Warga Bengkong Pioner Tak Kesulitan Air Lagi, Rini : Air Kami Sudah Aman
"Sekarang lebih baik daripada dulu. Air kami sudah aman, tak ada masalah lagi," kata Rini kepada Tribun, Sabtu (9/3/2019). Memang beberapa hari kemari
Penulis: Dewi Haryati |
TRIBUNBATAM.id, BATAM - Rini (40) warga Bengkong Pioner, setidaknya kini sudah dapat tersenyum, gembira.
Belum hilang dari ingatannya masa-masa sulit, ketika air yang didistribusikan PT Adhya Tirta Batam (ATB) sulit mengalir ke rumahnya.
Alhasil untuk mandi, cuci, kakus (MCK), tak jarang ia mesti membeli air galon.
Jika tidak, ia harus menunggu mobil tanki air ATB datang, menyalurkan air bersih ke rumahnya. Itupun harus berbagi air dengan warga sekitar lain, yang juga membutuhkan air bersih.
Ya, pada masa itu, bisa dibilang sebagian besar warga Bengkong Pioner jadi langganan penyediaan air bersih lewat mobil tanki ATB.
• ATB Gelar Lomba Menulis Karya Jurnalistik, Ini Temanya
• ATB Kembali Terima Penghargaan Pajak Terbesar untuk Ketiga Kali
• ATB Smart Water Management System, Bukti Konkret Penerapan GCG
• Jaga Kehandalan Suplai, ATB Lakukan Perawatan IPA Sei Harapan
Apalagi mereka yang memiliki rumah di daerah paling ujung pipa. Rini termasuk di antaranya.
Hampir setiap hari mobil tanki ATB datang membawa pasokan air untuk warga sekitar.
Berada di daerah yang memiliki elevasi tinggi di Bengkong Pioner, menjadi salah satu penyebab, air sulit mengalir ke rumah-rumah warga, di tempat ini.
Di saat warga Bengkong lainnya bisa dibilang tak ada masalah dengan air, sebagian besar warga Bengkong Pioner menghadapi masalah ini.
Tapi itu dulu, beberapa tahun lalu. Sekarang, tidak lagi.
"Sekarang lebih baik daripada dulu. Air kami sudah aman, tak ada masalah lagi," kata Rini kepada Tribun, Sabtu (9/3/2019).

Memang beberapa hari kemarin, diakuinya air sempat tak mengalir.
Namun itu hanya sementara waktu saja, dan daerah lain di sekitar Bengkong Pioner, seperti Bengkong Abadi dan sekitarnya, juga mengalami hal yang sama.
"Mungkin ada gangguan saat itu, tapi tak terlalu masalah. Karena dua hari saja," ujarnya.
Rinipun berharap, pelayanan ATB kepada pelanggannya dapat terus ditingkatkan dari waktu ke waktu.
Senada dengan Rini, warga Bengkong Abadi, Ani juga berharap yang sama. Apalagi jelang masa konsesi ATB dengan Badan Pengusahaan (BP) Batam berakhir, November 2020 mendatang.
"Yang sudah baik saat ini, maunya ditingkatkan lagi. Seperti kemarin, di Bengkong Pioner kan susah air. ATB melakukan perbaikan di pipanya. Sekarang, air sudah mengalir sampai ke atas," kata Ani.
Iapun berharap, pelayanan ATB tetap bisa dilanjutkan nantinya, setelah konsesi berakhir.
"Dilanjutkan saja. Kalau ganti operator lain, belum tentu pelayanannya lebih baik," ujarnya.
Sementara itu, President Direktur ATB, Benny Andrianto mengatakan, pihaknya memang komitmen melayani kebutuhan air bagi masyarakat Batam.
Hal ini sesuai dengan visi ATB, menjadi perusahaan air terpercaya di Indonesia.
Sedangkan misinya, profesional dan memiliki integritas dalam pengelolaan perusahaan dengan melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik.
Kemudian, memberikan pelayanan prima untuk seluruh kepuasan pelanggan.
Di samping itu, sebagai tolok ukur bagi perusahaan air terbaik di Indonesia, dan peduli kesehatan dan keselamatan karyawan dan lingkungan.
"Saat ini ATB memiliki jumlah pelanggan lebih dari 280.000, dengan cakupan pelayanan 99,5 persen, tingkat kontinuitas layanan 23,8 jam per hari dan tingkat kebocoran tahunan 16 persen," kata Benny, belum lama ini.

Iapun memastikan, ATB akan ikutserta berpartisipasi dalam tender pengelolaan air di Batam, jelang konsesi berakhir.
Tidak hanya pada waktu itu, untuk tender pengelolaan Waduk Tembesipun yang saat ini masih berproses, ATB ikut serta di dalamnya.
"Kami berkepentingan menyediakan kebutuhan air untuk masyarakat Batam. Terlepas ketersediaan air seperti yang ada saat ini, suka tidak suka, kami harus ikut. Kalau tidak, air dari mana, tak ada pilihan," ujarnya.
ATB percaya diri mengikuti tender ini, didukung dengan pengalamannya melayani kebutuhan air di Batam sejak 1995 lalu, hingga saat ini.
Ditambah lagi dengan sederet penghargaan yang telah diraih ATB. Dalam tiga tahun terakhir saja, ATB mengumpulkan 22 penghargaan.
"Kami punya komitmen moral memberikan yang terbaik kepada masyarakat. Siapa yang bisa jamin, operator lain bisa memberikan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien, ketika ATB jadi perusahaan air terbaik saat ini," kata Benny, bangga.
Ia melanjutkan, dari survei yang dilakukan ATB bekerjasama dengan lembaga terpercaya menyatakan, tingkat kepuasan masyarakat terhadap ATB sebesar 92 persen, dan mayoritas masyarakat ingin ATB tetap melanjutkan pelayanannya.
Benny mengakui, pelayanan yang dilakukan pihaknya saat ini masih belum sempurna. Namun ATB tetap komitmen melakukan perbaikan layanan ke arah yang lebih baik.
"ATB belum sempurna, jauh dari sempurna. Bagus, tapi belum sempurna. Kita sama-sama sepakat," ujarnya.
Batam Butuh Tambahan Cadangan Air Baku
Kondisi Batam tak punya pegangan air. Selama ini sumber air masih berasal dari air hujan yang ditampung ke waduk-waduk.
Hingga saat ini ada enam Instalasi Pengolahan Air (IPA) yang dikelola ATB.
Itu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang berjumlah lebih dari 280.000 pelanggan, dari sekitar 1,3 juta penduduk.
Enam IPA ini, yakni IPA Sei Harapan yang memiliki kapasitas waduk sebesar 210 liter per detik, dengan kapasitas produksi 210 liter.

IPA Sei Ladi, kapasitas waduk 240 liter per detik, dan kapasitas produksi 240 liter per detik.
IPA Nongsa, kapasitas waduk 60 liter per detik, dan kapasitas produksi 60 liter per detik.
IPA Mukakuning, kapasitas waduk 310 liter per detik, kapasitas produksi 600 liter per detik.
IPA Tanjungpiayu, kapasitas produksi 300 liter per detik, yang disuplai dari Waduk Duriangkang.
Dan IPA Duriangkang, kapasitas waduk 3000 liter per detik, kapasitas produksi 2200 liter per detik.
"Total kapasitas waduk kita 3820 liter per detik, total kapasitas produksi 3610 liter per detik," kata Benny.
Saat ini kondisi air di Batam sangat terbatas, seiring dengan perkembangan Batam dan penambahan jumlah penduduk. Yang paling terasa di Waduk Mukakuning.
Pelanggan ATB yang disuplai kebutuhan airnya dari waduk ini, sudah mulai menjerit. Karena air sering tak mengalir ke rumah warga.
Jikapun mengalir, volume air yang mengalir lebih sedikit, tak jarang air berwarna keruh.
Diketahui, kondisi air di Waduk Mukakuninh sudah tidak sanggup lagi memenuhi kebutuhan air di Batam.
Khususnya untuk melayani warga di sekitar Batuaji, dan Tanjunguncang. Karena itu, perlu tambahan sumber-sumber cadangan air lainnya.
Pilihannya ada di Waduk Tembesi yang memiliki kapasitas produksi 600 liter per detik, dan Waduk Sei Gong yang memiliki kapasitas produksi 300-400 liter per detik. Namun kedua waduk ini, belum beroperasi saat ini.
Di sisi lain, Benny memaparkan kondisi daerah tangkapan air Waduk Tembesi, kini sudah rusak. Akibat permukiman warga, perkebunan, dan aktivitas tambang liar.
Benny memperkirakan, jika waduk ini beroperasi, usia pakainya tak bertahan lama. Hanya sekitar dua tahun setelah beroperasi.
Padahal, waduk ini sebelumnya digadang-gadang jadi cadangan air baku untuk masa depan Batam. Khususnya untuk melayani masyarakat di sekitar Batuaji dan Tanjunguncang.
Kendati begitu, ATB tetap berkeinginan ikut tender pengelolaan Waduk Tembesi. Apa alasannya?
"Kami punya tanggungjawab moral. Suka tak suka air ini harus diolah. Kalau tidak, lebih buruk lagi dampaknya. Kami pada posisi mengambil risiko terkecil," kata Benny.
"Karena suka tidak suka, 2019 ini Tanjunguncang dan Batuaji mulai kesulitan air," sambungnya.
Untuk mengatasi hal ini, ATB sedang dalam proses memindahkan sebagian produksi air di IPA Tanjungpiayu ke IPA Mukakuning.
Tujuannya untuk penguatan suplai air ke pelanggan di Tanjunguncang dan Batuaji.
"Ini untuk penanganan sementara, sambil menunggu Waduk Tembesi beroperasi," kata Benny. (tribunbatam.id/dewiharyati)