Penumpang Berteriak di Kapal! Inilah Kisah Warga Pulau Terdepan Arungi Laut Natuna Selatan!
Penumpang Berteriak di Kapal! Inilah Kisah Warga Pulau Terdepan Arungi Laut Natuna Selatan!
TRIBUNBATAM.id, ANAMBAS-Suara klakson yang khas itu terdengar memecah siang di Tarempa. Sebagian masyarakat sudah paham benar suara klakson yang terdengar panjang yang berasal dari Pelabuhan Tarempa itu.
Kapal Pelni Bukit Raya dengan kapasitas penumpang mencapai 970 orang itu tiba dan mencoba sandar di pelabuhan sekitar pukul 11:00 WIB. Tak ada yang berbeda dari aktivitas bongkar muat penumpang dan barang seperti kedatangan kapal andalan masyarakat Anambas ini.
Yang berbeda mungkin hanya cerita sejumlah penumpang yang merasakan gelombang laut saat perjalanan dari Kijang Kabupaten Bintan ke Anambas.
"Ombaknya kuat, pulau masih nampak saja sudah terasa ombak itu. Padahal, baru sekitar dua jam lepas tali," ujar Jhoni salahseorang penumpang sambil menyeruput teh hangat yang ia pesan Minggu (10/12/2017) siang.
Cuaca ekstrem di laut, memang disadari oleh masyarakat di pulau terdepan seperti Anambas dan Natuna. Cuaca ekstrem yang biasa terjadi di penghujung tahun itu pun, kerap memutus transportasi yang biasa rutin melayani rute dari dan menuju Anambas. Kapal 'Sapu Jagat' ini lah, yang menjadi andalan masyarakat untuk bepergian.
Selain jadwal yang pasti, harga tiket yang mudah dijangkau masyarakat pun, menjadi sebab lain mengapa kapal ini begitu menjadi primadona bagi masyarakat Anambas. Ia pun sama sekali tidak menyangka kalau ganasnya ombak selama perjalanan begitu terasa begitu kapal lepas tali dari Pelabuhan Sri Bayintan Pura, Kijang Kabupaten Bintan.
Mengaku sempat khawatir dengan kondisi cuaca di laut yang membuat kapal bergoyang cukup hebat, ia pun menyadari rupanya hal itu juga dialami oleh penumpang kapal lainnya. Penumpang wanita tujuan Kabupaten Natuna, bahkan sempat histeris saat kapal miring karena dihantam gelombang laut dari sisi samping kapal.
"Siapa yang tidak khawatir, Bang. Cuacanya sudah parah seperti itu. Saya tidak pikir berapa tinggi gelombang. Yang jelas, kaca kapal yang ada di tepi di dek tiga itu basah kena hempasan air laut. Ada juga ibu-ibu yang sempat berteriak karena kapal bergoyang dengan cukup kuat.
Terakhir saya lihat, bukan saya saja yang takut. Beberapa penumpang lain yang ada di sekitar saya pun, hanya terdiam dan mencoba untuk tidur. Penumpang yang biasanya riuh dan bercengkerema pun ini diam.
Untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain saja, membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Ada mungkin sekitar dua menit. Bukan karena kondisi kapal yang penuh, namun karena membutuhkan keseimbangan untuk bergerak mengingat kondisi kapal yang bergoyang melawan gelombang laut," ungkapnya.
Pria berkacamata ini pun, hanya bisa pasrah ketika penumpang lain yang tidak jauh dari tempat ia beristirahat spontan mabuk sembari mengoleskan minyak dengan bau yang khas.
Mencoba untuk mencari aktivitas untuk menghilangkan sugesti mabuk laut, ia pun mencoba untuk naik ke cafetaria yang berada di dek paling atas bagian belakang kapal tersebut. Ia pun terkejut karena kursi yang biasanya penuh sesak dengan orang yang mengobrol hingga istirahat, mendadak kosong ditinggal oleh penumpang lainnya.
"Saya coba naik, tapi malah kosong. Biasanya kan ada orang. Rupanya mereka turun ke dek tiga untuk menghindari goyangan yang kuat. Memang di atas itu, goyangan kapal sangat terasa.
Pokoknya kalau penumpang ada yang langsung istirahat begitu sampai di Tarempa, itu menurut saya wajar lah. Karena, kondisi cuaca di laut memang lain dari biasanya. Pantas saja, kapal ferry dari Tangjungpinang tidak diizinkan berangkat. Informasinya kan seperti itu," bebernya.
Ardi penumpang lainnya pun juga mengalami nasib serupa. Pria yang sempat bertolak dari Tanjungpinang menggunakan pesawat terbang menuju Matak ini pun,