Pelajar SMK Ini Meninggal dalam Aksi Unjuk Rasa. Pengakuan Tantenya Sungguh Memilukan Hati
Pelajar SMK 60 Jakarta ini merupakan satu dari enam korban yang meninggal dalam unjuk rasa yang berujung bentrok di Petamburan, Jakarta Pusat.
Karena itulah, pihak keluarga mengizinkan jenazah Widyanto untuk diotopsi.
"Kami izinkan diotopsi karena ada luka tembak di leher.
Siapa yang tanggung jawab kalau kayak gini.
Dia lagi di masjid ditembaknya.
Harusnya diperingatkan pake tembakan gas air mata saja, jangan pakai peluru," ungkap Liani.
Kabar meninggalnya pelajar SMK 60 Jakarta saat ikut aksi 22 Mei tersebut telah sampai kepada Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
Anies pun datang ke RSUD Tarakan untuk memastikan kabar itu sekaligus berbelasungkawa atas meninggalnya Widyanto.
Sementara itu, korban meninggal lainnya dalam aksi unjuk rasa ini adalah Farhan Syafero (30).
Warga Depok itu tewas dalam kerusuhan di area Gedung Bawaslu RI dan sekitarnya.
Berbeda dengan Widyanto, keluarga Farhan menolak tawaran otopsi jenazah dari pihak RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Syafri Alamsyah (54), ayah Farhan, mengatakan, dirinya terpaksa menolak otopsi karena tidak ada pihak berwenang yang mendampingi.
"Awalnya saya kan minta surat kematian ke Cipto (RSCM).
• Ajak Masyarakat Ikut Berbagi Ke Dhuafa, BNI Syariah Salurkan Bantuan dan Bingkisan Sembako ke Warga
Tapi katanya harus diotopsi dulu supaya tahu penyebab kematian. Ya, saya menolak karena kepentingannya apa," uja
• Besok Masak Apa? Bubur Ayam Jagung Bisa Jadi Sarapan Sehat dan Praktis
Syafri di rumah duka, Kampung Rawa Kalong, Jalan Pramuka RT 03/07, Kelurahan Grogol, Kecamatan Limo, Kota Depok, Rabu (22/5/2019).
"Kecuali ada lembaga yang mendampingi saya, yang peduli terhadap nyawa manusia, baru saya bersedia.