengarai Amir dimanfaatkan kubu Jessica dan penasihat hukum, Otto Hasibuan.

"Saya sudah katakan, Anda (Amir) akan dimanfaatkan saat duplik. Bahkan ketua penasihat hukum Otto tak membacakan (duplik). Yang membacakan Pak Boestam. Nah, Pak Boestam hati-hati Anda yang bicara," ujarnya.

Menurut Dharmawan, ketika tanggal 5 Januari 2016, Arief, bersama Mirna dan temannya bernama Danil berada di kediaman rekan Arief.

Sehingga tidak benar apabila Arief dan Rangga bertemu pada pukul 15.50 WIB di kawasan Sarinah, Jakarta Pusat sebagaimana isi dari duplik Jessica.

"Jadi dari jam 3 sore sampai jam 5 itu mereka di luar, lalu dari jam 6 sampai jam 7 malam itu di rumah bicarakan usaha," tambahnya.

Setali tiga uang, Arief memastikan tidak mengenal Rangga. Ia pun menyangkal bertemu Rangga pada 5 Januari 2016 atau satu hari sebelum Mirna tewas.

"Saya tak mengenal yang namanya Rangga dan tak pernah mengunjungi Cafe Olivier. Saya baru mengetahui saat mengantar Mirna," ujar Arief.

Arief mengaku pertama kali menginjakan kaki di Cafe Olivier saat penyidik Polda Metro Jaya menggelar rekonstruksi kematian istrinya. Dia menganggap bohong apabila sebelumnya pernah bertemu Rangga untuk merencanakan pembunuhan.

"Saya akan melaporkan ke polisi isi duplik dari Jessica," kata dia.

Terpisah, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menilai kesaksian Amir Papalia seharusnya dibacakan di persidangan sebelum tuntutan.

Amir yang mengaku berprofesi sebagai wartawan mengaku secara tak sengaja melihat sosok mirip barista Kafe Olivier Rangga bersama Arief Sumarko di belakang mobil silver yang terparkir di depan pusat perbelanjaan Sarinah, Jakarta Pusat.

"Tetapi sesuai prosedur kalau memang itu faktanya ada, seharusnya kemarin disampaikan di persidangan sebelum tuntutan. Sehingga fakta-fakta bisa dinilai," ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta, Waluyo.

Namun kalau keterangan itu disampaikan di agenda pembacaan duplik, maka terserah hakim yang akan menilai. Hakim berkompeten memberikan kesimpulan.

Seharusnya keterangan itu tak ujung-ujung disampaikan setelah persidangan. Normatifnya begitu sesuai ketentuan undang-undang.

"Namun terlepas itu dipertimbangkan hakim atau tidak itu terserah hakim. Sekarang kan ranahnya, ranah hakim. Sidang mau masuk putusan," kata dia.

Jessica dituntut melanggar Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana. Ancaman hukuman pidana penjara selama 20 tahun.

"Sesuai harapan jaksa, sejak jaksa itu menyatakan berkas P21. Harapan jaksa ya yakin terdakwa terbukti," ujar Waluyo.

Ia merasa optimistis majelis hakim akan memutuskan sesuai tuntutan. Namun, dia menyerahkan kepada majelis hakim untuk memutuskan hukuman yang adil di kasus pembunuhan Mirna tersebut.

"Harus yakin dan optimis kalau sudah P21. Tetapi kalau penasihat hukum kan kebalikannya. Sama-sama tak ada titik temu. Iya, kami menunggu sajalah. Kami serahkan kepada hakim," imbuhnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved