PILPRES 2019
Kubu Prabowo Ajukan Sengketa Pemilu ke Mahkamah Konstitusi, Yusril Ihza: Pembuktiannya Tidak Mudah
"Saya kira sebagai advokat profesional, berat dan pasti tidak mudah untuk membuktikannya, ya. tapi kita menghargai upaya konstitusional," kata Yusril
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNBATAM.ID, JAKARTA - Kuasa hukum Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf Amin, Yusril Ihza Mahendra berpandangan, sengketa pemilu 2019 yang digadang-gadang akan diajukan tim BPN Prabowo-Sandi ke Mahkamah Konstitusi (MK), berat dan tidak mudah dibuktikan.
"Ya, memang saya kira sebagai advokat profesional berat dan pasti tidak mudah untuk membuktikannya, ya. tapi kita menghargai itu, upaya konstitusional yang harus ditempuh," ujar Yusril Ihza Mahendra yang ditemui di Posko Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (21/5/2019).
Lebih jauh Yusril Ihza Mahendra mengatakan, sengketa pemilu yang diajukan juga sangat kecil mengubah hasil yang ada.
Pasalnya, untuk membuktikan kecurangan dengan selisih terpaut hampir 17 juta, bukanlah hal yang mudah.
"Bisa saja saya mengatakan mungkin membuktikan 17 orang lebih sulit daripada membuktikan 10 juta, tergantung dari alat bukti yang mereka (Prabowo-Sandi) punya. Kalau misal mereka katakan punya plano, punya C1 artinya ada berapa banyak C1? Ada berapa banyak plano? Tentu yg harus dibawa adalah bukti yang asli, bukan fotokopi, bukan hasil rekaman video, bukan dipotong," jelas Ketum PBB ini.
"Jadi kalau misalnya ada 11 juta orang yang ternyata di dalam C1 tidak begitu, berati 11 juta ada di berapa TPS, misal ada di 100 ribu TPS, maka ya C1 dari 100 ribu TPS itu yg harus di bawa ke Mahkamah Konstitusi, berat memang," lanjut Yusril.
Ia menuturkan, jika memang terbukti ada kecurangan di TPS-TPS, lalu diadakan pemungutan suara ulang, hasilnya belum tentu berubah secara signifikan.
"Andai kata diadakan pemungutan suara ulang di tempat itu, 100 persen memilih Anda, apakah akan mengubah siapa yang menang siapa yang kalah? Tentu dia akan jujur mengatakan tidak akan mengubah. Hakim akan mengatakan, kalau begitu tidak perlu dilanjutkan perkaranya," kata Yusril.
Sebelumnya, meski tak lugas menyatakan akan membawa sengketa pemilu ke ranah hukum, calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto mengatakan, akan memperjuangkan pemilu sesuai hukum dan konstitusi.
"Saya kira itu bisa menjadi pegangan sikap kita ke depan, hukum dan upaya konsitusional lainnya itu akan kami laksanakan untuk membuktijan kebenaran. Kita sungguh-sungguh benar-benar menjunjungi tinggi kehidupan hukum dan kehidupan demokrasi," ungkap Prabowo saat konfrensi pers di kediamannya, Kartanegara, Jakarta Selatan, Selasa siang.
38 Ribu TPS
Terpisah, pengamat politik Indo Barometer Muhammad Qodari mengatakan, capres-cawapres Prabowo-Sandiaga bisa memenangkan Pilpres 2019 jika 38 ribu Tempat Pemungutan Suara (TPS) dibatalkan.
Hal itu menurut Jubir Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga adalah hal yang mungkin terjadi.
Hal itu disampaikan keduanya di Kompas TV, Selasa (21/5/2019) sore tadi.
Dilansir TribunnewsBogor.com dari Kompas TV, Aiman Witjaksono selaku host menanyakan apakah mungkin tudingan kecurangan dari BPN Prabowo-Sandi bisa membalikkan keadaan.
Menanggapi hal itu, Muhammad Qodari menyebut bisa saja gugatan tim BPN Prabowo-Sandiaga ke MK mengubah hasil Pilpres 2019.
"Jadi perbedaan suara sah itu diakibatkan jumlah suara tidak sah di pileg itu sangat besar, hampir sekitar 17 juta lebih, sementara pilpres hanya 3 juta sekian. Pilpres jauh lebih mudah untuk memilih hanya 2 pasangan," katanya.
Namun ia menyebut, membuktikan kecurangan di MK itu cukup sulit kerena ada selisih 17 juta suara.
Namun ia menyebut bukan tidak mungkin jika hitung-hitungan bisa mengubah siapa pemenang Pilpres 2019.
"Nah selisih 17 juta itu kalau dibagi dua itu 8,5 juta, ya, katakanlah memastikan itu memang akan mengubah hasil akhir, katakanlah diperlukan 9 juta suara, berarti berapa TPS itu yang dicurangi?," katanya.
"Kalau kita asumsikan bahwa rata-rata 1 TPS itu 237 orang, maka 9 juta dibagi 237 adalah sekitar 38 ribu TPS," kata Muhammad Qodari.
Namun ia menyebut, hal itu tak serta merta membuat Prabowo-Sandiaga menang.
Sebab, TPS yang dinyatakan curang di MK biasanya dilakukan pemungutan suara ulang.
"Dan kalaupun dibatalkan, saya tidak tahu apakah masih bisa dimungkinkan untuk diperintahkan pemilu ulang. Sebab, kalau ada TPS diputuskan curang, biasanya dilakukan pemilu ulang, dan hasilnya bisa beda atau sama. Sebab 38 ribu itu hampir 5 persen," katanya.
"(38 ribu TPS) itu dua kali provinsi Sumatera Barat," kata Andre Roside.

Kemudian ia pun menanggapi hitung-hitungan dari Muhammad Qodari tersebut.
Ia menyebut, pihaknya sudah sejak awal mencurigai adanya DPT tuyul.
"Jadi dari awal kami sudah teriak patut diduga ada DPT tuyul 17,5 juta, angkanya sama kan (dengan selisih)," katanya.
Kemudian soal kemungkinan pembuktian kecurangan di 38 ribu TPS, Andre Rosiade menyebut tak ada yang tak mungkin.
"Kan tidak ada yang tidak mungkin, Allah yang membolak-balikan hati," kata Andre Rosiade.
"Ini bukan hati, ini surat suara," kata narasumber yang ada di studio.
Ia pun menyebut bahwa hati yang ia maksud yakni hati Ketua Mahkamah Konstitusi.
"Membolak balikan hati hakim konstitusi, kita punya data kecurangan yang luar biasa, DPT bermasalah, dan data lain, ini yang akan kita bawa, hari ini tim kami akan bawa, insya Allah sebelum batas waktu berakhir kita akan bawa ke MK," tandasnya.
Sikap Prabowo-Sandi
Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto memberikan keterangan pers pasca ditetapkannya hasil rekapitulasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), Selasa (21/5/2019) dini hari.
Pada keterangan persnya itu, Prabowo Subianto menolak hasil rekapitulasi Pilpres 2019, dan menyebut bahwa pengumuman hasil rekapitulasi itu janggal.
Dilansir dari Kompas TV Selasa, Prabowo Subianto menyindir pengumuman hasil rekapitulasi yang dilakukan oleh KPU.
"Untuk menanggapi pengumuman KPU dini hari, senyap-senyap begitu, di saat orang masih tidur atau bahkan belum tidur," kata Prabowo Subianto sambil tertawa.
Menurut Prabowo Subianto, sikapnya masih sama seperti yang ia sampaikan pada minggu lalu.
"Seperti yang telah disampaikan pada pemaparan kecurangan pemilu 2019, di Hotel Sahid Jaya pada tanggal 14 Mei 2019, yang lalu, kami pihak paslon 02 tidak akan menerima hasil penghitungan suara yang dilakukan oleh KPU selama penghitungan tersebut bersumber pada kecurangan," kata Prabowo Subianto didampingi oleh cawapresnya Sandiaga Uno dan beberapa tokoh di belakangnya.
Menurutnya, ia sudah memberi waktu kepada KPU untuk memperbaiki selurus prosesnya, tapi tidak ada tanggapan.
"Pihak paslon 02 juga telah menyampaikan untuk memberi waktu untuk memperbaiki seluruh proses sehingga benar-benar mencerminkan hasil pemilu yang jujur dan adil. Namun hingga pada saat terakhir, tidak ada upaya yang dilakukan oleh KPU untuk memperbaiki proses tersebut," katanya.
Sehingga, ia pun dengan tegas menolak hasil rekapitulasi tersebut.
"Oleh karena itu sesuai dengan apa yang pernah kami sampaikan pada kesempatan tanggal 14 meri 2019 yang lalu di Hotel Sahid Jaya, kami pihak paslon 02 menolak semua hasil penghitungan suara pilpres yang diumumkan oleh KPU pada tanggal 21 Mei 2019 dini hari tadi," tegasnya.
Kemudian, Prabowo Subianto juga menyoroti waktu pengumuman yang menurutnya janggal.
"Di samping itu, pihak paslon 02 juga merasa pengumuman hasil rekapitulasi tersebut dilaksanakan pada waktu yang janggal, di luar kebiasaan," katanya.
Kemudian, ia juga menegaskan kalau pihaknya akan melakukan upaya hukum sesuai konstitusi.
Hal ini berbanding terbalik dengan yang pernah disampaikan oleh BPN.
"Pihak paslon 02 akan terus melakukan seluruh upaya hukum sesuai konstitusi dalam rangka membela kedaulatan rakyat yang hak konstitusinya dirampas pada pemilu 2019 ini," tambahnya.
Kemudian yang terakhir, Prabowo Subianto menyampaikan pesan kepada para pendukungnya untuk menggelar aksi dengan damai.
"Ketiga, menyerukan kepada seluruh komponen masyarakat, relawan, pendukung dan simpatisan paslon 02 untuk tetap menjaga keamanan dan ketertiban umum, serta selalu menjaga agar aksi-aksi menyampaikan pendapat di depan umum, selalu dilaksanakan dengan damai, berakhlak dan konstitusional," pesannya.
"Demikian statemen kami, saya kira cukup jelas, sikap kami pada tanggal 14 mei, juga pernyataan kami sesudah itu, saya kira itu jadi pegangan untuk mengetahui sikap kita ke depan," tutup Prabowo Subianto.
Dalam waktu yang bersamaan, pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Jokowi-Maruf Amin menyampaikan terima kasih kepada seluruh rakyat Indonesia.