Mau Wisuda di Bandung, Begini Nasib Penumpang Wings Air yang Ngamuk Gegara Bayar Bagasi di Ketapang
Akibat kejadian ini, ia terpaksa harus menunda pelaksaan wisuda karena harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di Mapolres Ketapang
TRIBUNBATAM.id, KETAPANG - Penumpang pesawat Maskapai Wings Air yang membawa senjata tajam (Sajam) berinisial OS (23) di Bandara Rahadi Oesman Ketapang menyesali perbuatannya.
Ia mengaku terbang ke Bandung untuk menghadiri yudisium, di kampusnya, Kamis (24/1/2019) kemarin.
"Jujur saya orangnya pendendam, kalau sudah seperti ini saya menyesali perbuatan saya,” ujar OS saat diwawancarai Tribun, di Mapolres Ketapang, Rabu (23/1/2019).
OS, asal Kendawangan, Ketapang merupakan mahasiswa di sebuah Sekolah Tinggi swasta di Kota Bandung, Jawa Barat.
Akibat kejadian ini, ia terpaksa harus menunda pelaksaan wisuda karena harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di Mapolres Ketapang.
"Saya ke Bandung itu untuk kembali kuliah, dan rencananya akan yudisium, Kamis," kata OS.
• Naik Lion Air Bagasi Harus Bayar, Begini Reaksi Penumpang Saat Ditawari Beli Oleh-oleh di Bandara
• VIDEO - Duit Tak Cukup, 3 Pria Ini Kaget Harus Bayar Bagasi Rp 1,07 Juta. Terpaksa Patungan & Hutang
• VIDEO - Bagasi Bayar, Harga Tiket Pesawat Mahal, Penumpang Sepi, Simak Curhatan Para Porter Ini
• Sejak Bagasi Bayar, Omset Turun Drastis. Penjual Oleh-oleh: Biasa Rp 6 Juta Sekarang Rp 2 Juta
“Ke depan untuk yudisium itu, entah ditunda atau dibatalkan saja, saya tidak tahu," imbuhnya.
OS mengaku terpancing emosi saat pihak dari maskapai Wings Air menjelaskan total harga bagasi yang harus dilunasi.
OS mengaku tidak terima harus membayar Rp 671 ribu untuk barang yang dibawanya di konter check-in.
"Barang yang saya bawa itu beratnya 10 Kg, terus mereka mengenakan biaya Rp 600 ribuan. Terus saya tanya per kilonya berapa? Meraka jawab Rp 25 ribu untuk dari Ketapang ke Pontianak, terus saya hitung biayanya tidak sesuai dengan yang mereka pinta. Di situ terjadi cek-cok dan tidak ada solusi, maka saya ambil tas dan emosi saya meluap," tutur OS.
Dengan emosi yang meluap, OS memutuskan mengambil senjata tajam miliknya di indekos temannya yang tidak jauh dari bandara.
OS berniat menghampiri pihak maskapai Wings Air yang berada di konter check-in, lantaran tidak diberikan solusi atas barang bawaannya.
"Itu saya belum kesurupan, mungkin kalau saya kesurupan bisa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” katanya.

Maskapai Enggan Komentar
Manajemen Maskapai Wings Air saat dikonfirmasi enggan memberikan tanggapan mengenai calon penumpangnya yang mengamuk akibat pengenaan biaya bagasi yang dinilai terlalu mahal.
Satu di antara staff maskapai, Aldi mengatakan, dirinya dan pihak manejemen lainnya tidak dapat memberikan komentar dan informasi apapun terkait kejadian tersebut.
"Maaf Bang tidak bisa komentar apa-apa. Manajer saya menyuruh untuk tidak berkomentar apapun. Maaf, yah," sebut Aldi saat ditemui di kantor manajemen Wings Air di Bandara Rahadi Oesman Ketapang.
• Tak Banyak yang Tahu, WhatsApp Punya 5 Fitur Tersembunyi Ini. Begini Cara Menggunakannya
• Kapan Jadwal Pelatihan dari Disnaker Batam Untuk Pencari Kerja Tahun 2019?
• BERITA TIMNAS - Simon McMenemy Bicara Soal Pemain Naturalisasi di Timnas: Jangan Seperti Filipina
• Ditabrak Kapal Tanker Eastern Glory, BP Batam Ungkap Bagian Jembatan II Barelang yang Rusak
Bentuk Reaksi
Anggota DPRD Kabupaten Ketapang, Abdul Sani menyebut kejadian keributan yang terjadi di Bandara Rahadi Oesman Ketapang merupakan suatu bentuk reaksi dari masyarakat, khususnya di Ketapang terhadap kebijakan Maskapai Wings Air yang saat ini telah mengenakan biaya bagasi pada setiap penumpangnya.
Ia menuding pihak maskapai sebagai suatu perusahaan penerbangan saat ini keberadaannya sudah tidak lagi melihat fungsi sosial.
"Kenaikan itu jika tidak diikuti peningkatan pelayanan ekstra atau tambahan, maka akan terjadi seperti itu. Apalagi orientasinya sudah pada keuntungan, bisnis. Maka, pemerintah sulit untuk mendukung jika orientasinya kepada keuntungan," tegas Abdul Sani.
Sani meminta kejadian itu dapat dijadikan pelajaran bagi perusahaan-perusahaan, khususnya di wilayah Ketapang.
Sani berharap ke depan, perusahaan-perusahaan untuk tidak memikirkan keuntungan atau bisnis saja, tetapi harus memperhatikan fungsi-fungsi di dalamnya khususnya fungsi sosial terhadap masyarakat.
"Sebenarnya kejadian ini memang di seluruh Indonesia, mengingat masyarakat warga Ketapang memang masih frontal. Maka terjadi lah reaksi seperti itu, semuanya harus dapat mengambil pelajaran, khususnya dalam hal ini perusahaan maskapai yang tidak hanya berorientasi kepada keuntungan, tetapi perhatikan juga fungsi dan keadaan sosial masyarakat," kata Sani. (*)