Soal THR dan Gaji ke-13 PNS dari APBD, BPK: Ada Potensi Jadi Masalah Hukum

"Pengeluaran tanpa persetujuan DPRD bisa dianggap melampaui kewenangan yang ada,"kata Harry Azhar Azis.

shutterstock
Ilustrasi 

Syarifuddin menjelaskan, penggelontoran THR dan gaji ke-13 bisa dikategorikan mendesak merujuk Peraturan Pemerintah 58 tahun 2005 pasal 61 ayat 3, yaitu pengeluaran untuk belanja wajib dan belanja mengikat.

"Jangan lupa, Undang-Undang 1 tahun 2004 (tentang perbendahaan negara), disebutkan kepala pemerintahan daerah mempunyai kewenangan menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD. Artinya, apa? Bahwa pada kondisi tertentukepala dawerah boleh melakukan penggeseran sendiri, dengan syarat yang ketat, tanpa dibahas dulu melalui DPRD," papar Syarifuddin.

Pangkal permasalahan THR dan gaji ke-13 bermula ketika pada 23 Mei lalu Presiden Joko Widodo memutuskan untuk mengeluarkan Tunjangan Hari Raya (THR) dan gaji ke-13 untuk pegawai negeri sipil (PNS), pensiunan PNS, dan para anggota DPRD.

Total yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk pembayaran gaji ke-13 dan THR adalah Rp35,76 triliun atau 69 persen lebih banyak dari jumlah tahun lalu.

Dana tersebut berasal dari APBN dan APBD. Adapun dana APBD dipakai untuk membayar PNS yang bekerja pada pemerintahan daerah, Gubernur, Bupati, Wali Kota dan wakilnya, serta anggota DPRD.

Baca: BREAKINGNEWS: Berapa THR Bupati, Wakil Bupati dan Ketua DPRD Bintan? Ini Besaran THR Mereka!

Baca: Soal THR dari Komponen TKD, Wawako Batam: Anggaran Kita Memang Terbatas

Surat edaran Mendagri

Untuk menegaskan penyaluran APBD dalam membayar PNS di daerah dan angggota DPRD, pada 20 Mei lalu Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menerbitkan Surat Edaran bernomor 903/3386/SJ.

Tjahjo memerintahkan kepada gubernur untuk membayarkan THR Idulfitri kepada PNS dan anggota DPRD pada pekan pertama Juni 2018. Kemudian, pembayaran gaji ke-13 digelontorkan pada pekan pertama Juli 2018.

Tjahjo juga menerbitkan surat edaran bernomor 903/3387/SJ. Isinya sama. Hanya saja, surat edaran itu ditujukan kepada bupati dan wali kota.

Besaran THR dan gaji ke-13 dirincikan dalam surat edaran itu. Untuk kepala daerah dan pimpinan DPRD, THR dan gaji ke-13 meliputi gaji pokok atau uang representasi, tunjangan keluarga serta tunjangan jabatan. Sedangkan bagi PNS Daerah ditambah satu komponen lagi, yaitu tunjangan kinerja.

Masalahnya, pengeluaran tunjangan itu tidak ada dalam APBD.

Tjahjo memerintahkan pemerintah daerah menyediakan anggaran dengan cara melakukan penggeseran anggaran dananya bersumber dari Belanja Tak Terduga, penjadwalan ulang kegiatan, dan/atau menggunakan kas yang tersedia.

Perintah itu mendatangkan kritik dari akademisi Universitas Indonesia di bidang keuangan daerah, Lina Miftahul Jannah.

"Harus ada pembahasan dari DPRD. Nggak bisa kita bicara hanya memindah satuan anggaran dari sana dari sini. Itu semua kan sudah ketok palu peruntukannya. Nanti menganggu juga, misalnya, dana pembangunan. Padahal kan kita mau pembangunan tidak terganggu," ujarnya.

Dia mengkritik komponen dalam THR.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved