Kisah Tragis TKI Adelina Sau, Tewas Disiksa dan Tidur dengan Anjing, Majikan Malah Bebas

Pengadilan malaysia membuat keputusan yang jauh dari nilai-nilai kemanuasiaan setelah membebaskan majikan Adelina Sau, TKI asal NTT, dari dakwaan.

The Malay Mail Online/Sayuti Zainudin
S Ambika, majikan TKI Adelina Sau yang tewas 11 Februari, ketika menghadiri persidangan di Pengadilan Bukit Mertajam, Malaysia, Rabu (21/2/2018). 

TRIBUNBATAM.ID, PENANG - Pengadilan malaysia membuat keputusan yang jauh dari nilai-nilai kemanuasiaan setelah membebaskan majikan Adelina Sau, TKI asal NTT, dari dakwaan.

Kasus Adelina Sau membuat heboh negara itu dan Indonesia tahun lalu karena disiksa hingga meninggal dunia.

Bahkan selama sebulan Adelina Sau tidur dengan anjing piaraan di teras rumah.

TRAGIS! TKI Adelina Tau Disiksa Hingga Tewas, Pengadilan Penang, Malaysia Malah Bebaskan Majikan

TKW Tewas Dianiaya di Malaysia. Majikan Adelina Harus Bayar Tunggakan Gaji Sejak Desember 2014

Kisah Adelina, TKW yang Tidur dengan Anjing Hingga Meninggal, Tetangga Lihat Kejanggalan di Lengan

Tragisnya, oleh pengadilan Malaysia, sang majikan justru melenggang bebas.

Majikan Adelina Sau, Ambika MA Shan (61) dibebaskan dari dakwaan hukuman mati setelah Pengadilan Tinggi Malaysia, Jumat (19/4/2019).

Tidak heran jika kelompok hak asasi manusia di Malaysia menentang vonis bebas terhadap Ambika.

Adelina Jerima Sau (21) meninggal dunia kerana kegagalan pelbagai organ tubuh setelah dianiaya majikannya di sebuah rumah di di Taman Kota Permai, Bukit Mertajam, Penang tahun lalu.

Kepala Eksekutif Tenaganita, Glorene A Das mengatakan bahwa keputusan pengadilan tersebut sangat mengejutkan dan mendesak jaksa negara untuk menjelaskan hal ini.

“Ia seorang wanita yang dipaksa bekerja selama 2 tahun tanpa gaji. Tubuh wanita itu disika. Kematiannya bermakna sesuatu. Mengapa mahkamah kita mengabaikannya? Mengapa negara mengabaikannya? Mana keadilan untuk Adelina?” katanya dalam pernyataan aktivis hak asasi tersebut.
Glorene berkata ketika kerajaan melancarkan perang terhadap penyeludupan manusia dan buruh paksa, menggugurkan kasus itu menunjukkan tiada keadilan untuk korban seperti Adelina.
Seperti dibetitakan sebelumnya, kondisi Adelina awalnya diketahui oleh seorang tetangga Ambika, lalu menyampaikan hal itu kepada seorang wartawan lokal.
Anggota parlemen Bukit Mertajam, Steven Sim kemudian mengirim anggotanya untuk menyelidiki.

Adelina ditemukan dalam keadaan tangan dan kaki bernanah dan tidak boleh berjalan.

Majikannya kemudian membawa Adelina ke rumah sakit Bukit Mertajam atas desakan anggota Steven Sim.

Dia meninggal dunia setelah semalaman dirawat di rumah sakit.

Kasus Adelina ini menarik perhatian media Malaysia dan Indonesia.

Konsul jenderal Indonesia di Pulau Pinang, Iwanshah Wibisono, yang menghadiri persidangan mengatakan bahwa majikan Adelina tidak membayuar gajinya selama dua tahun sebesar RM 69.300 atau sekitar Rp 245 juta.

Adelina berasal dari Medan, namun asal-usulnya diketahui dari NTT dan sudah bertahun-tahun tak ada kabar ke keluarganya di kampung.

Adelina berasal dari Desa Abi, Kecamatan Oenino, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT

Luka Bernanah dan Tidur dengan anjing

Kepolisian Seberang Prai OCPD Asst Comm Nik Ros Azhan Nik Abdul Hamid mengatakan, selain Ambika, polisi telah menahan dua anaknya, seorang wanita berusia 36 tahun dan saudara laki-lakinya yang berusia 39 tahun.

Dua saudara ini diduga melakukan penganiayaan berat terhadap korban sehingga meninggal dunia.

"Ada pembengkakan di kepala dan wajahnya serta luka di lengan dan kakinya," katanya.

Polisi juga melihat luka bernanah pada bekas luka bakar di kaki Adelina yang tidak sembuh-sembuh karena sudah mengalami infeksi.

Polisi sudah berupaya mendapat keterangan dari korban, namun gagal, karena saat diselamatkan petugas, ia dalam kondisi ketakutan.

Dia hanya melirik dan menggelengkan kepala.

Tidak hanya dianiaya, wanita malang ini juga diletakkan di luar rumah dan tidur bersama anjing piaraan keluarga tersebut selama sebulan.

Anjing jenis Rottweiler berwarna hitam yang terikat tali ini berada di samping Adelina dan terus menyalak kepada petugas saat proses penyelamatan tersebut.

Tetangga rumah tersebut menyatakan, perempuan itu tidur dengan anjing tersebut di beranda rumah selama sebulan terakhir, sebelum ditemukan pada Sabtu (10/8/2018).

Adelina meninggal, Minggu (11/2/2018) di RS Bukit Mertajam.

Tim penyelamat mendapat laporan dari seorang wartawan mengenai keberadaan Adelina di rumah bertingkat dua tersebut.

"Kami berbicara dengan tetangga, mereka sering mendengar majikannya akan memecatnya. Suaranya keras dari dalam rumah," katanya.

Di rumah tersebut ada seorang wanitra berusia 60 tahun dan sempat menolak membawa Adelina ke rumah sakit.

Keluarga tersebut membantah telah menganiaya korban.

Terkait luka yang diderita Adelina, majikannya mengaku, Adelina tidak sengaja menumpahkan bahan kimia di kaki dan lengannya.

Tim penyelamat kemudian menghubungi Tenaganita, sebuah LSM yang fokus pada perlindungan migran dari pelecehan.

Sebelum relawan dari Tenaganita tiba, majikan memasukkan Adelina ke mobilnya dan membawanya pergi dan mengantarkannya ke kantor polisi.

"Kami membawa Adelina ke Rumah Sakit Bukit Mertajam, dia meninggal di sana," kata petugas kepolisian setempat, Nik Ros Azhan Nik Abdul.

Ancaman berat tapi bebas

Majikan yang menyiksa Adelina Sau, Tenaga Kerja Indonesia ( TKI) yang tewas di Malaysia, terancam mendapat hukuman sangat berat.

Hal itu terungkap ketika S Ambika menjalani persidangan di Pengadilan Bukit Mertajam Rabu (21/2/2018).

Diwartakan The Star Online, Hakim Muhamad Anas Mahadzir membacakan dakwaan kepada perempuan 59 tahun tersebut.

Adelina Lisao tidur di beranda rumah di Taman Kota Permai, Penang, Malaysia, ketika ditemukan Sabtu (10/2/2018). TKI asal Nusa Tenggara Timur itu ditemukan dengan berbagai luka di wajah dan kepala. Perempuan 21 tahun itu meninggal dunia sehari berselang (11/2/2018).(Steven Sim/The Malay Online)
Adelina Lisao tidur di beranda rumah di Taman Kota Permai, Penang, Malaysia, ketika ditemukan Sabtu (10/2/2018). TKI asal Nusa Tenggara Timur itu ditemukan dengan berbagai luka di wajah dan kepala. Perempuan 21 tahun itu meninggal dunia sehari berselang (11/2/2018).(Steven Sim/The Malay Online) (The Malay Online)
Ambika dianggap melanggar Pasal 302 Hukum Pidana dengan ancaman maksimal vonis mati jika terbukti bersalah.

Bernama via The MalayMail Online melansir, Ambika datang ke ruang sidang tanpa diwakili oleh kuasa hukumnya.

"Terdakwa tidak mengucapkan sepatah kata pun untuk membela dirinya," ujar Malay Mail dalam reportasenya.

Sementara anak Ambika, R Jayavartiny, didakwa telah mempekerjakan imigran tersebut secara ilegal sejak Maret 2017 hingga 10 Februari 2018.

Perempuan 32 tahun tersebut dianggap melakukan pelanggaran terhadap Pasal 55 B ayat 1 Hukum Imigrasi.

Jika terbukti bersalah, Jayavartiny bakal dihukum selama satu tahun, dan denda maksimum 50.000 ringgit, atau sekitar Rp 173 juta.

Jayavartiny langsung membantah tuduhan tersebut. Meski, dia mengaku kalau mengetahui bahwa Adelina datang tanpa izin resmi.

Menurut keterangan dokter, Adelina menderita memar di kepala dan wajahnya.

Dia menderita kegagalan multiorgan sekundar akibat anemia.

Artinya, organ tubuhnya gagal bekerja karena kekurangan darah di tubuhnya.

Namun, bukti-bukti itu ternyata tak dianggap cukup oleh pengadilan tinggi untuk menghukum ke tiga majikan Adleina dan dibebaskan dari dakwaan.

Ini bukan kasus pertama terjadi di pengadilan Malaysia.

Beberapa waktu lalu, seorang bangsawan kaya Malaysia bernama Datin Rozita Mohamad Ali (44), sempat dibebaskan setelah melakukan penganiayaan terhadap Suyanti Sutrisno (19), pembantu asal Indonesia.

Lidah Terpotong, 4 Gigi Copot dan Tulang Leher Patah. Begini Perlakuan Majikan Zulfa di Malaysia

Datin Rozita yang Aniaya TKI Akhirnya Dipenjara 8 Tahun Oleh Pengadilan Tinggi Malaysia

Fakta-fakta Tentang Datin Rozita yang Aniaya TKI: Penyayang Kucing Tapi Siksa Pembantu

Datin Rozita dan pembantu bernama Suyanti yang dianiaya
Datin Rozita dan pembantu bernama Suyanti yang dianiaya (The Star/BHarian)

Pada 15 Maret 2018, Pengadilan Sekyen (Pengadilan Negeri) Petaling Jaya hanya memberikan bon 5 tahun dan denda 20 ribu ringgit.

 Bon dalam hukum Indonesia sama dengan hukuman percobaan. Terdakwa dibebaskan tapi akan dihukum sesuai tuntutan jika mengulangi perbuatan dalam masa bon.

Vonis tersebut kemudian membuat heboh di media sosial di Malaysia sehingga Datin Rozita ini kemudian disidang banding di pengadilan tinggi Malaysia.

Bahkan, puluhan ribu rakyat Malaysia membuat petisi di situs change.org, menuntut vonis yang adil.

Akhirnya, datin Rozita divonis delapan tahun penjara.

Kasus peganiayaan ini sebenarnya terjadi pada 21 Juni 2016 lalu di sebuah rumah, Jalan PJU 7/30, Mutiara Damansara, kota pinggiran Kuala Lumpur.

Namun kasus itu terungkap ke publik sampai akhirnya sebuah video Suyanti ditemukan terbaring di pinggir kali dekat perumahan mewah itu viral di media sosial pada 21 Desember 2016.

Polisi langsung bergerak dan kemudian memeriksa Datin Rozita.  Dari hasil penyelidikan terungkap, bahwa hal yang sama pernah terjadi enam bulan sebelumnya.

Rozita awalnya didakwa dengan Pasal 326 tentang percobaan pembunuhan, terlihat dari alat yang digunakan untuk menganiaya Suyanti.

Yakni, pisau dapur, batangan besi, tangkai pel, gantungan baju, payung hingga Suyanti luka parah.

Dari hasil pemeriksaan forensik, Suyanti mengalami sejumlah luka, termasuk lebam di kedua matanya, patah tulang termasuk tulang belikat kiri, kerusakan organ dalam, serta terjadi pembekuan darah di bagian kepala.

Namun dari persidangan awal, hakim hanya mengatakan kasus ini hanya penganiayaan (Pasal 307) dengan ancaman 5 tahun penjara.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved