Heboh! Untung Rp 10 Juta Sebulan, Begini Cara Sopir Taksi Online Bikin Order Fiktif Aplikasi 'Tuyul'

Aplikasi ini disebut "tuyul" karena pengemudi online seolah-olah mendapatkan penumpang, lalu mengantarkan sampai ke tujuan

Kompas.com/Akhdi Martin Pratama
Para tersangka dan barang bukti kasus order fiktif taksi online di Mapolda Metro Jaya, Rabu (31/1/2018) 

TRIBUNBATAM.ID, JAKARTA - AA (24), pelaku modifikasi aplikasi ponsel milik para pengemudi ojek dan taksi online kini mendekam di balik jeruji besi.

AA membuat aplikasi GPS palsu dan order fiktif untuk para pengemudi online.

Aplikasi ini disebut "tuyul" karena pengemudi online seolah-olah mendapatkan penumpang, lalu mengantarkan sampai ke tempat tujuan.

Baca: Hebohkan Netizen, Roro Fitria Ungkap Pesan Misterius Ulat Nyai Roro! Ini Penampakannya!

Baca: Inilah Kisah Cinta Soeharto di Masa Muda! Terungkap Beginilah Caranya Menaksir Ibu Tien!

Baca: Heboh! Kota Misterius Ini Hanya Muncul 100 Tahun Sekali dan Hanya Terlihat Selama Satu Hari!

Baca: Mengejutkan! Bulan Kelahiran Bongkar Watak Asli Anda! Nomor 4 Paling Keren!

Baca: Ehem! Inilah 5 Artis Pemilik Bibir Manja, Tetap Memesona tanpa Lipstik, Nomor 3 Paling Sensual!

Padahal, sejumlah ojek online yang curang tersebut hanya diam di tempat.

Kepada polisi, AA mengaku mendapatkan keahlian memodifikasi aplikasi ponsel tersebut dari media sosial.

Menurut AA, caranya sangat mudah dipelajari dan hanya membutuhkan waktu sekitar 10 menit untuk membuat "tuyul" pada ponsel tersebut beroperasi.

"AA memasang tarif Rp 100.000 untuk sekali pengoprekan," ujar Kasubdit Ranmor Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Antonius Agus Rahmanto kepada Kompas.com, Kamis (1/2/2018) sebagaimana dikutip TribunSolo.com.

Agus menjelaskan, AA menggabungkan dua aplikasi pada ponsel pengemudi online.

"Jadi, mereka menggunakan fake GPS untuk menentukan lokasi awal, lalu ponsel di-oprek dengan tuyul itu untuk membuat seolah-olah pengemudi benar-benar melayani penumpang," kata dia.

Agus mengungkapkan, pelanggan AA biasanya bekerja secara berkelompok.

Satu orang memiliki 10 hingga 15 ponsel yang mereka gunakan bersama-sama.

"Seperti pelanggan AA yang kami tangkap di Kembangan kemarin."

"Mereka punya satu kontrakan untuk berkumpul."

"Di sana ada 10 mitra ojek online yang tergabung dan terkumpul 170 unit ponsel yang mereka gunakan bergantian," paparnya.

Agus menambahkan, banyaknya ponsel yang dimiliki para mitra bertujuan untuk mengelabuhi perusahaan.

"Biar pelanggan yang terdeteksi enggak terkesan itu-itu aja."

"Karena satu ponsel kan bisa untuk dua akun."

"Bayangkan berapa banyak pelanggan palsu yang mungkin bisa mereka mainkan," tuturnya.

Menurutnya, hal inilah yang menyebabkan peringkat para mitra sempurna walaupun tidak benar-benar mengangkut penumpang.

"Padahal kalau begini kan mereka dapat bonus dari perusahaannya banyak, rugi kan perusahaan."

"Mereka tidak kerja, hanya duduk saja dan seolah-olah tengah melayani pelanggan, tapi perusahaan tetap mentransfer upah dan bonus mereka," sebutnya.

"Mereka itu (mitra ojek online) cuma duduk saja nih, enggak perlu ke mana-mana udah bisa dapat duit," ujar lanjut Agus.

Selain itu, ada seorang wanita bernama MCL (34) yang bertugas menjadi marketing.

Dia memasarkan jasa oprek HP kepada para mitra ojek online.

Agus mengatakan, para pengguna tuyul ini biasanya merupakan mitra resmi perusahaan ojek online.

FA, salah satu pengemudi taksi online yang menggunakan aplikasi "tuyul" mengaku mendapat keuntungan besar tanpa harus repot-repot mengantarkan penumpang dengan menggunakan aplikasi tersebut.

FA mengatakan, dengan menggunakan aplikasi tuyul itu, dalam sehari, ia dapat membuat lima hingga enam order fiktif dalam rentang waktu pukul 14.00 hingga pukul 16.00, artinya hanya butuh waktu dua jam.

"Sebulan saya bisa dapat Rp 10 juta," ujar FA ketika ditemui di Mapolda Metro Jaya.

Dengan menggunakan aplikasi tuyul, para sopir taksi online ini tak perlu repot-repot melayani pelanggan.

Mereka tinggal membuat order fiktif, lalu order tersebut diterima dirinya sendiri dengan akun lain dan secara otomatis kendaraan yang terlihat pada GPS di aplikasi bergerak seolah-olah tengah melayani penumpang.

Kasus ini telah dilporkan oleh salah satu perusahaan ojek online, Grab.

Menurut Grab, belakangan ini pihaknya sering menemui mitranya yang memiliki peringkat sempurna dalam aplikasi.

Grab mengatakan, keadaan ini sangat tak wajar.

Karena untuk mendapatkan peringkat sempurna, seorang mitra tak boleh sedikit pun melakukan kesalahan.

Padahal, menurut Grab kesalahan teknis pasti terjadi saat berada di lapangan.

"Atas dasar itu kami melakukan penyelidikan."

"Ternyata ada yang menawarkan jasa oprek ponsel yang memungkinkan mitra itu mengorder sendiri, lalu menerima orderan sendiri tapi di aplikasi seolah-olah kendaraan mereka jalan mengantarkan penumpang, padahal mereka hanya duduk saja," lanjut Agus.

Grab beri peringatan

Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata mengatakan, penggunaan aplikasi "tuyul" oleh pengemudi yang nakal menyebabkan perusahaan mengalami kerugian hingga Rp 600 juta dalam jangka waktu tiga bulan terakhir.

Ridzki menegaskan, pihaknya kini bisa mendeteksi mitra ojek maupun taksi online yang curang.

"Soal tuyul, untuk teknis mendeteksinya kami enggak bisa share secara detail, kan, bagian dari penyelidikan kami bersama polisi, tetapi memang sistem kami sekarang sudah bisa mengidentifikasi jika mitra itu memainkan atau mencurangi," ujarnya ketika dihubungi, Jumat (2/2/2018).

Menurut dia, Grab memiliki aplikasi khusus yang dapat mendeteksi otomatis para mitra yang melakukan order fiktif.

"Ada tim khusus untuk mendeteksi, itu enggak manual kami lihat satu per satu, enggak, itu otomatis," kata dia.

Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan 12 tersangka.

Sebanyak 10 di antaranya adalah pengemudi ojek maupun taksi online.

Pada tersangka AA dikenakan Pasal 30 ayat (3) Jo Pasal 46 dan atau Pasal 32 ayat (1) Jo Pasal 48 Undang-Undang RI No.19 Tahun 2016 perubahan Undang-Undang RI No.11 Tahun 2008 tentang ITE, dengan ancaman pidana penjara paling lama 8 tahun.

Sedangkan para mitra ojek online dikenakan Pasal 30 ayat (3) Jo Pasal 46 dan atau Pasal 32 ayat (1) Jo Pasal 48 dan atau Pasal 35 Jo Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang RI No.19 Tahun 2016 perubahan Undang-Undang RI No.11 Tahun 2008 tentang ITE dengan ancaman pidana 8-12 tahun dan atau Pasal 378 KUHP dengan pidana pejara paling lama 4 tahun. (Kompas.com)

Sumber: Tribun Solo
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved