Petugas Bandara Padang Gagalkan Penyelundupan Ular Hijau Berbisa. Ini Jenisnya
Petugas curiga dan membuka kotak kemasan bertuliskan snack keripik rendang, namun ternyata ada ular di dalamnya.
Laporan wartawan TribunPadang.com, Rezi Azwar
TRIBUNBATAM.id, PADANG - Petugas Bandara Internasional Minangkabau (BIM) Padang, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) menggagalkan pengiriman seekor ular berbisa dalam kotak plastik, Kamis (11/4/2019).
Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Padang, Joni Anwar melalui Humas Balai Karantina Pertanian Kelas I Padang, Hapsah saat dikonfirmasi Tribun Padang, Jumat (12/4/2019) menyebutkan, ular yang diamankan termasuk dalam jenis sangat berbisa.
Menurutnya, ular mematikan ini disebut Indonesian Pit Viper.
• Warga Panik Dengar Peringatan Tsunami Usai Gempa 6,9 SR di Sulteng, Simak 8 Fakta Terkait Gempa
• Pembunuhan Budi Hartono, Mayat Tanpa Kepala Dalam Koper, Bermotif Asmara
• Uang Bank Mandiri Dicuri Rp 5 Milyar, Pelaku Mantan Teller Bank, Sejumlah Pimpinan di Pecat
"Aparat yang mengamankan ular ini adalah Petugas Paramedik Veteriner Barantan Kelas I Padang, Yendrizal. Saat itu ia yang bertugas di Bandara Internasional Minangkabau,," kata Joni Anwar.
Petugas mengamankan ular tersebut sekitar pukul 19.30 WIB.
Sebelumnya petugas sudah mencurigai adanya sesuatu dalam kemasan kardus yang dikirim oleh salah satu ekspedisi tersebut.
"Kecurigaan petugas bermula dari informasi yang didapat dari Petugas Aviation Security yang sedang bertugas mengecek barang melalui X-ray di gudang cargo BIM, pada Kamis malam," katanya.
Petugas kemudian membuka kotak kemasan bertuliskan snack keripik rendang, namun ternyata ada ular di dalamnya.
"Ular itu panjangnya sekitar 40-50 cm," katanya.
Ia mengatakan, ular ini disebut Indonesian Pit Viper (trimeresur us insularis).
Ular itu non appendix atau tidak dilindungi, tetapi dikenal sebagai ular yang mematikan.
Namun pengiriman ular tersebut tidak memenuhi persyaratan sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 1992, yaitu tanpa dilengkapi dengan sertifikat kesehatan (health certificate) dari daerah asal ular.
"Selain itu, pemilik tidak melaporkan atau menyerahkan kepada petugas karantina, terpaksa ular tersebut kami tahan dulu," ungkap Joni.
Saat ini ular diamankan di Kantor Barantan Padang di BIM Padang Pariaman. Selanjutnya pemilik ular diminta menanggapi terkait kepemilikan ular. Karena kalau tidak, maka akan dikirim ke kebun Binatang.
"Biasanya pemilik tidak akan merespon, dan kami sudah konfirmasi kepada ekspedisi. Dan, biasanya pengirim dan penerima sudah tidak bisa dihubungi," kata Joni.
Tidak Lincah Tapi Mematikan
Dilansir TribunBatam.id dari Wikipedia, Indonesian Pit Viper memiliki banyak nama di Indonesia, namun di wilayah Sumbar disebut ular hijau.
Ular ini juga dinamai ular hijau karena warna tubuhnya.
Namun penamaan ini bisa menyesatkan karena cukup banyak jenis-jenis ular pohon yang berwarna hijau, seperti halnya ular pucuk (Ahaetulla spp.) dan ular bajing (Gonyosoma oxycephalum) yang tidak begitu berbahaya.
Nama lainnya adalah ular bangkai laut, oray bungka, oray majapait, ula gadung luwuk (Jawa), ulah sanggit (Lombok), tarihu (Dompu), dan lain-lain.
Dalam bahasa Inggris disebut white-lipped tree viper, white-lipped pit-viper, merujuk pada bibirnya yang berwarna keputih-putihan, atau bamboo pit-viper karena kebiasaannya berada di rumpun bambu.
Ular ini ukurannya sedang, agak gemuk pendek dan tak begitu lincah.
Kepala jelas menjendol besar seperti seekor kodok yang ‘tertancap’ di atas leher yang mengecil.
Memiliki dekik pipi (loreal pit) yang besar dan menyolok di belakang lubang hidung di depan mata.
Sepasang taring besar dan panjang yang bisa dilipat terdapat di bagian depan rahang atas, tertutup oleh selaput lendir mulut.
Panjang ular jantan sekitar 60 cm dan yang betinanya bisa mencapai 80 cm. Berekor kecil pendek, sekitar 10-13 cm, namun kuat ‘memegang’ ranting yang ditempatinya (prehensile tail).
Tak seperti kebanyakan ular, yang sisi atas kepalanya tertutup oleh sisik-sisik berukuran besar (disebut perisai) yang tersusun simetris, sisi atas kepala ular bangkai laut ini ditutupi oleh banyak sisik kecil yang terletak tidak beraturan dan tidak simetris.
Ular yang aktif di malam hari dan tidak begitu lincah.
Kerap terlihat menjalar lambat-lambat di antara ranting atau di atas lantai hutan, namun apabila terancam dapat pula bergerak dengan cepat dan gesit.
Menyukai hutan bambu dan belukar yang tidak jauh dari sungai, ular bangkai laut sering didapati berdiam di antara daun-daun dan ranting semak atau pohon kecil sampai dengan 3 meter di atas tanah.
Tidak jarang pula ditemukan di kebun dan pekarangan di dekat rumah.
Mangsa ular ini terutama adalah kodok, burung dan mamalia kecil; juga kadal. Perburuannya dalam gelap malam amat dibantu oleh indra penghidu bahang (panas) tubuh yang terletak pada dekik pipinya.
Pada siang hari ular ini menjadi lembam, dan tidur bergulung di cabang pohon, semak atau kerimbunan ranting bambu.
Sering pula ditemukan ular-ular yang kesiangan dan lalu tidur sekenanya di dekat pemukiman, seperti di tumpukan kayu atau di sudut para-para di belakang rumah.
Ular bangkai laut termasuk ular yang agresif, mudah merasa terganggu dan lekas menggigit.
Ular ini merupakan penyumbang kasus gigitan ular terbanyak, yakni sekitar 50% kasus di Indonesia, 2,4% di antaranya berakibat fatal.
Korban gigitan ular ini biasanya warga yang sering ke hutan mencari kayu, pencari rumput atau gembala.
Seperti umumnya ular viper, ular bangkai laut ini memiliki bisa yang berbahaya, nasmun yang berbeda, tidak semua gigitan ular ini mengeluarkan bisa jika hanya bersifat reflek atau peringatan.
Bisa ular ini jenis crotalinae, bersifat hemotoksin, merusak sistem peredaran darah dan menimbulkan rasa sakit yang hebat dan mengakibatkan kerusakan jaringan di sekitar luka gigitan.
Dalam menit-menit pertama setelah gigitan, jaringan akan membengkak dan sebagian akan berwarna merah gelap, pertanda terjadi perdarahan di bawah kulit di sekitar luka.
Menyusul terjadi pembengkakan, rasa kaku dan nyeri yang meluas perlahan-lahan ke seluruh bagian anggota yang tergigit.
Rasa nyeri terasa terutama pada persendian antara luka dan jantung. Apabila tidak ditangani dengan baik, perdarahan internal dapat menyusul terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa hari kemudian, dan bahkan dapat membawa kematian.
Link Tribunpadang.com: http://padang.tribunnews.com/2019/04/12/aparat-di-bandara-internasional-minangkabau-gagalkan-pengiriman-kotak-isi-seekor-ular-berbisa.
Penulis: Rezi Azwar