Kisah si Penguak Mafia Pengaturan Skor Sepak Bola - Sudah Tekor Rp 3 Miliar Kini Trauma

Jemari terasa dingin, tubuh dan pikiran lelah dirasakan mantan Manajer Persibara Banjarnegara, Jawa Tengah, Lasmi Indaryani

bolasport.com
Lasmi Indaryani, si penguak mafia pengaturan skor sepakbola di tanah air. 

TRIBUNBATAM.ID, JAKARTAManajer Persibara Banjarnegara, Jawa Tengah, Lasmi Indaryani semula dengan lantang menguak modus mafia sepakbola di tanah air.

Lasmi Indaryani merupakan sosok paling awal yang berani bersuara mengenai desas-desus adanya mafia sepakbola itu. 

Tapi kini Lasmi Indaryani harus merasakan konsekuensi yang tak terpikirkan sebelumnya. Ia trauma menghadapi masalah ini.  

Jemari terasa dingin, tubuh dan pikiran lelah dirasakan mantan Manajer Persibara Banjarnegara, Jawa Tengah, Lasmi Indaryani usai diperiksa dalam sidang Komite Disiplin PSSI di Jakarta, Selasa (8/1/2019).

Lasmi merupakan salah seorang yang mengungkap pengaturan pertandingan sepak bola di Indonesia dalam program stasiun televisi.

Baca: Wasit PSSI Diringkus Satgas Mafia Bola - Sepakat Menangkan Tim Tertentu Langsung Cair Rp 45 Juta

Baca: Skandal Pengaturan Skor - Satgas Antimafia Bola Periksa Vigit Waluyo yang Ditahan Dalam Kasus Lain

Baca: Ucapan Imlek 2019 dan Ramalan Shio di Tahun Babi Tanah. Kemakmuran Shio Tikus

Dia dipanggil Komdis PSSI terkait informasi yang diketahuinya tentang pengaturan pertandingan yang melibatkan Persibara Banjarnegara dalam kompetisi Liga 3.

Meski telah ditemani pengacaranya, Boyamin Soiman, Lasmi mengaku gugup saat berhadapan dengan anggota Komdis PSSI selama tiga jam pemeriksaan. Menurut Lasmi, pemeriksaan tersebut seperti ujian.

"Ini tangan saya masih dingin, sampai sekarang ini juga masih dingin. Yang pasti lelah ya energi saya," kata Lasmi saat ditemui di Kantor Komisi Disiplin PSSI, Kuningan, Jakarta Selatan (8/1/2019).

Lasmi menceritakan, dirinya mengalami trauma sehingga baru bisa memenuhi panggilan setelah mangkir dari dua panggilan dari Komdis PSSI.

Hal itu dikarenakan sejumlah petinggi PSSI yang dikenalnya ternyata sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditangkap oleh pihak kepolisian karena kasus pengaturan skor. Di antaranya adalah ditangkapnya anggota Komdis PSSI, Dwi Irianto atau Mbah Putih.

"Saya syok karena Mbah Putih orang yang saya kenal di Komdis dan ternyata juga tersangka. Pak Johar Lin Eng orang yang saya percaya di Jateng, exco PSSI, panutan saya juga, ternyata beliau jiga tersangka. Jadi bagaimana saya mau percaya ketika dipanggil Exco dan Komdis kalau ada tersangka di dalamnya?" ujarnya.

Meski demikian, Lasmi akhirnya bisa menghapus rasa trauma itu ketika panggilan Komdis PSSI pada Selasa.

Ia mengaku sadar jika Komdis PSSI juga membutuhkan keterangannya juga untuk mengembangkan sejauh mana pengaturan skor terjadi di Liga 3, khususnya yang terkait dengan klub Persibara Banjarnegara yang pernah dipimpinnya.

Johar Ling Eng, anggota Exco PSSI
Johar Ling Eng, anggota Exco PSSI (DOK PSSI)

"Saya memberanikan diri saat sudah berjalan dan ternyata mereka welcome ke saya, tidak semenakutkan apa yang saya bayangkan sebelumnya," kata Lasmi.

Tekor Rp 1,3 Miliar

Dalam persidangan tertutup Komdis PSSI itu, Lasmi mengaku membeberkan bagaimana dirinya sebagai manajer Persibara dirugikan hingga Rp1,3 miliar. Nominal tersebut merupakan dana yang dikeluarkannya untuk sejumlah pihak sebagai syarat agar Persibara Banjarnegara bisa naik kasta dari Liga 3 ke Liga 2.

"Mereka itu (masyarakat Banjarnegara) bilang ke saya kenapa saya mundur jadi manajer, Persibara harusnya ke Liga 2 terus ke Liga 1. Saya harus bagaimana, saya sudah keluar Rp1,3 miliar ibaratnya. Boro-boro ke Liga 1, ini mau ke Liga 2 saja ketemu mafia dan harus tertipu miliaran," ungkapnya.

Ia mengatakan, uang lebih Rp 1 miliar itu digunakan untuk berkontribusi di PSSI hingga tawaran main sebagai tuan rumah di 32 besar Liga 2.

"Untuk yang kontribusi terhadap PSSI, saya training camp jadi manajer timnas putri, itu keluar hampir Rp285 juta. Mereka bilang akan mengganti 50 persen pengeluaran itu, tapi sampai sekarang saya belum terima sepeser pun," ungkap Lasmi.

Selain itu, Lasmi juga mendapatkan tawaran jika klubnya dapat menjadi tuan rumah di 32 besar nasional Piala Indonesia. Namun, syaratnya lapangan pertandingan bertempat di Magelang dengan biaya Rp600 juta.

"Kami tolak karena enggak masuk akal. Kami tuan rumah kok main di Magelang. Akhirnya kami diiming-imingi lagi main di Banjar dengan uang Rp225 juta dengan perjanjian uang akan kembali jika tak jadi tuan rumah," kata Lasmi.

Nyatanya, saat Persibara Banjarnegara mundur dari kompetisi tersebut, Lasmi tak mendapatkan uang pengganti. Dia justru mendapatkan rincian para petinggi PSSI yang menerima uang tersebut.

"Rinciannya tertulis untuk Pak Johar, untuk Mbah Putih, untuk wasit yang saya enggak tahu siapa namanya. Intinya yang menang bayar, yang kalah bayar. Itu yang membuat ayah saya berpikir ini sudah enggak beres dan saya pun mundur sebagai manajer," cerita Lasmi.

Ke depannya, Lasmi mengaku siap dengan situasi apa pun, terlebih jika dirinya kembali dipanggil Tim Satgas Anti Mafia Bola, atau yang terburuk sekali pun, yakni senasib dengan PSMP Mojokerto yang dihukum PSSI karena terlibat pengaturan skor.

Dwi Irianto atau yang akrab disapa Mbah Putih diciduk Satuan Petugas (Satgas) Anti Mafia Bola di Hotel New Saphire, Yogyakarta, Jumat (28/12/2018) sekira pukul 10.00 WIB.
Dwi Irianto atau yang akrab disapa Mbah Putih diciduk Satuan Petugas (Satgas) Anti Mafia Bola di Hotel New Saphire, Yogyakarta, Jumat (28/12/2018) sekira pukul 10.00 WIB. (Ist/Tribun Jogja)

"Saya sudah siap jika memang diberikan sanksi oleh Komdis kepada saya dan Persibara. Sebelum itu pun saya sudah mundur sebagai manajer Persibara, dan saya masih trauma karena selama masih ada mafia di persepakbolaan kita," pungkasnya.

Sementara itu, Ketua Komisi Disiplin PSSI Asep Edwin belum mau menjelaskan secara detail apa saja yang dibahas dalam sidang bersama Lasmi selaku mantan manajer Persibara itu.

Dirinya hanya mengatakan bahwa FIFA sebagai otoritas tertinggi sepak bola dunia sudah meluncurkan program perlindungan kepada para whistleblower yang memberikan informasi terkait dugaan pelanggaran yang mencederai nilai-nilai dalam sepak bola.

"Kita belum memtuskan tapi nanti akan kami sampaikan yang intinya berkaitan dengan dugaan suap atau pemerasan, kita belum tahu," ujar Asep Edwin.(*)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved