BATAM TERKINI

JPU Tidak Bisa Perlihatkan Barang Bukti Kapal, Penasihat Hukum Laporkan Jaksa ke Jamwas

Ini seolah-olah mengadili perkara yang tidak ada barang buktinya. Jadi kapal itu sudah tidak ada. Itu keanehannya persidangan ini. Aneh JPU menunjukan

TRIBUNBATAM.id/FILEMON HALAWA
Ketua Majelis Hakim Taufik Abdul Halim Nainggolan (kemeja hijau) saat memimpin sidang di tempat yang berlangsung di halaman kantor Kejari Batam, untuk melihat barang bukti yang merupakan barang bukti dalam perkara pencurian, perusakan dan pemotongan Kapal Robray T-4, Selasa (19/2/2019) 

JPU Tidak Bisa Perlihatkan Barang Bukti Kapal, Penasihat Hukum Laporkan Jaksa ke Jamwas

TRIBUNBATAM.id, BATAM – Sidang terdakwa Edy Ilham Mubarak dan Marjoni pada perkara Kapal Robray T-4 memasuki babak baru.

Pada Selasa (19/2/2019) sidang kembali digelar oleh Ketua Majelis Hakim Taufik Abdul Halim Nainggolan. Dengan agenda persidangan di tempat.

Sidang di tempat digelar di halaman Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam di Batam Center.

Dihadiri kedua terdakwa, Niko Nixon Situmorang Penasihat Hukum (PH) terdakwa 1 Edy Ilham Mubarak, Rudi Sirait PH dari Marjoni, Taufik Abdul Halim Nainggolan.

Perkara Masih Disidangkan di Pengadilan, Barang Bukti Kapal Malah Dijual dan Dipotong

Debat Capres Lebih Banyak Hiburannya, Mahfud MD Sebut Pilihan Orang di Pilpres 2019 Sudah Final

Bebas Murni, Ini Kalimat Pertama Adik Abu Bakar Baasyir, Noeim Baasyir Usai Keluar Penjara

3 Jenderal TNI yang Jadi Teladan. Mulai Ditilang Polisi Hingga Dihardik Bintara Karena Salah Parkir

Kemudian Jaksa Penuntutu Umum (JPU) Zulna Yosepha, Rumondang Manurung dan Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri (Kasi Pidum Kejari) Batam Filpan Fajar Dermawan Laia.

Niko Nixon Situmorang miris melihat persidangan di tempat itu. Sebab katanya, Kapal Robray T-4 yang menjadi objek dalam dugaan pencurian sebagaimana dakwaan JPU.

Ia mengatakan, apa yang diberitahu pada persidangan di tempat tadi, tidak sesuai di BAP dan dibantah oleh kliennya.

“Kemudian barang bukti kapal sekarang tidak ada lagi di tempat. Ini seolah-olah mengadili perkara yang tidak ada barang buktinya. Jadi kapal itu sudah tidak ada. Itu keanehannya persidangan ini. Aneh JPU menunjukan barang bukan sesunggunya,” kata Niko Nixon Situmorang.

Ketidaksesuaian barang bukti yang ditunjukan JPU, Niko Nixon Situmorang sempat mempertanyakan saat sidang di tempat. Hanya saja, alasan JPU kepada Niko Nixon tidak tepat.

Ketua Majelis Hakim Taufik Abdul Halim Nainggolan (kemeja hijau) saat memimpin sidang di tempat yang berlangsung di halaman kantor Kejari Batam, untuk melihat barang bukti yang merupakan barang bukti dalam perkara pencurian, perusakan dan pemotongan Kapal Robray T-4, Selasa (19/2/2019)
Ketua Majelis Hakim Taufik Abdul Halim Nainggolan (kemeja hijau) saat memimpin sidang di tempat yang berlangsung di halaman kantor Kejari Batam, untuk melihat barang bukti yang merupakan barang bukti dalam perkara pencurian, perusakan dan pemotongan Kapal Robray T-4, Selasa (19/2/2019) (TRIBUNBATAM.id/FILEMON HALAWA)

“Kita pertanyakan mana barang bukti kapal itu. Jawaban JPU loh ini kan tidak masuk dalam BAP. Padahal ada gugatan perdata yang mengakibatkan bahwa kapal itu masih dalam objek sangketa,” katanya.

Ia menambahkan, dari 23 item barang bukti yang didakwakan JPU kepada kedua terdakwa hanya ada empat item yang berhasil dihadirkan, yakni plat besi kapal.

”Dan bahkan, empat bukti yang diajukan ini tidak diketahui sama sekali oleh klien kami. Berarti bukan ini,” ujar Nixon lagi.

Niko Nixon Situmorang menuding JPU bermain-main dalam perkara kliennya. Sebab, menurutnya, pada apa yang menjadi dakwaan, harus bisa dibuktikan oleh JPU. Justru sebaliknya.

JPU dan Kasi Pidum Kejari Batam Filpan Fajar Dermawan Laia dinilai dakwaan mengada-ada hanya oleh karena faktor tertentu.

Kepada Jokowi, Soerya Laporkan Peta Kekuatan di Kepri: Kita Harus Menang Signifikan

Kepada Jokowi, Soerya Laporkan Peta Kekuatan di Kepri: Kita Harus Menang Signifikan

Istri Wagub Jatim Arumi Bachsin Alami Pendarahan Hebat, Ternyata Keguguran

Pria Ini Cekoki Pacar dengan Miras Oplosan Lalu Mencekiknya Hingga Tewas dan Preteli Perhiasan

Laporkan Jaksa ke Jamwas

Atas kondisi itu, Niko Nixon Situmorang berang terhadap JPU Kasi Pidum Kejari Batam Filpan Fajar Dermawan Laia dan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Batam Dedie Tri Hariyadi.

Niko Nixon Situmorang mengatakan, seharusnya, dalam dakwaan kapal itu bisa dihadirkan oleh jaksa sebagai bukti hasil kejahatan seseorang.

“Kalau tidak ada barang bukti lalu kok berhak mendakwa seseorang. Ini masalah nasib orang. Kami akan laporkan kejaksaan Batam di Jamwas Kejagung RI. Ini Persoalannya panjang jadinya. Ini tak mungkin kami diam,” kata Niko Nixon Situmorang.

Niko Nixon Situmorang menilai, secara etika profesi sudah menyurati jaksa perihal untuk menghadirkan barang bukti berupa kapal sesuai dalam dakwaan.

Namun hasilnya tidak ada. Seolah jaksa bungkam dan menyembunyikan boroknya atas kesalahan yang dilakukan menurut pengacara.

“Ini tak bisa dibiarkan,” katanya.

Foto kapal Robray T-4 dalam berkas perkara yang disidangkan di Pengadilan Negeri Batam. Kapal tersebut kini sudah tidak berbentuk lagi setelah dijual ke pihak lain
Foto kapal Robray T-4 dalam berkas perkara yang disidangkan di Pengadilan Negeri Batam. Kapal tersebut kini sudah tidak berbentuk lagi setelah dijual ke pihak lain (TRIBUNBATAM.id/ISTIMEWA)

Niko Nixon tambah berang, lantaran informasi yang ia dengar, Kapal Robray T-4 sudah digergaji dijadikan barang skrap untuk dijual per kilogram.

“Tetapi bukan itu yang mencengangkan, ternyata kapal berbobot enam ribu ton ini hilang sejak mereka di penjara. dipotong, kapal yang 5000 ton lagi hilang sampai sekarang,” tambahnya.

Perkara Masih Disidangkan di Pengadilan, Barang Bukti Kapal Malah Dijual dan Dipotong

Pada sidang sebelumnya, Kapal Robray T-4 yang merupakan barang bukti dalam perkara pencurian, perusakan dan pemotongan dengan terdawka Edy Ilham Mubarak Amir, diketahui sudah dijual ke pihak lain.

Hal ini terungkap dari keterangan Tan Sooh Whye sebagai saksi dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Batam beberapa waktu lalu.

Majelis Hakim menanyakan kondisi kapal yang disengketakan itu, namun dijawab oleh Tan Sooh Whye Direktur PT Asetanian Pte Ltd, bahwa kapal dengan nama Robray T-4 itu sudah dijual ke pihak lain.

Padahal dalam perkara tersebut kapal yang dijadikan objek perkara itu, dijadikan bukti yang menjerat terdakwa Edy Ilham Mubarak Amir untuk diadili.

"Sekarang dimana kapalnya, apa saja yang dirugikan atas perbuatan terdakwan ini," tanya Hakim Taufik Abdul Halim Nainggolan kepada saksi Tan Sooh Whye saat itu.

Terdawka Edy Ilham Mubarak Amir saat mengikuti sidang di Pengadilan Negeri Batam dalam perkara melakukan pencurian dan memotong bangunan kapal Robray T-4
Terdawka Edy Ilham Mubarak Amir saat mengikuti sidang di Pengadilan Negeri Batam dalam perkara melakukan pencurian dan memotong bangunan kapal Robray T-4 (TRIBUNBATAM.id/ZABUR)

Kemudian dijawab oleh Tan Sooh Whye, bahwa kapal tersebut sudah dijual ke pihak lain.

Mendengar jawaban saksi itu, Majelis Hakim yang mengadili perkara pencurian sempat kaget. Karena kapal Robray T-4 merupakan barang bukti dan perkaranya masih di sidang.

Dengan dijualnya kapal tersebut ke pihak lain, Majelis Hakim menanyakan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU), Jaksa Nani Herawati dan Jaksa Rumondang Manurung.

JPU malah menjawab pertanya Majelis Hakim tetang barang bukti yang dijual itu, dan sebutkan bahwa kapal Robray T-4 tidak disita dan tidak dimasukkan ke dalam berkas.

Padahal dalam sidang sebelumnya, Majelis Hakim melihatkan foto-foto kapal yang ada di dalam berkas perkara dengan terdawka Edy Ilham Mubarak Amir.

Dari pantauan di Galangan Kapal Kodja Bahari Kabil Kecamatan Nongsa Kota Batam beberapa waktu lalu, tempat kapal Robray T-4 sedang berlangsung pemotongan kapal tersebut.

Kondisinya pun sudah tidak berbentuk kapal lagi dan hampir semua bangunan kapal dipotong atau discrab.

Kondisi kapal Robray T-4 yang masih dalam disidangkan, saat ini tinggal cerobong asap kapal setelah dijual kepihak lain
Kondisi kapal Robray T-4 yang masih dalam disidangkan, saat ini tinggal cerobong asap kapal setelah dijual kepihak lain (TRIBUNBATAM.id/ISTIMEWA)

Kondisi kapal Robray T-4 yang masih dalam disidangkan, saat ini tinggal cerobong asap kapal setelah dijual kepihak lain

Dalam sidang sebelumnya, Mulyadi menejer PT Asetania Pte Ltd yang dihadirkan sebagai saksi untuk memberikan keterangan terkait perkara pencurian, perusakan dan pemotongan Kapal Robray T-4 yang dilakukan Direktur Meta Centra, Edy Ilham Mubarak Amir.

“Terdakwa ini melakukan pemotongan perusakan hingga membawa besi -besi tersebut keluar dari dok Kodja Bahari. Kemudian terdakwa jual kepada PT Sandria,” kata Mulyadi menerangkan kepada Majelis Hakim.

Selain itu, terdakwa juga mengambil boat, mesin -mesin kapal dan crane. Sehingga estimasi kerugian yang dialami pemilik Kapal Robray T-4 sekitar Rp 3 milyar.

Sementara PT Imperial Merine selaku pemilik kapal yang memberikan kepercayaan untuk penggelolahnya kepada PT Asetania Pte Ltd.

Terdakwa Edy melakukan pemotongan kapal tanpa seizin pemilik kapal yaitu Imperial Marine SA yang berkedudukan di Singapura.

Hasil dan Klasemen Grup A Piala AFF U22 2019, Vietnam dan Thailand Akan Perebutkan Juara Grup

Jadwal Mata Najwa Live di Trans 7 Tema PSSI Bisa Apa Jilid 4

Hasil Akhir Vietnam U22 vs Timor Leste U22, Pesta Gol ke Gawang Timor Leste, Vietnam Pimpin Klasemen

Isu Lahan Prabowo di Aceh Makin Meluas, Kombatan GAM Ikut Dibawa-bawa

Seperti diketahui beradasarkan dakwaan JPU, dalam perkara ini pengerjaan kapal Robray T-4 dengan waktu pelaksanaan proyek selama 5 bulan.

Kapal Robray T-4 merupakan milik PT Asetanian Marine Pte Ltd dan melakukan kerja sama dengan PT Metacentra dimana Edy Ilham Mubarak Amir merupakan direktur melakukan perikatan kontrak pengerjaan kapal tersebut untuk merekontruksi menjadi lebih besar.

Lalu pada 12 November 2014 PT Asetanian Marine Pte Ltd melakukan perjanjian pembesaran ukuran kapal Robray T-4 dengan PT Metacentra dengan nama kontrak kerja pembangunan baru 120M Ware Barge 120M Hull-027(perpanjangan dan pelebaran kapal Robray T-4 dengan nomor kontrak : NB-002/MTC-ASET/XI/14 tertanggal 14 November 2014 dengan nilai kontrak sebesar 5.040.000 dolar Singapura dengan jangka waktu perjanjian kontrak selama 5 bulan.

Lalu Edy Ilham Mubarak Amir selaku direktur PT Metacentra mulai melakukan pengerjaan kapal Robray T-4 dengan menyewa lahan galangan milik PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari di daerah Nongsa Kota Batam.

Akan tetapi terhitung sejak 7 April 2015 pihak PT Asetanian Marine Pte Ltd menghentikan pekerjaan pembangunan baru 120M Ware Barge Hull-027.

Anggota kepolisian dan Kasi Pidum Kejari Batam Filpan Fajar Dermawan Laia foto bersama dengan latar belakang kapal Robray T-4 yang diperkarakan hingga disidangkan dengan terdakwa Edy Ilham Mubarak dan Marjoni
Anggota kepolisian dan Kasi Pidum Kejari Batam Filpan Fajar Dermawan Laia foto bersama dengan latar belakang kapal Robray T-4 yang diperkarakan hingga disidangkan dengan terdakwa Edy Ilham Mubarak dan Marjoni (TRIBUNBATAM.id/ISTIMEWA)

Kemudian dilakukan rapat antara PT Asetanian Marine Pte Ltd bersama PT Metacentra dan PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari pada 16 April 2015 yang dituangkan dalam Minutes Of Meeting yang ditandatangani oleh Sam Loh mewakili PT Asetanian Marine Pte Ltd, terdakwa Edy Ilham Mubarak Amir PT Metacentra dan Abdul Wahhid PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari.

Alasan dihentikan kontrak proyek pembangunan baru 120M Ware Barge kapal Robray T-4, karena PT Metacentra tidak mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan jadwal yang diperjanjikan dalam kontrak selama 5 bulan sejak dari 12 November 2014 sampai dengan akhir April 2015.

Sehingga sesuai perjanjian kontrak PT Asetanian Marine Pte Ltd memberikan pekerjaan untuk konstruksi Port Sponson Block pada bagian kapal Robray T-4 kepada PT Alusteel Engineering Indonesia.

Sebagaimana tertuang dalam Surat Amandement No. 1 To Contrak Nomor:NB-002/MTC-ASET/XI/14 New Building Of 120M Ware Barge Hull No:H-027.Kemudian disebabkan perekonomian dunia semakin lambat atau turun dan dikhawatirkan tidak ada perusahaan yang menyewa kapal Robray T-4 tersebut jika sudah selesai rekonstruksi nantinya.

Bahwa atas penghentian pekerjaan tersebut telah disepakati bersama dan PT Metacentra diminta untuk menyampaikan tagihan final atas pekerjaan yang telah dikerjakannya.

Hilang Usai Nagih Hutang Hingga Ditemukan Tengkorak, Ini 8 Fakta Kematian Arnold Sang Purnawirawan

CATAT, Mulai 23 Februari Mendatang PLN Batam Lakukan Pemadaman Bergilir Hingga 9 Jam Per Hari

Hasil Bhayangkara FC vs PSIS Semarang Berakhir Imbang, Diwarnai Insiden Pemain Pingsan di Lapangan

Jajang Mulyana Pingsan saat Bhayangkara FC vs PSIS, Suporter Tim Mahesa Jenar Berikan Doa

Berlanjut manajemen Asetanian Marine sekira bulan April 2015 melakukan rapat di PT.Dok Kodja Bahari dan dihadiri Hery Dwiridayanto, Jhoni, PT Metacentra dihadiri terdakwa Edy Ilham Mubarak Amir, PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari dihadiri Abdul Wahid, Suherman dan Shinta. dan PT Alusteel Engineering Indonesia diahdiri Bambang.

Yang mana atas penghentian pekerjaan tersebut disepakati bersama bahwa PT Mentacentra diminta untuk menyampaikan tagihan final atas pekerjaan yang telah dikerjakannya adapun material terpasang dan yang sudah dikirim tetap berada di PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari.

Oleh karena pihak PT Asetanian Marine Pte Ltd hingga di Februari 2018 belum membayarkan kesepakatan sisa pembayaran kerja sebesar 143.754 Dolar Singapura kepada PT Metacentra sehingga terdakwa berusaha untuk menguasai kapal Robray T-4 dan menjualnya kepada Paulus Junanda dengan perhitungan Rp 3 ribu per kilogram besi yang dipotong dari kapal Robray T-4.

Bahwa pada 22 Februari 2018 diadakan pertemuan di Hotel Ibis-Batam yang dihadiri oleh Paulus Junanda, Eggi Sudjana, Alianto Wijaya, Beni Tri Cahayadi, Antoni Lendra alias Boni, Sanusi dan terdakwa.

Saat itu dilakukan pembahasan terkait pemotongan kapal dan Paulus Junanda meminta Sanusi untuk mencarikan orang yang bisa memotong kapal Robray T-4.

Lalu Sanusi mencari Jausin Simare Mare tukang potong dan saat itu Sanusi memberikan uang sebesar Rp 300 juta, dengan rincian pembagian Eggi Sudjana menerima Rp 75 juta, Paulus Junanda menerima Rp 50 juta, Edy Ilham Mubarak Amir sebesar Rp 75 juta, Alianto menerima Rp 60 juta, Antoni Lendra dan Beni Tri Cahyadi menerima uang sebesar Rp 40 juta.

Kemudian pada 26 Februari 2018 dilakukan pertemuan antara Jausin Simaremare dengan Paulus Junanda.

Pada saat itu Paulus Junanda menunjukkan surat jual beli kapal Robray T-4 antara Edy Ilham Mubarak Amir selaku penjual dengan Paulus Junanda sebagai pembeli.

Atas dasar surat tersebut lalu Jausin Simaremare berkeyakinan untuk memotong kapal tersebut dan saat itu disepakati upah pemotongan kapal Rp 500 per kilogram besi yang dipotong.

Untuk lebih menguatkan lagi lalu Jausin meminta Paulus Junanda untuk membuat surat pernyataan (surat perintah kerja) sebagai pegangangan dalam bekerja memotong kapal Robray T-4.

Lalu Jausin mencari anggota tukang potong yang dikoordinir oleh Prikles Lubis dan mulai memotong kapal Robray T-4sejak 27 Februari 2018.

Selanjutnya pada 26 Februari 2018 sekira pukul 09.00 WIB, terdakwa Edy Ilham Mubarak Amir bersama Paulus Junanda, Antoni Lendra, Beni Cahyadi, Alianto datang ke lokasi kapal Robry T-4 dengan membawa sekitar 20 orang.

Update PUBG Terbaru 0.11.0, Suguhkan Mode Zombie dan Senjata Baru. Ini Daftar Tambahannya

12 Hal yang Perlu Anda Ketahui Tentang Phuket Thailand Bagi Traveling Pemula

Syahrini dan Reino Barack Dikabarkan Akan Menikah, Begini Reaksi Luna Maya

Polres Tanjungpinang Beberkan Bukti Petunjuk Pencarian Arnold Hingga Mengarah ke Rumah Rahsyid

Kedatangan mereka dengan tujuan mengambil alih kapal Robray T-4.

Saat itu Edy Ilham Mubarak Amir mengatakan bahwa kapal Robray T-4 akan diambil oleh PT Metacentra untuk di scrap.

Edy Ilham Mubarak Amir pun menunjukan surat eksekusi. Dengan waktu bersamaan dattang Alianto Wijaya yang merupakan salah seorang dari rombongan terdakwa membentak Heri Dwi Ridayanto.

Kemuidan beberapa orang naik keatas kapal dan memukul meja sambil menyuruh ABK Robray T-4 untuk turun dari kapal.

Melihat kadaan tidak kondusif Heri Dwi Ridayanto langsung menghubungi Mulyadi yang merupakan direktur PT Asetanian Marine Pte Ltd.

Mulyadi pun menerintahkan jika dapat membahyakan keselamatan, mala seluruh kru kapal Robry T-4 agar meninggal kapal.

Lalu Edy Ilham Mubarak Amir bersama rombongannya langsung naik ke kapal dan menguasai Robray T-4.

Lalu rombongan tersebut menguasai kapal dan berjaga siang malam di atas Robray T-4. Sedangkan crew kapal Robray T-4 memantau kegiatan pihak PT Metacentra dari jauh dan standby di kantor PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari.

Awalnya hanya sekitar 5 orang yang berjaga siang malam di kapal tersebut akan tetapi Beni Tri Cahyadi (DPO) selaku koordinator pemotongan kapal menambah orang untuk menjaga kapal Robray T-4.

Selanjutnya pada 27 Februari 2018 sekira pukul 11.00 WIB masuk 2 lori crane ke lokasi PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari yang salah satunya membawa oksigen dan elpiji.

Kemudia lori crane yang satu lagi membawa container selanjutnya barang-barang tersebut diturunkan dan diletakan disamping kapal Robray T-4 dan sore harinya dilakukan kegiatan pemotongan bagian dinding kapal dengan menggunakan cutting torch.

Bahwa pada 27 Februari 2018 diadakan pertemuan di Hotel Ibis-Batam dan saat itu Sanusi mentransfer uang sebesar Rp 200 juta kepada Paulus Junanda.

Lalu Paulus mentransfer kepada Alianto sedangkan kepada terdakwa dan Eggi Sudjana diberikan secara tunai oleh Paulus dengan rincian Edy Ilham Mubarak Amir menerima uang sebesar Rp 40 juta dan Eggi menerima Rp 50 juta.

Adapun peran dari masing-masing pihak, Eggi Sudjana dan Alianto berperan melindungi dari sisi hukum jika dikemudian hari terjadi permasalahn terkait pemotongan kapal Robray T-4.

Antoni Lendra dan Beni Tri Cahyadi penangungjawab di lapangan saat pemotongan kapal, Paulus orang yang membeli kapal dari Edy Ilham Mubarak Amir. Semantara Sanusi orang yang membeli potongan besi dari Paulus.

Seterusnya pada 28 Februari 2018 sekira pukul 11.00 WIB pihak security dari PT Asetanian Marine Pte Ltd datang ke lokasi menghentikan kegiatan pemotongan tersebut.

Kemudian pada 14 Maret 2018 pihak PT Metacentra dan PT Asetanian Marine Pte Ltd melakukan kesepakatan yang disaksikan pihak kepolisian dengan kesepakatan para pihak mengosongkan kapal dan meninggalkan lokasi PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari.

Pemain Persib, Esteban Vizcarra Bakal Absen 6 Minggu, Dipastikan Tak Perkuat saat Lawan Arema

Warga Desa Pengujan Merasa Bermimpi, Jembatan Penghubung Desa Terbangun

Fenomena Supermoon Kembali Terjadi, BMKG Ingatkan Masyarakat Pesisir, Ini Kemungkinan yang Terjadi

Beginilah Latihan Siswa Sekolah Polisi Negara Polda Kepri di Polres Karimun

Namun pada 15 Maret 2018 sekira pukul 13.00 WIB pihak PT Metacentra datang lagi dengan mengendarai sekira 15unit mobil crane dan sejumlah orang melakukan kembali kegiatan pemotongan kapal.

Selanjutnya pada 16 Maret 2018 datang 3 lori crane ke lokasi dan mengangkut bagian-bagian kapal Robray T-4 yang telah dipotong-potong dan dibawa keluar dari PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari dan kegiatan tersebut berlangsung hingga 18 Maret 2018.

Kemudian bagian-bagian kapal yang sudah dipotong-potong dimasukan dan dinaikan ke lori crane. Kemudian lori crane dengan membawa potongan kapal Robray T-4 tersebut keluar dari lokasi PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari dan membawanya ke 3 gudang yang berbeda.

Gudang itu antara lain gudang Awi yang beralamat di Batam Center milik Siman alias Awi. Gudang PT Alfa Pratama Suksesindo milik Charles Hutabarat di kabil. Selanjutnya, gudang PT Sanria Jaya Abadi milik Sanusi di Sintai, Tanjung Uncang.

Akibat perbuatan terdakwa pihak PT Asetanian Marine Pte Ltd mengalami kerugian sebesar Rp 3 miliar.

Terdakwa tidak memiliki izin dari pihak PT Asetanian Marine Pte Ltd untuk melakukan pemotong bagian-bagian kapal Robray T-4.

Penasihat Hukum Heran Penadah Tidak Ditangkap

Selain mempertanyakan barang bukti kepada jaksa, Niko Nixon Situmorang juga mempertanyakan penadah barang hasil curian kliennya sebagaimana dakwaan primer. Semestinya kata Nixon, penadah tidak ada bedanya dengan pelaku.

“Hukumnya, antara penjual dengan pembeli sebagai penadah sama-sama melanggar hukum kalau fair. Tapi ini malah penadah tidak ditangkap. Ini kan semua aneh,” kata Nixon.

Nixon meminta kejaksaan negeri Batam koperatif dalam perkara ini. Agar supremasi penegakan tegak dan adil badi siapun.(leo)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved