KRISIS EKONOMI TURKI

Dampak Krisis Ekonomi, Mata Uang Turki Terjun Bebas, Begini Efeknya Terhadap Rupiah

Hingga Jumat (10/8/2018) lalu, posisi lira anjlok 15,88 persen ke level 6,4323 per dollar Amerika Serikat (AS).

Istimewa
Ilustrasi mata uang asing terhadap rupiah 

TRIBUNBATAM.id - Dirundung krisis ekonomi, nilai tukar mata uang Turki lira merosot tajam.

Hingga Jumat (10/8/2018) lalu, posisi lira anjlok 15,88 persen ke level 6,4323 per dollar Amerika Serikat (AS).

Baca: Krisis Ekonomi Turki Merahkan Bursa 47 Negara, Rupiah Tembus Rp 14.600 per Dolar

Baca: Hanya Gara-gara Kicauan Trump, Lira Turki Pendarahan Hebat. Kebangkrutan di Depan Mata

Baca: Diambang Bangkrut, Erdogan Ajak Rakyat Turki Jual Dollar dan Euro

Dihitung sejak awal tahun, lira telah melemah 42 persen terhadap dollar AS.

Sebagai sesama mata uang emerging market, depresiasi mendalam yang dialami lira berpotensi ikut menyeret rupiah.

Apalagi, nilai tukar mata uang rupiah sendiri masih belum begitu stabil lantaran beberapa sentimen domestik maupun eksternal yang menyelimuti.

Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia Ahmad Mikail menjelaskan, indeks MSCI emerging market sudah turun sekitar 1,2 persen dalam sehari pada Jumat akhir pekan lalu.

Sementara cukup banyak saham dalam negeri yang menempati indeks tersebut.

"Net foreign sell di pasar saham domestik sepertinya akan mulai terjadi besok (Senin)," kata Mikail, Minggu (12/8/2018).

Di pasar obligasi, minat investor asing juga berpotensi mengendur. Akhir pekan lalu, yield US Treasury bertenor 10 tahun turun 1,8 persen menjadi 2,87 persen.

Sementara indeks dollar AS menanjak menembus level 96. "Ini yang akan menekan nilai tukar rupiah di perdagangan besok," ujarnya.

Kendati begitu, Mikail meyakini kurs rupiah tidak akan jatuh begitu dalam lantaran efek jatuhnya lira.

Sebab, kondisi fundamental perekonomian Indonesia masih jauh lebih kuat ketimbang Turki meski sama-sama berstatus negara berkembang.

Memang, current account deficit (CAD) Indonesia di kuartal II 2018 yang baru diumumkan melebar menjadi 3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

Namun, CAD Turki jauh lebih lebar yakni sekitar 5,5 persen.

Begitu pun dengan defisit anggaran pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) atau government deficit to GDP Turki mencapai 6 persen, sedangkan Indonesia hanya 0,75 persen.

"Dari segi rating obligasi, Turki juga hanya mendapat peringkat BB- (double B minus) dari lembaga S&P. Sementara, rating kita lebih baik yaitu BBB- (triple B minus)," kata Mikail.

Ia tak menampik, Senin (13/8/2018), kurs rupiah sangat mungkin melemah dan bergerak dalam kisaran Rp 14.600 -Rp 14.700 per dollar AS.

Namun, jika Bank Indonesia (BI) melakukan intervensi, ada peluang rupiah tetap terjaga di area Rp 14.500 per dollar AS.

Setali tiga uang, ekonom Bank Permata Josua Pardede memprediksikan kurs rupiah akan mengalami tekanan pada perdagangan hari ini.

Sentimen negatif domestik dari kondisi defisit transaksi berjalan yang melebar, ditambah dengan tekanan regional, menurut Josua, membawa nilai non deliverable forward (NDF) rupiah akhir pekan lalu mendekati Rp 14.600.

Namun, Josua meyakini BI akan mengantisipasi pelemahan rupiah dengan aksi stabilisasi dan intervensi di pasar valas maupun pasar obligasi.

"Prediksinya rupiah bergerak dalam rentang Rp 14.475-Rp 14.575 per dollar AS," kata Josua. (Grace Olivia)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved