Penyesalan 1 dari 13 Pemuda yang Perkosa Siswi SMP: Nikmatnya Tak Seberapa, Sengsaranya Lama
Tahu begini, saya nggak ikut-ikutan berbuat begituan. Nikmatnya tak seberapa, namun sengsaranya sangat lama seperti ini
TRIBUMBATAM.id, BLITAR - Kasus perkosaan dan pelecehan anak di bawah umur termasuk tinggi di Indonesia.
Ada yang dilakukan secara berulang-ulang dalam waktu cukup lama, tetapi ada juga yang spontan, tak mampu menahan nafsu begitu melihat wanita.
Tidak berpikir panjang, hanya untuk kenikmatan sesaat, pelaku tidak memikirkan bahwa penderitaan yang mereka alami justru jauh lebih buruk dari perbuatannya.
• Baim Wong dan Paula, Borong Mie Ayam dan Beri iPhone X Gara-gara Penjualnya Baik Hati
• Kasus Skandal Pengaturan Skor, Joko Driyono Resmi Ditahan, Ini Kata Satgas Antimafia Bola
• Ridho Roma Kembali Masuk Penjara Terkait Kasus Narkoba, MA Beri Hukuman 1 Tahun 6 Bulan
Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna.
Hal ini dialami oleh Rs, satu dari 13 remaja pelaku dugaan pemerkosaan terhadap gadis di bawah umur.
RS yang usianya masih di bawah umur bersama delapan lainnya kini mendekam di Lembaga Pendidikan Khusus Anak (LPKA) kelas 1 Blitar.
RS bersama delapan temannya yang sama-sama sebaya divonis 6 tahun, enam bulan.
Itu karena mereka dianggap telah terbukti memperkosa korbannya yang masih pelajar SMP.
RS mengaku sangat menyesal atas perbuatannya.
Dia tidak menyangka, apa yang dilakukan dulu, yakni memperkosa siswi SMP beramai-ramai dengan temannya, akhirnya membawa dirinya jadi pesakitan dan menghuni LPKA.
"Saya kapok dan sangat menyesal, Mas. Tahu begini, saya nggak ikut-ikutan berbuat begituan. Nikmatnya tak seberapa, namun sengsaranya sangat lama seperti ini," tutur RS, ditemui di LPKA kelas 1 Blitar ketika menerima pembagian Kartu Identitas Anak (KIA), Senin (25/3/2019), seperti dilansir Tribun Madura.
Terkait kasus ini, ada 13 pemuda yang terlibat dalam pemerkosaan ini.
Selain delapan teman sebaya yang semuanya asal Kecamatan Taman, Sidoarjo, empat pelaku sudah masuk usia dewasa.
Sembilan anak-anak itu, mereka dititipkan di LPKA kelas 1 Blitar, sedang empat pelaku yang dewasa dihukum di Lapas Madiun.
"Kami di sini sudah setahun lebih. Kami semuanya asal satu kampung," paparnya.
Meski tidak sendirian di LPKA, namun rasa sesal yang dialaminya sangat penjang karena perbuatan mereka sudah membuat keluarganya menanggung malu.
RS menceritakan, perkosaan itu terjadi pada Juli 2016 lalu, atau sekitar tiga tahun lalu.
Terjadi pada malam hari, di sebuah tempat yang ada di Kecamatan Sukodono, Sidoarjo.
Awalnya 13 pelaku ini lagi nongkrong di sebuah tempat di pinggir jalan raya.
Saat nongkrong itu, menurut RS, ada seorang gadis berjalan kaki melintas di depan para pemuda yang sedang nongkrong itu.
Melihat ada gadis sendirian, salah seorang dari pelaku iseng, menawarkan jasa untuk mengantar korban pulang.
Entah bagaimana ceritanya, korban berhasil dirayu dan mau diajak untuk diantar pulang ke rumahnya.
Namun ternyata, remaja itu tak diantarkan pulang, melainkan dibawa ke sebuah tempat kosong.
Di tempat itu korban diperkosa oleh para pemuda itu bergiliran.
RS mengaku saat itu mereka dalam kondisi terpengaruh minuman beralkohol.
Tak berselang lama, semuanya pelaku berhasil ditangkap oleh aparat kepolisian.
Selanjutnya, kasus mereka disidangkan di Pengadilan Negeri Sidoarjo.
Para pelaku mendapat vonis berbeda dari majelias hakim.
"Dari kasus ini, saya dan delapan teman saya, yang semuanya masih di bawah umur itu, divonis sama (6 tahun, enam bulan). Padahal saya sih hanya ikut-kutan saja," kilah RS.
Pembagian KIA
Plt Kepala Lembaga Pendidikan Khusus Anak (LPKA) Kelas 1 Blitar Andik Ariawan, mengatakan, saat ini di lembaga yang dipimpinnya ada 205 napi anak.
Mereka berasal dari berbagai daerah di jawa Timur dari berbagai kasus yang berbeda.
Namun yang terbanyak adalah kasus dugaan pencabulan di bawah umur.
"Apapun perkaranya, tugas kami memberikan pendidikan moral, supaya kelak kalau sudah keluar dari sini bisa berubah dan bisa diterima masyarakat," jelasnya.
Senin (25/3/2019) pagi, semua napi anak mendapatkan Kartu Identitas Anak (KIA).
KIA adalah kartu identitas bagi anak yang belum cukup umur buat memiliki KTP.
Ada sebanyak 125 napi yang menerima KIA, sedang sebanyak 74 napi menerima e-KTP alias KTP elektronik.
Penyerahan KIA dan KTP ini dilakukan oleh Kusmanto Eko Putro, Kepala Korwil Lapas Kediri.
"Kita memberikan KIA dan KTP eL sebagai pemenuhan hak atas identitas anak. Jangan sampai mereka tak punya identitas. Meski tinggal di sini, ya harus punya identitas sehingga kami berikan," tegas Andik Ariawan.
Artikel ini telah tayang di Tribunmadura.com dengan judul Siswi SMP Diperkosa 13 Pria, Pelaku Terima Hukuman Berbeda: Nikmatnya Tak Seberapa, Sengsaranya Lama, http://madura.tribunnews.com/2019/03/25/siswi-smp-diperkosa-13-pria-pelaku-terima-hukuman-berbeda-nikmatnya-tak-seberapa-sengsaranya-lama?page=all.
Penulis: Imam Taufiq