Kapal Berisi 44 WNI Karam di Johor, Diduga dari Batam atau Bintan. Satu Korban Ditemukan Tewas
Peristiwa nahas kembali menimpa kapal yang diduga mengagungkut 44 penumpang dari Indonesia.
Pada Januari 2017, belasan tenaga kerja Indonesia juga ditemukan meninggal dunia setelah kapal yang mereka tumpangi untuk masuk ke Malaysia secara ilegal tenggelam.
Baca: Kisah Pilu TKI yang Semalaman Terombang-ambing di Laut: Kami Antara Takut, Panik, Juga Pasrah
Baca: Terkait Pengamanan 71 TKI Ilegal di Nongsa. Wakpolresta Barelang: Kita Kejar Tekongnya
Sekitar 13 orang lainnya menyelamatkan diri ke dalam hutan.
Tim Perlindungan WNI KJRI Johor Bahru berusaha memberikan pertolongan kepada penumpang selamat dan mengorek informasi. Foto: KJRI JOHOR BAHRU
Peran calo dan daya tarik
Namun berbagai peristiwa tenggelamnya kapal pembawa TKI ke Malaysia secara gelap tampaknya tidak serta merta menghentikan upaya penyelundupan manusia.
Setidaknya ada dua faktor, demikian analisis Konsul Jenderal RI di Johor Bahru, Haris Nugroho.
"Memang ada faktor penarik. Orang mencari kerja, terutama tenaga kerja yang bukan profesional. Pokoknya bisa masuk ke Malaysia, orang kerja serabutan pasti dapat uang."
"Kedua adalah faktor banyaknya tekong atau calo. Dari berbagai wawancara yang kita lakukan, pendapatan calo luar biasa. Satu orang 1.000 ringgit, Rp3,5 juta."
Tim SAR Malaysia menyisir pantai Johor, sementara Satgas Perlindungan WNI KJRI Johor Bahru memberikan pertolongan di pelabuhan. Foto: KJRI JOHOR BAHRU
Implikasinya, masih menurut Haris Nugroho, calo yang berada di Indonesia akan berusaha mengirim orang sebanyak mungkin dalam satu kapal dengan mengabaikan keselamatan.
Dalam laporan tahunan edisi 2017 tentang perdagangan manusia, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menaikkan peringkat Malaysia ke level Tier 2.
Artinya, pemerintah sudah menunjukkan peningkatan upaya pemberantasan perdagangan manusia dibandingkan tahun sebelumnya tetapi belum sepenuhnya memenuhi standar minimum untuk memberantas praktik itu. (BBC Indonesia)