Demo Tolak UWTO di Batam

BP Batam Bilang Tidak Semua Tarif UWTO Naik. Warga Tetap Menolak

Percuma juga kita beli rumah mahal-mahal di Batam, karena 30 tahun kemudian lahan dan rumah tersebut akan hilang kepemilikan bila tak bayar UWTO

Spanduk Tolak UWTO di sejumlah ruas jalan di Kota Batam 

BATAM.TRIBUNNEWS.COM, BATAM - Badan Pengusahaan (BP) Batam membantah bahwa kenaikan UWTO dilakukan secara masif untuk seluruh wiklayah Batam.

Humas BP Batam Purnomo Andiantonio menjelaskan, UWTO yang dinaikkan tidak serta merta pukul rata.

"Malah, kalau kita lihat, tarif UWTO untuk kavling lebih murah dibandingkan sebelumnya. Awalnya Rp 17 ribu per meter persegi, sekarang hanya Rp 15 ribu permeter persegi," kata Andi.

Sedangkan untuk Kampung Tua yang ada di Batam tidak dibebankan UWTO karena tanah tersebut merupakan cagar budaya.

"Jadi kita harapkan jangan sampai ormas dan organisasi lainnya yang ada di Batam ditumpangi oleh oknum-oknum pengusaha yang lahannya bermasalah,'' kata Andi.

Andi juga menjelaskan, kenaikan UWTO tersebut sangat menguntungkan masyarakat bawah.

"Orang yang punya rumah mewah tidak mungkin UWTO nya sama dengan masyarakat yang hanya miliki rumah sederhana," terangnya.

Begitu juga masyarakat yang tinggal di pusat bisnis, tarif UWTO-nya tidak sama dengan masyarakat yang tinggal jauh dari pusat kota. "Jadi. (kenaikan) ini tidak pukul rata," terangnya.

Terkait hengkangnya investor, Andi mengatakan, sampai sat ini belum ada. "Perka (tarif baru UWTO) sudah berjalan tiga minggu, tetapi sampai saat ini, investor yang ada di kawasan industri Batamindo, Kabil, Batuampar dan Tanjunguncang tidak ada yang mengajukan keberatan," katanya.

Namun, terkait UWTO ini, masalahnya bukan soal kenaikan tarif saja.

Masyarakat keberatan karena terus dibebani oleh UWTO serus-menerus. Padahal mereka membali rumah dengan harga yang mahal di Batam.

Seorang warga Batuaji, Julu Puraga Bondar mengatakan, masyarakat dibenani oleh dua pungutan, yakni UWTO dan Pajak Bumi Bangunan (PBB) yang jelas-jelas pungutan ganda.

"Percuma juga kita beli rumah mahal-mahal di Batam, karena 30 tahun kemudian lahan dan rumah tersebut akan hilang kepemilikan dengan sendirinya jika tidak bayar UWTO," kata Julu yang juga Ketua Dewan Perwakilan Cabang (DPC) Persatuan anak tempatan (Perpat) Batuaji.

Menurut Julu, jika BP Batam menerapkan UWTO kepada para investor yang akan masuk ke Batam, hal tersebut sah-sah saja karena hal itu bisa dianggap sewa lahan oleh investor.

Tetapi, jika hal itu diterapkan untuk masyarakat yang sudah membeli rumah, itu sama saja BP Batam membuat bom waktu. 

"Bagi masyarakat yang dikehendaki adalah, UWTO itu dihapus dan lahan perumahan itu jadi hak milik karena kami membelinya," katanya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved