Sepanjang 2016, Kolam Bekas Tambang di Bintan Tewaskan 4 Anak. Mengapa Bisa Terjadi?

Jika dihitung, sepanjang 2016, kolam terbuka bekas tambang di Bintan telah membunuh empat anak di Bintan. Semua korban masih berusia belasan tahun.

tribunbatam/aminnudin
Korban tenggelam di kolam bekas galian tambang di Tembeling Tanjung, Minggu (25/12/2016) 

Laporan Aminuddin

BATAM.TRIBUNNEWS.COM, BINTAN - Seorang siswa SMP ditemukan tewas di bekas galian tambang di kawasan Tembeling Tanjung, Kecamatan Teluk Bintan, Minggu (25/12/2016) kemarin.

Enam bulan lalu, di Desa Sebong Pereh, Kecamatan Teluk Sebong, kolam terbuka bekas tambang juga merenggut nyawa siswa SD kelas 2.

Sebelumnya juga tragedi sama terjadi di kubangan lainnya.

Jika dihitung, sepanjang 2016, kolam terbuka bekas tambang di Bintan telah membunuh empat anak di Bintan.

Semua korban rata-rata masih usia belasan dan masih bersekolah.

Baca: Pelajar SMP Tewas Tenggelam di Bekas Galian Pasir Tembeling, Ini Kejadiannya

Baca: Tambang Pasir Liar Jadi Pekerjaan Rumah Kapolsek Gunung Kijang, Ini Janji Hendrial

Korban terdiri dua siswa SD dan dua siswa SMP.

Fakta di atas memberikan sinyal kuat, pertambangan di Bintan sangat rawan. Baik bekas galian bauksit yang sudah ditutup atau galian pasir yang hingga saat ini masih beroperasi.

Sementara, dana reklamasi bekas tambang bauksit yang seharusnya digunakan untuk memperbaiki kondisi lingkungan di wilayah bekas tambang, tidak jelas ujung-pangkalnya.

Masyarakat meminta komitmen pemerintah untuk menindaktegas aktiftas pertambangan yang mengindahkan jaminan keselamatan nyawa manusia.

Masyarakat berharap, ke depan jangan ada lagi nyawa melayang sia sia di kubangan kubangan maut tak bertuan.

"Harus ada tindakan nyata menindak kegiatan tambang yang tidak memperhatikan aspek keselamatan manusia," kata Ahmda Sapri, warga Teluk Bintan, Selasa (27/12).

Sapri berharap, sejumlah lubang menganga bekas tambang itu direklamasi atau ditutupi.

Dia tak mau, lubang lubang maut itu kembali membunuh anak anak tahun tahun mendatang.

Baca: Soal Tambang Pasir Ilegal di Bintan. Kapolda Percayakan ke Polres Bintan. Ini Alasannya

Menurut Sapri, ada puluhan lubang maut bekas galian di Bintan tanpa ada upaya reklamasi atau menutupinya. Selain berbahaya, lubang-lubang itu merusak ekosistem.

Bastian, warga Gunung Kijang, memantau, sepanjang 2016, terjadi peningkatan 20 persen galian bekas tambang dibiarkan terbuka di wilayah tempat dia tinggal.

Peningkatan itu akibat aktifitas tambang pasir, baik yang dibuka samar-samar atau terang- terangan.

"Para penambang itu pergi begitu saja ketika pasirnya habis. Jadilah lubang galian itu menjadi kolam terbuka yang rawan, terutama bagi anak anak," kata dia.

Keberadaan pertambangan pasir liar di Bintan juga merugikan daerah dari segi pendapatan terukur.

Baca: Semua Aktifitas Pertambangan, Termasuk Tambang Remang-remang Akan Kena Pajak. Ini Alasannya

Data Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKD) Bintan, kerugian tambang liar tak terdata diperkirakan mencapai Rp 5,8 miliar.

"Ada kerugian Rp 5,8 miliar karena penambang tak menyetor pajak galian. Dari puluhan aktifitas, hanya ada dua perusaaan yang membayar pajak. Mereka adalah perusahaan yang terdaftar," kata Adi Prihantara, Kadis DPPKD Bintan, belum lama ini.

Di luar perusahaan resmi, ada 90-an aktifitas galian di Bintan tak terdata alias tak mengantongi izin resmi.

Jumah itu tersebar hampir di semua kecamatan di Bintan.

Sampai kapankah ini dibiarkan?

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved