Tahun Baru Islam 1 Muharam

3 Amalan Utama Tahun Baru 1 Muharram 1440 H: Puasa, Santuni Anak Yatim dan Jenguklah Orang Sakit

1 Muharam bukan sekadar peringatan tahun baru, tetapi bulan Muharam itu sendiri dianggap sebagai bulan yang menenangkan bagi semua orang

Selamat Tahun Baru Islam 1440 Hijriyah 

TRIBUNBATAM.id - Umat Islam di seluruh dunia, pada Selasa (11/9/2018), memperingati tahun baru 1 Muharram 1440 Hijriah.

1 Muharam bukan sekadar peringatan tahun baru, tetapi bulan Muharram itu sendiri dianggap sebagai bulan yang menenangkan bagi semua orang.

Kata Muharram berarti "haram" yang mengandung makna tegas larangan berperang dalam bulan ini.

Selain memanjatkan doa akhir tahun dan awal tahun baru, ternyata ada cukup banyak amalan yang bisa dikerjakan sepanjang bulan Muharram.

Baca: 1 Muharram 1440 H: Istilah 1 Suro Cukup Fenomenal. Ini Sejarahnya dalam Budaya Jawa

Baca: 1 Muharram 1440 H - Inilah Doa Awal Tahun Baru Islam 1440 H Dalam Bahasa Indonesia dan Arab

Berikut amalan yang dapat dikerjakan dikutip dari berbagai sumber:

1. Perbanyak Amal Saleh

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan dalam tafsir firman Allah ta’ala pada Surat At Taubah ayat 36,

“maka janganlah kalian menzhalimi diri kalian…, Allah telah mengkhususkan empat bulan dari kedua belas bulan tersebut. Dan Allah menjadikannya sebagai bulan yang suci, mengagungkan kemuliaan-kemuliaannya, menjadikan dosa yang dilakukan pada bulan tersebut lebih besar (dari bulan-bulan lainnya) serta memberikan pahala (yang lebih besar) dengan amalan-amalan shalih.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir)

2. Puasa hari ke-9 dan 11

Satu tahun sebelum Nabi SAW wafat, Beliau memiliki tekad untuk tidak berpuasa hari Asyuro yakni tanggal 10 Muharram, namun menambah puasa pada hari sebelumnya yakni puasa Tasu’a yang jatuh pada tanggal 9 Muharram dengan tujuan untuk menyelisihi puasa orang Yahudi Ahli Kitab.

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan jika saat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berpuasa Asyuro dan menganjurkan para sahabat untuk berpuasa, mereka berkata,

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya ini adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani”. Maka beliau bersabda, “Kalau begitu tahun depan Insya Allah kita akan berpuasa juga pada hari kesembilan (Tasu’a, untuk menyelisihi Ahli kitab)”. Ibnu ‘Abbas berkata, “Belum sampai tahun berikutnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat.”

Sebagian ulama juga menganjurkan untuk melaksanakan puasa tanggal 11 Muharram sesudah puasa Asyura.

Dari Abu Hurairah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa” (QS. At-Taubah: 36)

Meski disunnahkan berpuasa Tasu’a, terkadang seseorang tidak ingat atau memiliki halangan untuk berpuasa Tasu’a, seperti sakit, bepergian, ada pekerjaan yang berat, atau alasan lainnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah telah memberikan jawaban terhadap persoalan ini:

“Puasa hari ‘Asyura menjadi kafarat (penghapus) dosa selama satu tahun dan tidak dimakruhkan berpuasa pada hari itu saja” (Al-Fatawa Al-Kubra Juz IV; Ikhtiyarat, hlm. 10).

Senada itu, Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Tuhfah Al-Muhtaj juga menyimpulkan bahwa tidak apa-apa berpuasa pada hari itu saja.

Lajnah Daimah, lembaga riset Ilmiyah dan fatwa yang diketuai oleh Syaikh Abdul Aziz bin Bazz rahimahullah juga menyatakan pembolehan puasa ‘Asyura saja tanpa puasa Tasu’a (Fatawa al-Lajnah ad-Daimah Lil-Buhuts al-Ilmiyah wal-Ifta’: 10/401).

Jadi, berpuasa pada hari ‘Asyura saja tanpa menambah puasa Tasu’a sehari sebelumnya dibolehkan.

Tapi yang lebih utama adalah menambah puasa Tasu’a sehari sebelumnya.

Selain dua puasa tersebut, umat Muslim dapat memperbanyak amalan sunnah lain di bulan yang suci ini.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved