HUT KE 72 KEMERDEKAAN RI

10 Tahun Benci dan Dendam Karena Ayahnya Dihukum Mati Negara, Kini Zulia Jadi Anggota Paskibra

Mahendra menuturkan dirinya sempat lama memendam amarah dengan negara ini. Katanya, sudah 10 tahun

Editor: Mairi Nandarson
surya/hanif manshuri
Zuli Mahendra, anak terpidana mati bom Bali satu, Amrozi (paling kanan) saat menjadi petugas pengibar bendera setelah sepuluh tahun tak sudi hormat bendera sejak orang tuanya dieksekusi mati, Kamis (17/8/2017). (surya/hanif manshuri) 

BATAM.TRIBUNNEWS.COM, LAMONGAN - Upacara bendera HUT ke 72 Kemerdekaan RI di lokasi Yayasan Lingkar Perdamaian (LP) di Desa Tenggulun Kecamatan Solokuro, Kamis (17/8/2017) berbeda dari yang lain.

Dalam upacara itu, ada seorang anak muda bernama Zulia Mahendra (32). Dia merupakan salah satu petugas pengibar bendera (Paskibra).

Yang membuat heboh, dia ternyata anak bungsu terpidana mati bom Bali, Amrozi.

"Baru satu tahun saya sembuh dari dendam dan marah pada negara, sejak abi (bapak, red) dieksekusi," ungkap Zulia Mahendra saat berbincang dengan Surya, Kamis.

Mahendra menuturkan dirinya sempat lama memendam amarah dengan negara ini. Katanya, sudah 10 tahun.

Baca: Aksi Mengerikan Teroris di Barcelona. Tabrak Orang-orang yang Sedang Jalan Kaki di Kawasan Wisata

Baca: LIHAT VIDEO Aksi Ucok dkk Menaklukkan Ponon Pinang yang Membuat Nurdin Angkat Topi

Baca: UCOK DKK LUAR BIASA! Raih Bendera di Puncak Pohon Pinang, Gubernur Nurdin Beri Hadiah Khusus

Ya, setelah ayahnya dihukum mati dengan cara ditembak bersama pamamnya, Ali Gufron pada 2008. Zulia marah.

Kala itu Mahendra bahkan membentang spanduk bertuliskan, "Akan aku lanjutkan perjuangan abi"

Sejak saat itupula Mahendra tidak pernah mau angkat tangan hormat bendera saat masih sekolah hingga kuliah.

"Baru hari ini," ungkapnya.

Lantas apa penyebabnya? Ternyata, itu semua berkat bimbingan pamannya, Ali Fauzi.

Sekadar diketahui, satu tahun terakhir ini Ali Fauzi berusaha menyadari dan menghilangkan dendam serta amarah Mahendra.

Ali menjelaskan kalau semua masalah tidak akan pernah selesai jika diselesaikan dengan dendam.

Zuli Mahendra, anak terpidana mati bom Bali satu, Amrozi  menjadi petugas pengibar bendera
Zuli Mahendra, anak terpidana mati bom Bali satu, Amrozi menjadi petugas pengibar bendera (surya/hanif manshuri)

Katanya, akan muncul pendendam-pendendam baru saat ia membalas dengan pengrusakan dan pembunuhan.

Kini, Mahendra bersama mantan teroris yang kakinya diamputasi, Syaiful Arif, lalu Khoerul Mustain anak sulung Nurminda (terpidana 4 tahun penjara karena terlibat bom Bali, sebagai penyedia bahan peledak, penyimpan senjata dan amunisi) mau menjadi petugas pengibar bendera di Hari Kemerdekaan Indonesia.

Kala itu Mahendra, Syaiful dan Khoerul sangat sempurna menjalankan tugas.

Pengakuan, Ali Fauzi

Sementara, Ali Fauzi yang juga mantan teroris, pentolan JI, intruktur perakit bom dan kini pendiri Lingkar Perdamaian berkata begini:

"Awalnya sangat susah menyadarkan keponakan (Zuli Mahendra, red) dan butuh waktu lama," ungkap Ali Fauzi.

Seringkali bertandang ke rumah sang paman, dan setiap kali kedatangannya hanya minta diajari membuat bom. Intinya untuk balas dendam.

Namun akhirnya menyadari itu bagian dari suratan hidupnya. Perlahan - lahan Ali Fauzi akhirnya mampu menyadarkan keponakannya itu.

Diacara upacara HUT RI ke 72 dengan Irup Kapolres Lamongan, AKBP Juda Nusa Putra benar-benar beda.

Perwira upacaranya adalah mantan kombatan, Yusuf Anis (54) alias Aris alias Abu Hilal alumni Akmil Afganistan 1991 selama 3 tahun. Ia belajar maprading, wiapon (senjata), taktik, peledakan atau field enggeneering peledakan.

Putra asli Lamongan ini kemudian menjadi instruktur andalan Al- qaida di camp Sada selama lima tahun pulang pergi.

Dan berlanjut mengajar di camp Hudaibiyah Mindanao Philipina Selatan, selama setahun mengajar taktik infantri pada 1997.

Ia juga bersama Umar Patek dan Dul Matin.

Yusuf juga berjuang ke Afganistan (1988 - 1993), berawal dari pengajian kelompok di Malang.

Di Afgan ikut melawan Rusia.

Di Moro selama satu tahun 1999 kemudian ke Malaysia aktif di kelompok JI dan kembali ke Indonesia 2001.

Konflik Ambon juga menjadi tempatnya berjuang.

Dan gejolak di Poso Ambon pada 1999 ditunjuk untuk mengajar basic militer dan melatih warga sipil di Maluku dan sempat menjadi instruktur bayaran di Posos Sulteng.

Bom Bali 2002, Haris diperiksa mabes Polri dan dilepas karena tidak terbukti.

Sedang sosok sang komandan upacara, Yoyok Edy Sucahyo alias Broyok asal Tenggulun juga mantan teroris pernah belajar langsung kepada ustadz asal Lamongan, Abu Faris yang sekarang menjadi salah satu komandan perang ISIS di Syiria, Ali Fauzi Manzi, alias Salman alias Abu Ridlo alias Ikrimah juga terlibat yang tak asing, ia adalah adik kandung trio bom Bali satu yang dikirim Hambali yang kini dipenjara Guantanamo di camp Abu Bakar dan camp Hudaibiyah Mindanao.

Ali Fauzi bertugas membaca teks proklamasi.

"Saya itu semalam gak bisa tidur, takutnya para mantan teroris dan kombatan yang terlibat bertugas dalam upacara ini akan banyak yang salah. Tapi Alhamdulillah, lancar semua," katanya.

Ali Fauzi ini secara khusus belajar field enggeneering (perakit bom) dan salah satu anggota spesial elit force Moro Islamic Leberation Fron (MILF).

Pada 1999 ditunjuk pimpinan JI untuk menjadi instruktur perakit bom untuk wilayah Jatim.

Pada 2000 hingga 2002 menjadi kepala instruktur pelatihan militet di Ambon dan di Poso dengan bendera baru, organisasi Kompak.

Pada 2002 Ali kabur ke Mindanao dan bergabung dengan pasukan lamanya di Mindanao bergabung dengan Umat Patek, Abdul Matin, Marwan Malaysia, Muawiyah Singapura dan mendirikan camp baru yang jaraknya tidak jauh dari Marawi.

Akhir 2004 Ali tertangkap polisi nasional Philipina (PNP) dan dipenjara sampai akhirnya dideportasi tahun 2007.

Sampai di Indonesia sempat diperiksa dan dibina Saatgas bom Mabes Polri selama 8 bulan baru dipulangkan ke kampung halamannya.

Nah bagaimana profile pembawa bendera, Saiful Arif alias Abid alias David alias Jack, asal Glagah yang pernah bergabung konflik sektarian di Maluku dibawah bimbingan Abu Ridho dan pada 2003 pindah ke Poso.

Terlibat penyerangan terhadap warga Beteleme Poso. Terlibat baku tembak dengan BKO Brimob Aceh di Poso. Enam temannya tewas tertembak dan 3 luka parah.

Ia juga tertembak kakinya dan dibawa ke Dokes Polda Sulteng dan dirujuk ke RS Undata Palu, telapak kakinya terpaksa diamputasi. Keluar penjara pada 2006.

Jajaran komandan peleton atau Danton, ada nama Sunarno alias Asadullah , dia adalah keponakan pelaku bom Bali satu.

Lulusan pertama pelatihan militer JI Jawa Timur dibawah bimbingan pamannya, Ali Fauzi.

Sumarno paham dengan metode pemboman. Dan pada 2002 ditangkap karena terlibat Bom Bali satu ikut menyembunyikan bahan peledak dan amunisi dan diganjar penjara 5 tahun.

Uman Slamet alias Abu Dicky pernah bergabung dengan jaringan Ali Imron. Purnomo tokoh muda Tenggulun.

Pada LP ini ada sekitar 79 mantan napi teroris dan kombatan.

Sementara itu, Kapolres Lamongan Jawa Timur, AKBP Juda Nusa Putra mengaku bangga.

Ini bukti kalau para napiter tetap bisa menyatu dan kembali ke NKRI. "Ini buktinya dan mereka itu hatinya NKRI," ungkap Juda.

Yayasan Lingkar Perdamaian ini akan dikembangkan terus. Semuanya akan mendukung, termasuk pemerintah daerah.(Surya/Hanif Manshuri)

Berita ini sudah dipublikasikan di SURYA MALANG dengan judul: 10 Tahun Tak Mau Hormat Bendera, Anak Bungsu Amrozi Akhirnya Jadi Paskibra, Kenapa? Ternyata . . .

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved