Pasangan Backpaker Rusia Viral di Malaysia. Mengemis dengan Cara Mengayun-ayunkan Bayi ke Udara
Dua pasangan Rusia mengeksploitasi bayi mereka dengan cara yang sangat berbahaya, mengayun-ayunkannya ke udara demi mendapatkan recehan
TRIBUNBATAM.id, KUALA LUMPUR - Sebuah kelompok bule asal Rusia membuat heboh di Malaysia.
Kelompok turis backpaker yang terdiri dari dua pasangan ini mengeksploitasi bayi mereka dengan cara yang sangat berbahaya, mengayun-ayunkannya ke udara, untuk mendapatkan recehan.
Atraksi eksploitasi bayi ini kemudian menjadi viral media sosial di negara tersebut dan banyak netizen mengecam tindakan bule Rusia tersebut.
Setelah viral di media sosial, kelompok ini kemudian ditangkap polisi karena tindakan mereka membahayakan bayi serta dianggap mengeksploitasi anak untuk mendapatkan uang.
Pasangan yang diketahui berasal dari Rusia dan berusia sekitar 25-30 tahun itu ditangkap polisi, Senin (4/2/2019) saat melakukan pertunjukan lainnya.
Dalam video yang diunggah oleh pemilik akun Facebook Zayl Chia Abdulla, lelaki itu terlihat memegang kaki bayinya, kemudian mengayun-ayun dan melemparkannya ke udara.
Dalam video berdurasi 90 detik itu, sang bayi terlihat tidak menggunakan baju, hanya memakai popok saat diperlakukan ayahnya seperti bola.
• TEGA! Ayah-Ibu Bercerai, Anak Dijual dan Uangnya Dibagi Dua. Kakek pun Bertindak
• Siswi SMA Terlibat Prostitusi Online di Jakarta, Polisi: Mereka Menyediakan Live Show Hingga Open BO
• Bintang Barcelona Lionel Messi & Ronaldinho Bakal Sambangi Indonesia,Ramaikan Turnamen Sepakbola Ini
Sementara, sekelompok bule lainnya mencoba untuk memainkan instrumen tradisional dan melantunkan mantra ketika mereka meminta sumbangan dari kerumunan penonton.
Beberapa orang yang menonton pertunjukan itu terdengar mengecam dalam Bahasa Melayu, "Bodoh, kenapa Anda bisa melakukan itu?"
Zayl Chia Abdullah mengatakan, video itu dia ambil di Bukit Bintang, sebuah distrik perbelanjaan dan clubbing di Kuala Lumpur yang populer di kalangan turis asing.
Zayl mempertanyakan, mengapa pihak berwenang membiarkan perilaku semacam itu terjadi dan menyerukan agar "pengemis jalanan" ini ditangkap.
Backpaker --istilah pelancong yang biasa berpergian dengan dana murah-- kadang berubah menjadi cara kelompok pengemis dari berbagai negara untuk mencari uang di jalanan.
Ada yang mengamen, mengemis, membuat atraksi aneh atau menjual pernak-pernik untuk mendanai petualangan mereka sehingga istilah kelompok ini pun dipelesetkan dari backpaker menjadi begpacker.
Namun, selagi tidak melanggar hukum tentu saja hal ini sah-sah saja.
Kasus yang dilakukan oleh kelompok turis Asia ini memicu tuduhan pelecehan anak dan melakukan eksploitasi terhadap anak untuk mendapatkan uang.
Zayl mengatakan bahwa para penonton telah menyuruh orang itu untuk berhenti tetapi “Dia hanya berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Dan polisi? Mereka ada di mana-mana. Tapi tidak ada yang peduli, sehingga saya membagikan hal ini,” katanya.
Benar saja, dalam 36 jam setelah video tersebut diunggah, sudah ditonton ribuan kali, sebagian dibagikan di Twitter.
Banyak yang mengkritik lelaki itu karena tidak bertanggung jawab meskipun ada juga netzen yang menyebutnya sebagai yoga ayunan bayi.
Namun, para aktivis dan profesional medis berpendapat bahwa latihan ini menempatkan anak-anak dalam risiko besar dan harus diklasifikasikan sebagai pelecehan anak.
Para pengemis internasional yang menggunakan istilah "backpaker" untuk mengemis ini menjadi pemandangan yang semakin umum di Asia Tenggara dalam beberapa tahun terakhir.
Para pengamat pariwisata bahnyak yang tidak terkesan dengan cara mereka mendapatkan uang untuk membiayai perjalanan mereka sehingga mendesak pemerintah untuk bertindak.
Beberapa pemerintah telah melembagakan langkah-langkah untuk mengendalikan tren ini.
Thailand saat ini mewajibkan para pelancong yang masuk ke negara itu memiliki setidaknya uang 20.000 baht atau sekitar Rp 9 juta sebelum masuk ke negara itu.
Otoritas pariwisata Vietnam juga mengeluarkan peringatan kepada para warga negara asing yang mencoba-coba menghasilkan uang tanpa izin kerja.
"Mereka seperti epidemi sekarang," kata sebuah kelompok pariwisata yang menampilkan sejumlah foto bagaimana turis asing menjadi pengemis.
"Ini adalah gerakan hippie baru yang merusak pariwisata," kata kelompok itu seperti dilansir South China Morning Post.