BATAM TERKINI

Batam Jadi Kota Pariwisata Yang Nyaman Sulit Tercapai, Keberadaan Gepeng di Jalanan Jadi Penghambat

Harapan Batam sebagai kota pariwisata, masih terganjal dengan keberadaan Gelandang dan Pengemis (Gepeng) di Kota Batam yang kian marak.

Editor: Sihat Manalu
TRIBUNBATAM.id
Pengemis - Pengemis sedang menunggu uluran tangan dari pengendara yang melintas di salah satu lampu merah di Batam. 

Diduga Ada Oknum Memobilisasi sehingga Gelandangan dan Pengemis Tetap Marak di Kota Batam

TRIBUNBATAM, id, BATAM - Harapan Batam sebagai kota pariwisata, masih terganjal dengan keberadaan Gelandang dan Pengemis (Gepeng) di Kota Batam yang kian marak.
Hal tersebut menjadi salah satu faktor ketidaknyamanan wisatawan mancanegara (Wisman) ataupun wisatawan lokal datang ke Batam.

Fenomena masalah sosial khusus di jalan di Batam selama ini, bukan isapan jempol belaka. Kepala Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Batam Hasyimah mengatakan, ada beberapa masalah sosial khusus di jalanan seperti gelendangan dan pengemis (gepeng), tuna netra, gangguan jiwa (tuna grahita), tuna daksa, dan beberapa lainnya.

Hasyimah menjelaskan, selama sekitar dua tahun ia menjabat Kepala Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Batam, berbagai tantangan ia hadapi.

DPRD Batam Sorot Penanganan Gepeng tak Serius, Kini Pengemis Mulai Marak di Beberapa Lampu Merah

Istri Ustaz Maulana Meninggal Dunia Karena Kanker Usus. Ini Gejala, Penyebab dan Cara Mengobatinya

Gubernur Kepri Nurdin Basirun Minta Setiap Individu Bisa Jadi Contoh yang Baik

“Keterbatasan anggaran dan anggota kami akan keluarkan Surat Perintah Tugas (SPT) lalu uangnya digunakan pakai apa kalau setiap hari. Meski begitu, kami tetap memang lakukan kerja sama dengan instansi lain. Misalkan Satpol PP,” katanya.

Kendati demikian, Hasyimah berpendapat, perusahaan-perusahaan yang ada di Batam yang punya beban berupa Corporate Social Responsibility (CSR) bisa membantu mengurangi masalah sosial di Batam.

Diakui Hasyimah, beberapa waktu lalu, dinasnya sudah pernah melakukan penertiban terhadap gepeng. Saat diamankan dan dibina di selter Gedung Pusat Rehabilitasi Sosial Nilam Suri yang terletak di Jalan Jalan Hang Lekiu, Nongsa, Batam berbagai persoalan dihadapi.

Sementara itu Anggota Komisi IV DPRD Kota Batam, Aman menyebut Dinsos perlu melakukan penanganan gepeng agar wisatawan yang masuk ke Batam merasa nyaman.

"Ketika Wisman ketemu di jalan dengan Gepeng pasti merasa tidak aman. Oleh karena itu harus diantisipasi dari awal. Penertiban ini juga harus jadi prioritas," ujar Anggota Komisi IV DPRD Kota Batam, Aman kepada Tribun, Minggu (20/1/2019).

Diakuinya APBD yang telah disiapkan, lanjut Aman, sudah dipastikan bisa mencukupi dalam penanganan Gepeng. Apalagi, sekarang masih awal tahun, otomatis dana seharusnya masih ready.

"Dari tahun ke tahun kita sudah melihat berapa kebutuhan anggaran untuk menyelesaikan persoalan ini," kata Aman.

Ia menambahkan Pemerintah Kota (Pemko) Batam bersama Dinas Sosial sudah bisa mengantisipasi kedatangan Gepeng ke Batam. Padahal setiap tahunnya ada yang sudah dipulangkan ke area asalnya, namun datang lagi.

"Artinya kontrolnya tidak berfungsi dengan baik. Saya menilai ada juga yang memobilisasi. Lalu ditempatkan di daerah tertentu. Jadi mestinya harus dicari sampai ke akarnya kemudian ditindak secara tegas," tutur Aman.

Dinas sosial juga harus bekerjasama dengan kepolisian ataupun Satpol PP dalam mengurangi keberdaan Gepeng. Perlu tindakan dan solusi antisipasi sejak awal.

Kepala Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Hasyimah mengatakan, ada beberapa masalah sosial khusus di jalanan. Antara lain, gepeng, tunanetra, gangguan jiwa (tuna grahita), tuna daksa, dan beberapa lainnya.

Hasyimah menjelaskan, selama sekitar dua tahun ia menjabat Kepala Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Batam, berbagai tantangan ia hadapi.

Kendati demikian, Hasyimah berpendapat, perusahaan-perusahaan yang di Batam yang punya beban berupa Corporate Social Responsibility (CSR) bisa membantu mengurangi masalah sosial di Batam.

Kalau diharapkan dari dana pemerintah terus kata Hasyimah, mustahil bisa terselesaikan masalah penertiban gepeng di Batam. Tahun 2019 ini, berdasarkan data rancangan belanja kerja Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Batam sekitar Rp 27 miliar lebih. Angka ini kata Hasyimah, sudah ada pengurangan.

"Jadi belanja gaji pegawai semua-semua Rp 21 miliar. Bukan Rp 27 miliar. Ada pengurangan. Kami dorong, CRS perusahaan bisa membantu menangani masalah sosial di Batam," katanya.

Diakui Hasyimah, beberapa waktu lalu, dinasnya sudah pernah melakukan penertiban terhadap gepeng. Saat diamankan dan dibina di selter Gedung Pusat Rehabilitasi Sosial Nilam Suri yang terletak di Jalan Jalan Hang Lekiu, Nongsa, Batam berbagai persoalan dihadapi.

"Kami sudah mulai bina, eh, tiba-tiba dua hari lari. Dijaga Satpol PP di depan, lari lewat belakang. Nah belum lagi masalah sosial keterbelakangan mental (tuna grahita). Ini kan sangat sulit. Kami minta juga, soal tuna grahita bila ada keluarga agar berperan penting. Kalau pemerintah sifatnya, hanya bagi yang tidak punya keluarga baru kami taruh di selter atau panti," paparnya.

Sementara itu, Anggota Komisi IV DPRD Kota Batam, Riky Indrakari turut menyesalkan penertiban Gelandang Pengemis (Gepeng) yang tak kunjung selesai hingga saat ini.
Ia menilai APBD Rp 9 miliar penjualan sembako murah tepat sasaran, sementara persoalan Gepeng tak kunjung selesai.

"Padahal penertiban gepeng itu bagian tugas ketertiban dalam rangka mewujudkan visi mewujudkan Batam bandar dunia Madani," ujar Riky kepada Tribun, Minggu (20/1/2019).

Terkait tidak ada anggaran, menurut Riky tak masuk diakal. Padahal itu sudah menjadi tanggung jawab Wali Kota untuk melaksanakan Perda Nomor 16 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum Kota Batam.

Diajak Mama Ngemis Cari Uang

Rela menjadi peminta-minta hanya mengikuti sang Ibu yang mencari uang untuk hidup sehari-hari. Itulah yang diungkapkan anak yang berusia 8 tahun, AI kepada Tribun.

"Ikut mama cari duit. Mama lagi duduk di sana (menunjuk ke arah lampu merah) karena dia lagi sakit," ungkap AI dengan ekspresi polosnya di salah satu tempat makan di Kampung Bule.

Ia melanjutkan jika uangnya sudah terkumpul, maka langsung diberikan kepada ibunya. Saat ditanyai uang tersebut untuk apa, ia enggan menjawabnya dan hanya tersenyum.

Sementara itu, AI mengaku belum pernah ditangkap oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Di saat teman-temannya berteriak razia, maka ia pun turut berlari menyelamatkan dirinya.
"Pernahlah kak dikejar. Tapi aku langsung sembunyi," tuturnya.

Pantauan Tribun, ada juga masyarakat lainnya yang tidak memberikan uang secara langsung, namun menawarkan makan dan minum. Ia hanya memilih untuk meminta teh obeng kepada penjual.

"Mau jalan lagi kak. Kalau makan jadi lama nanti," katanya.

Ironisnya lagi, AI mengaku sedang duduk dibangku kelas 2 Sekolah Dasar (SD) disalah satu sekolah negeri. Seusai sekolah ia langsung menyusul ibunya.
"Sekolahlah. Pulang sekolah ikut mama jalan," katanya. (rus/leo)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved