Di Balik Operasi Kopassus Tumpas Pembajak Pesawat DC9 Woyla. Jenderal Moerdani Nekat Menyusup

Pada Selasa, 31 Maret 1981, sekitar pukul 02.30 WIB, pasukan Kopassus mulai bergerak setelah mendapat persetujuan dari pemerintah Thailand.

kolase Tribun Jabar/dok. Kompas
Operasi Pembebasan DC9 Woyla 

Penulis: Indan Kurnia Efendi

TRIBUNBATAM.id -  Tragedi pembajakan pesawat DC 9 Woyla tercatat sebagai peristiwa terorisme pertama dalam sejarah maskapai penerbangan Indonesia.

Saat itu, Komando Pasukan Sandi Yudha (Koppasandha) atau yang sekarang bernama Komando Pasukan Khusus (Kopassus) memperlihatkan kehebatannya.

Dalam arsip harian Kompas tanggal 29 Maret 1981, pada 28 Maret 1981, pesawat rute Jakarta-Medan itu transit di Bandara Talangbetutu Palembang.

Beberapa saat setelah lepas landas menuju Bandara Polonia Medan, pembajakan pun terjadi.

Para pembajak pesawat milik Garuda Indonesia itu adalah kelompok yang menamakan diri Komando Jihad.

Pesawat tersebut kemudian dibelokkan menuju bandara internasional Penang, Malaysia.

Pesawat dengan nomor penerbangan 206 itu dibajak di udara antara Palembang-Medan sekitar pukul 10.10 WIB.

Terdapat 48 penumpang di dalam pesawat. Rinciannya, 33 penumpang terbang dari Jakarta dan sisanya dari Palembang.

Pesawat akhirnya tiba di Penang sekitar pukul 11.20 WIB untuk mengisi bahan bakar.

Saat itu, pembajak menurunkan seorang penumpang bernama Hulda Panjaitan.

Pembajak juga tidak memberitahukan ke mana tujuan mereka berikutnya.

Untungnya, pesawat tersebut tidak bisa dibawa pembajak ke negara lain karena pesawat tersebut digunakan untuk rute dalam negeri sehingga tidak memiliki peta untuk rute penerbangan internasional.

Pesawat itu akhirnya diterbangkan ke Bangkok.

Puncak pembajakan pesawat DC 9 Woyla terjadi pada 31 Maret 1981, di Bandara Mueang, Bangkok, Thailand.

Operasi pembebasan pun dilakukan. Kala itu, pasukan yang diterjunkan adalah pasukan Grup 1 Kopapasandha.

Operasi tersebut di bawah komando Kepala Pusat Intelijen Strategis yang saat itu dijabat Letjen Benny Moerdani.

Sedangkan pemimpin olerasi di lapangan adalah Letkol Infanteri Sintong Panjaitan.

Pada Selasa (31/3/1981) sekitar pukul 02.30 WIB, pasukan Kopassus mulai bergerak setelah mendapat persetujuan dari pemerintah Thailand.

Operasi pembebasan pun sukses dan mendapat pujian dunia.

Kopassus hanya butuh waktu tiga menit untuk menumpas para pembajak dan membebaskan para sandera.

Melansir dari buku "Benny Moredani: Yang Belum Terungkap "(Kepustakaan Populer Gramedia bekerja sama dengan Majalah Tempo), ada cerita lain di balik kesuksesan operasi tersebut.

Ternyata, Letjen Benny Moerdani tidak masuk dalam tim penyerbuan tersebut, tetapi ia ikut menyusup ke dalam pesawat.

Saat penyerbuan, pasukan terbagi dalam lima tim. Tiga tim bertugas menyerbu ke dalam pesawat, dua lainnya bersiaga di luar.

Tim pertama dipimpin Kapten Untung Suroso yang akan masuk dari pintu darurat depan.

Tim kedua dipimpin Letnan Dua Rusman AT yang bertugas menyerbu dari pintu darurat atas sayap kiri pesawat.

Adapun pemimpin tim ketiga adalah calon perwira Ahmad Kirang yang masuk melalui pintu ekor pesawat.

Sekitar pukul 02.00, tim bergerak mendekati pesawat dengan menaiki mobil VW Komi.

Para pasukan Kopassus, termasuk Benny berdesak-desakan dalam mobil itu.

"Saya duduk di atas anak-anak. Injek-injekan," kata Benny dalam buku :Benny: Tragedi Seorang Loyalis".

Berjarak sekitar 500 meter dari ekor pesawat, para pasukan pun mulai berjalan kaki.

Saat itulah Benny menyusup ke barisan tim Ahmad Kirang.

Penampilannya berbeda dari yang lain. Benny memakai jaket hitam dan menenteng pistol mitraliur.

Letkol Infanteri Sintong Panjaitan yang menjadi pemimpin operasi lapangan menjelaskan bahwa kehadiran Benny itu di luar skenario.

"Ini di luar skenario," ujarnya dalam buku "Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando".

Namun Sintong membiarkan Benny untuk tetap dalam pasukan.

Setelah pesawat berhasil dikuasai pasukan Kopassus, Benny lagi-lagi mengejutkan Sintong.

Ia tiba-tiba masuk ke pesawat sambil menenteng pistol bersama Kolonel Teddy.

Ia kemudian menuju kokpit dan menyuruh Teddy untuk memeriksa panel elektronik Woyla.

Setelah dinyatakan aman dari ancaman bom yang diaktifkan melalui sirkuit pesawat, Benny lantas mengambil mikrofon.

"This is two zero six. Could I speak to Yoga, please?" kata Benny.

Panggilan ditujukan kepada Yoga Soegomo yang berada di ruang crisis center menara bandara.

"Operasi berhasil, sudah selesai semua," ujar Benny Moerdani melapor.

Operasi Woyla tersebut dipuji internasional sebagai aksi yanhg sukses karena tidak ada seorang pun sandera yang terluka dalam operasi tersebut.

Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Ada Jenderal 'Penyusup' di Balik Operasi Kopassus Tumpas Pembajak Pesawat DC 9 Woyla, Siapa Dia?"

Editor: Indan Kurnia Efendi

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved