BATAM TERKINI

Berstatus FTZ Tapi Aturan Berbelit-belit, Ketua Apindo Batam : Kami Mau FTZ Sepenuhnya!

Status kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (KPBPB) atau lebih FTZ di Batam banyak menuai keluhan dan dianggap berbelit-belit.

Penulis: Dewi Haryati |
TRIBUNBATAM.id/ALFANDI SIMAMORA
Ketua Apindo Batam, Rafki Rasyid 

Apa yang diinginkan pelaku usaha dari keberadaan FTZ di Batam?

"Kita mau Batam betul-betul diberlakukan FTZ sepenuhnya. Keluar masuk barang dibebaskan. Tidak ada aturan yang berbelit, bahkan sampai harus diurus ke Kementerian izinnya. Pelabuhan dijalankan dengan efisien dan dengan peralatan yang modern," ujarnya.

Di sisi lain, Rafki mengatakan, berbagai aturan yang ada di Batam saat ini, muncul akibat dulu sering dikeluhkan barang-barang dari Batam banyak yang masuk ke wilayah lain di Indonesia.

Terkait hal ini, tentunya dibutuhkan kesiapan dan kesigapan aparat terkait untuk mencegahnya.

"Bukan malah membuat aturan yang akhirnya memberatkan dunia usaha di Batam. Contohnya persyaratan yang tertuang dalam PMK 229/2017. Itu dianggap terlalu rumit bagi dunia usaha. Contohnya untuk mendapatkan Surat Keterangan Asal (SKA) dan Program IT Inventory yang diminta sebagai syarat dalam PMK itu, terlalu sulit untuk dipenuhi," kata Rafki.

Sementara itu, soal keluhan FTZ juga disampaikan Wakil Ketua Koordinator Himpunan Kawasan Industri (HKI) Kepri, Tjaw Hioeng.

Satu di antaranya soal, masih adanya aturan di Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang tidak mengecualikan KPBPB, baik di Batam, Bintan dan Karimun untuk barang-barang yang masuk dalam kategori pembatasan impor.

"Ini sebenarnya masalah yang dihadapi semua perusahan industri yang berbasis ekspor. Mereka butuh raw material yang tidak tersedia di Batam maupun Indonesia. Setelah dicek, HS code barang tersebut masuk dalam kategori pembatasan sesuai Permendag.

Karena di Permendag memerlukan persetujuan impor dan persetujuan ekspor untuk kategori barang-barang tertentu, sehingga harus diurus melalui inatrade," kata Ayung, sapaannya.

Hal lainnya, butuh LS yaitu laporan survei untuk barang-barang tersebut. Ayung mengatakan, LS ini menjadi suatu kewajiban dan harus disertakan di dalam Pemberitahuan Impor Barang (PIB).

Padahal bahan baku tersebut untuk produksi, bukan untuk dipasarkan.

"Namanya FTZ yang harusnya di luar daerah pabean kan. Tapi ada aturan lain yang tidak sinkron dengan aturan FTZ," ujarnya. (wie)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved