GKR Hemas Akan Melawan Sanksi BK DPD. Begini Komentar Sri Sultan Hamengku Buwono X
Sri Sultan mensinyalir, bisa saja keputusan tersebut karena faktor-faktor politik. Sebab, GKR Hemas tidak mengakui pimpinan DPD RI saat ini.
Akan melawan
Sementara itu, GKR Hemas sendiri menyebut keputusan pemecatannya dari DPD tak berdasarkan hukum, tapi politis. Atas itu, dia tengah melakukan perlawanan secara hukum.
Hemas mengatakan, pemberhentian dirinya dari keanggota DPD RI oleh BK adalah melanggar Pasal 313 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Pasal tersebut mengatur, anggota DPD RI dapat diberhentikan sementara karena: a. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 ( lima) tahun; atau (b) menjadi terdakwa dalam tindak pidana khusus.
Selain itu, sanksi yang dijatuhkan BK juga telah mengesampingkan Tata Tertib DPD RI. Yakni, anggota diberhentikan sementara kalau yang bersangkutan melanggar pidana dan menjadi terdakwa.
Ia menjelaskan, ketidakhadiran dirinya dalam sidang dan rapat-rapat di DPD belakangan ini bukan tanpa alasan. Menurutnya, sejak OSO dan kawan-kawan mengambil alih kepemimpinan DPD RI secara ilegal, maka saat itu juga dirinya dan sejumlah temannya tidak mengakui kepemimpinan OSO.
"Maka kalau saya hadir dalam sidang yang dipimpin OSO dan kawan-kawan berarti secara langsung mengakui kepemimpinannya," kata GKR Hemas dalam keterangan tertulis, Jumat (21/12).
Menurutnya, putusan Mahkamah Agung (MA) tidak pernah menyatakan benar dan sah pengambilalihan tersebut. Hemas juga menegaskan bukan menolak personal OSO sebagai pimpinan DPD. Namun, cara OSO mengambil alih kepemimpinan itu sendiri.
Menurut Hemas, hukum harus adil dan ditegakkan dan idak boleh ada warga yang kebal hukum maupun berada di atas hukum. "Kalau saya menutup mata akan hal ini, terus buat apa saya jadi anggota DPD RI," ucapnya.
"Bahwa DPD adalah lembaga politik, maka harus diakui keputusannya pasti politik. Akan tetapi, Hemas menolak kompromi politik di atas DPD. Sebab, ia lebih berpegang pada prinsip negara Indonesia adalah negara hukum," imbuhnya. (*)