BATAM TERKINI
Soal Ex-Officio, Apindo: Batam Adalah Wilayah Khusus, Tak Salah Jika Walikotanya Juga Khusus
Jika menjabat ex-officio Kepala BP Batam, Walikota Batam nantinya, diharapkan juga akan mampu membenahi investasi dan dunia usaha yang ada di Batam.
Penulis: Dewi Haryati |
TRIBUNBATAM.id, BATAM - Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Batam, Rafki Rasyid mengatakan, sejak awal, Batam merupakan daerah khusus secara de facto.
Tidak ada wilayah lain di Indonesia, yang seluruh wilayahnya merupakan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas atau Free Trade Zone (FTZ).
"Kekhususan Batam juga terlihat dari sejarah berdirinya daerah ini. Jadi sah-sah saja kalau wali kotanya juga memiliki kekhususan," kata Rafki, Senin (13/5).
Begitu juga, jika nanti wali kota sebagai Kepala BP Batam secara ex officio sudah berjalan, maka syarat untuk menjadi calon wali kota Batam dalam pemilihan kepala daerah (pilkada), seharusnya juga ditambah.
"Seperti misalnya harus memiliki kemampuan berbahasa Inggris dengan baik dan memiliki pengalaman di dunia usaha dan investasi, misalnya," ujarnya.
Syarat-syarat seperti itu, menurut Rafki penting. Karena Wali Kota Batam nantinya, diharapkan juga akan mampu membenahi investasi dan dunia usaha yang ada di Batam.
"Bisa juga disiapkan undang-undang (UU) khusus untuk Batam yang mengatur segala kekhususan untuk Batam. Kalau bisa dalam UU itu ditegaskan, kewenangan Batam untuk mengatur dirinya sendiri, tanpa terlalu banyak campur tangan pemerintah pusat," kata Rafki.
Anggota Ombudsman RI Laode Ida melalui sambungan seluler mengatakan, pihaknya sudah menyampaikan pada RDP, jika pun dipaksakan Walikota Batam Ex-Officio Kepala BP Batam adalah termasuk pelanggaran.
• Bos BP Batam Bantah Menjegal Walikota Ex-Officio
• Tarif Batas Atas Turun 12-16 Persen Mulai Rabu (15/5), Apakah Harga Tiket Pesawat Lebaran Turun?
• Komisi II DPR RI Tolak Walikota Batam Jadi Ex-Officio, Ini yang Mereka Takutkan
• Tak Sopan Komentari Ex-Officio, Parno Menangis Usai Diciduk Lembaga Adat Melayu, Begini Nasibnya
• Ini Komentar Parno di Facebook Soal Ex-Officio yang Dianggap Lancang Mengusik Marwah Melayu
"Jika Dipaksakan Walikota Batam Ex-Officio Kepala BP Batam, Itu Pelanggaran! Karena jelas, banyak tapi mengakangi aturan perundang-undangan yang ada. Baik dari segi ketatanegaraan maupun secara kelayakan dan kepatutan," kata Laode Ida.
Selain itu, Laode Ida menyinggung, ada banyak pelanggaran yang dilakukan selama ini terkait pemilihan pimpinan BP Batam.
Ia mencontohkan, mulai dari kepemimpinan Mustofa Widjaya, Hatanto Reksodipoetro, kemudian Lukita Dinarsyah Tuwo terakhir ini Edy Putra Irawady.
"Kebijakan pemilihan pimpinan saja juga sudah salah. Coba ya, sejak pak Mustofa Widjaya hingga saat ini berganti terus. Kan yang milih kepala adalah dewan kawasan per lima tahun. Yang ada gonta ganti terus. Ini juga pelanggaran," ujar Laode.
Peniliti/Praktisi Hukum di Batam DR Ampuan Situmeang SH MH menilai, Walikota Batam ex-officio Kepala Batam bukan persoalan suka-atau tidak suka.
Tapi lebih kepada dasar hukum. Pria yang sejak 3 Mei 1992 sebagai advokat di Batam tahu persis persoalan yang ada saat ini.
Kementerian saat ini sedang membicarakan rancangan perubahan ke-II PP 46/2007 Tentang Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas Batam.
"Semua Rapat-Rapat yang dilakukan oleh Dewan Kawasan selaku pemrakras sulit menepis anggapan dilalukan hanya untuk sekadar formalitas belaka, karena patut diduga gagasan penerapan Kepala BP Batam akan di jabat secara ex-officio oleh walikota Batam, sudah sejak bulan tanggal 12 Desember 2018, terasa kuat pemaksaan kehendak, untuk harus tetap dilaksanakan, sekalipun tidak selaras dengan amanat UU 53/1999 yang menetapkan Batam sebagai Daerah Otonom psl 21 jo UU 23/2014 ttg Pemda psl 360 ayat (4)," kata Ampuan.
Kepala BP Batam Bantah Jegal Ex-Officio
Sebelumnya diberitakan, Rapat Dengar Pendapat (RDP) membahas persoalan kawasan Otorita Batam di Komisi II DPR RI di Ruang Rapat Komisi II Gedung DPR-RI Senayan, Jakarta, Senin (13/5), berujung kesimpulan meminta pemerintah membatalkan rencana penunjukan Wali Kota Batam sebagai ex officio BP Batam.
Kehadiran Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam Edy Putra Irawady dalam rapat yang membuat Wali Kota Batam Rudi batal menjadi ex officio ini memicu anggapan miring.
Pasalnya Bos BP Batam yang ditugaskan mempersiapkan Wali Kota ex-officio Kepala BP Batam justru masuk dalam gerbong peserta rapat yang “menjegal” Rudi.
Menanggapi hal tersebut Edy Putra Irawady mengatakan tak ambil pusing soal kabar tak sedap yang ditujukan kepadanya.
"Maksudnya, saya mau terus jadi Kepala BP Batam? Gila saja. Ex-officio sudah menjadi keputusan tertinggi. Sejak datang, saya sudah mempersiapkan segala sesuatunya dengan tujuan kelancaran tugas ex officio. Tugas saya yang dikasih dewan kawasan sangat jelas," kata Edy soal isu yang berkembang, Senin (13/5).
Menurut Edy, sejak awal, ia juga sudah mengajak Wali Kota Batam, Rudi untuk datang ke BP Batam. Sekadar untuk melihat-lihat situasi di sana, bahkan kerja di BP Batam.
Agar Rudi tak canggung lagi nanti, jika kebijakan wali kota ex officio direalisasikan.
Edy pun menegaskan, jika tugasnya sebagai Kepala BP Batam masa transisi, saat ini sudah selesai.
"Kan berkali-kali saya bilang, saya tunggu pemberhentian saja. Sejak pertengahan Maret, saya sudah mulai pindahan balik ke Jakarta karena tugas saya sudah selesai," ujarnya.
Menurut Edy, saat RDP di Komisi II DPR RI, dia mengaku tak memberikan pendapat soal politik, di tengah rencana kebijakan Wali Kota ex officio Kepala BP Batam yang sedang bergulir.
Lantaran kapasitasnya di RDP itu sebagai Kepala BP Batam.
"Karena tugas saya terkait investasi dan ekspor. Jadi sedikitpun saya tak menyebut ex officio di RDP itu. Mungkin kalau saya diundang selaku staf Menko, maka pasti saya masuk ke substansi itu," kata Edy.
Sementara anggota Komisi II DPR RI dapil Kepri, Dwi Ria Latifa, dalam RDP menyambut positif tak jadi dilantiknya Wali Kota Batam Rudi sebagai ex officio Kepala BP Batam.
Menurutnya, ada hal lebih penting yang perlu diselesaikan saat ini, dari pada sekadar menjadikan Wali Kota ex officio Kepala BP Batam.
Dwi Ria mengatakan, mengurus persoalan Batam jangan ada kepentingan personal, bisnis, politik dari pihak atau golongan tertentu, yang bisa menabrak segala peraturan perundang-undangan yang ada. Jangan sampai pula memberikan bisikan yang salah ke Presiden, yang pada akhirnya menabrak aturan yang ada.
"Kita perlu selesaikan dengan duduk bersama. Saya usul dengan dibentuknya pansus. Kita selesaikan tanpa bicara kepentingan politik, bisnis dari pihak-pihak tertentu," kata Dwi Ria sebagaimana yang disiarkan TV parlemen.
Menurutnya membahas Batam, perlu dipikirkan bagaimana masyarakat Batam yang saat ini banyak di-PHK, ekonomi masyarakat tak seperti dulu lagi hidup di Batam.
Begitu juga dengan pegawai BP Batam yang resah, mempertanyakan nasibnya. Soal investasi besar yang masih menunggu untuk masuk ke Batam karena persoalan yang terjadi di Batam, dan faktor lainnya.
"Jangan justru asik sendiri dengan membuat keputusan yang tak melihat akar persoalannya seperti apa. Buat keputusan baru yang membuat persoalan baru," ujarnya.
Karena itu, ia meminta pemerintah tak buru-buru menjadikan Wali Kota ex officio Kepala BP Batam. Perlu diselesaikan persoalan yang terjadi saat ini secara komprehensif, melibatkan semua pihak terkait, yakni dengan membentuk pansus.
“Di pansus ini apakah Batam akan dijadikan kota administratif, atau seperti cita-cita dibentuknya Batam. Atau kita bicara bentuk Provinsi Batam. Jadi jelas persoalannya," kata Dwi Ria.
Ia meminta agar persoalan Batam tidak diselesaikan sepotong-sepotong. Tetapi menyeluruh, sampai ke akar permasalahnnya.
"Karena Batam, Kepri ini ingin dimajukan demi kepentingan masyarakatnya," sambungnya, sembari meminta kepada rekan-rekannya di Komisi untuk melanjutkan upayanya, membentuk pansus penyelesaian masalah Batam, jika dia tak lagi duduk di DPR RI.
Pada kesempatan itu, ia juga menyinggung persoalan yang terjadi di Batam saat ini, isu dualisme mengemuka pertama kali sekitar 2017 lalu.
Saat itu BP Batam dipimpin Hatanto Reksodipoetro. Hubungan kerja antara Kepala BP Batam saat itu, dan Wali Kota Batam, Rudi diakuinya memang kurang baik.
"Ada acara, yang satu hadir, yang satunya tak hadir. Hari ini muncul di koran begini, besoknya muncul lagi di koran begini," kata Dwi Ria.
Persoalan yang terjadi beberapa tahun silam itu, lanjutnya, berdampak hingga saat ini.
Kepemimpinan di BP Batam berganti beberapa kali, tanpa kajian yang komprehensif.
Dalam RDP itu, Dwi Ria juga menyampaikan kekecewaannya karena Ketua Dewan Kawasan Darmin Nasution tak hadir di RDP.
Beberapa kali diundang rapat, Darmin tak hadir. Padahal niat Komisi II DPR RI, ingin menyelesaikan persoalan yang terjadi secara komprehensif. (tribunbatam.id/dewi haryati/leo halawa)