Edy Rahyamadi Bayar Utang Pemprov Sumut, Jumlahnya Triliunan Rupiah
Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi, menyampaikan pernyataaan mengejutkan dalam satu rapat internal yang diunggah lewat akun YouTube Humas Pemprov Sumut.
"Karena, kan, sudah ada yang dibayarkan. Berapa jumlah yang sudah dibayarkan dan berapa yang masih belum. Untuk lebih jelas coba tanyakan ke Agus Trippiyono (Kepala BPKAD Sumut). Dia yang lebih tahu angkanya itu, karena dia yang membayarkan," katanya.
Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, saat ditemui seusai melantik Dewan Pengawas PDAM Tirtanadi Sumut, di eks gedung Satpol-PP, Kantor Gubernur, Jalan Pangeran Diponegoro, Kota Medan, Senin (18/2/2019). (TRIBUN MEDAN/SATIA)
Sarmadan menjelaskan pula, dana ini dipakai Tengku Erry untuk membantu kekurangan anggaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Sumut. "Mungkin disitu yang digunakan banyak. Makanya DBH 2018 tidak dibayarkan," ujarnya.
Agus Tripriyono yang dihubungi kemudian, menjelaskan bahwa utang terjadi karena Pemprov Sumut batal menggelar pembahasan P-APBD bersama legislatif pada akhir tahun 2018.
"Kan dulu kita ada mau ada P-APBD, tapi enggak jadi dilakukan. Jadi, angkanya dibawa ke 2019. Utang tahun 2017-2018, nominalnya berapa di kantor saja nanti saya jelaskan. Saya lagi enggak pegang data. Besok sajalah saya jelaskan di kantor, ya," kata Agus.
Diketahui, rapat paripurna DPRD Sumut gagal menandatangani nota kesepakatan KUA-PPAS PAPBD 2018 karena tidak ada kesepahaman antara Banggar DPRD Sumut dan TAPD.
Akibat tidak adanya kesepakatan ini, pembahasan P-APBD Sumut 2018 nihil dan tentunya yang diberlakukan tetap APBD murni tahun anggaran 2019.
Namun pernyataan ini dibantah politisi Partai Nasional Demokrat (NasDem), Nezar Djoeli. Menurut dia, munculnya utang Pemprov Sumut tidak ada korelasinya dengan batalnya pembahasan P-APBD tahun 2018.
"Utang yang ada saat ini, kan, utang berjalan dan bagi hasil pajak dibayar ke kabupaten dan kota. Ini yang menjadi persoalannya. Lagi pula, yang namanya menjalankan pemerintahan, ya, wajar utang. Terpenting utang ini bisa dibayar," ucapnya.
Yang perlu disoroti, sambungnya, ada beberapa capaian pendapatan asli daerah (PAD) yang mungkin tidak dapat diambil oleh Pemprov Sumut, hingga jika sampai caturwulan empat tidak terealisasi akan menyebabkan nomenklatur anggaran yang tidak sehat.
"Misalnya, pajak air permukaan PT Inalum. Target Pemprov Sumut dalam sengketa pajak kemarin, Mahkamah Konstitusi memutuskan Inalum membayar pajak ke Pemprov Sumut kurang lebih Rp 1,5 triliun. Sampai hari ini, kan, belum terealisasi. Sementara dalam penganggaran sudah dianggap ada. Makanya tiap dinas mengajukan usulan-usulan untuk melakukan kegiatan belanja langsung di periode 2019," ucapnya.
Terkait pernyataan Ziera, Nezar Djoeli, menyebut pembagian sepeda motor dilakukan melalui Dinas Sosial Provinsi Sumut dan dengan mekanisme yang sesuai peraturan berlaku.
"Sudah masuk dalam pembahasan anggaran tahun 2018. Jadi mana pula bisa dianggap utang. Kan, APBD-nya ada. Karena ada permintaan dari dinas sosial terhadap pengadaan sepeda motor, ya, kami bahas di banggar dan diberikan. Kalau bicara soal kepentingan politik, kan, kita tahu sama-sama kalau Pak Erry enggak maju (dalam kontestasi Pilkada Sumut). Berarti ini murni dari permintaan dari masyarakat. Lagi pula, kalau ada pelanggaran, pasti jadi temuan BPK. Ini, kan, tidak," katanya.
Tengku Erry Nuradi sampai berita ini ditulis belum dapat dimintai konfirmasi. Kontak lewat nomor telepon selularnya tidak memperdengarkan nada sambung.