Sampai Kapan Whatsapp, Instagram, Facebook Dibatasi Pemerintah? Simak Penjelasan Menkominfo
Sampai kapan media sosial seperti instagram, whatsapp, facebook dibatasi akibat kerusuhan aksi 22 Mei 2019?
TRIBUNBATAM.id - Sampai kapan media sosial seperti instagram, whatsapp, facebook dibatasi akibat kerusuhan aksi 22 Mei 2019?
Pertanyaan sampai kapan media sosial seperti instagram, whatsapp, facebook dibatasi terus terdengar karena hingga Jumat (24/5/2019) layanan medsos belum normal.
Pembatasan media sosial dirasakan oleh seluruh masyarakat di Indonesia.
Tidak terkecuali, Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Rudiantara yang juga curhat ikut merasa kesulitan akibat pembatasan akses tersebut.
Padahal, pembatasan itu dilakukan oleh kementeriannya.
"Saya sendiri pun merasakan dampak yang saya buat sendiri," kata Rudiantara di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (23/5/2019).
Atas keadaan tersebut, Rudiantara juga menyampaikan permohonan maaf.
• Live Streaming Badminton Hari Ini Piala Sudirman 2019 di TVRI Jam 09.45 WIB, Indonesia vs Taiwan
• Daftar Orang Target Ancaman Penculikan hingga Pembunuhan Selain Adian Napitupulu
Dia menegaskan, langkah itu diambil guna menghindari provokasi hingga penyebaran konten hoaks terkait aksi 22 Mei.
"Saya mohon maaf kepada teman-teman yang sementara tidak bisa gunakan fitur gambar di media sosial. Namun, kita semua menjaga eksistensi dari NKRI," tegasnya.
Rudiantara mengatakan, pembatasan media sosial terkait aksi 22 Mei sangat sukses mengindari hoaks.
"Efektif menahan hoaks," ucapnya.
Dia menjelaskan, apabila tidak diblokir, maka penyebaran konten hoaks melalui foto maupun video bisa menyebar luas.
"Blokir ini efektif terutama untuk penyebaran video, karena kalau video itu efeknya lebih besar dibandingkan dengan foto. Video itu paling cepat menyentuh emosi," papar Rudiantara.
Menyikapi kondisi saat ini, menurut Rudiantara, semua pihak harus memaklumi, karena ini demi keamanan dan ketenangan.
Terlebih, pemerintah bukan menutup sarana komunikasi, melainkan hanya melakukan pembatasan.
"Kan pemerintah tidak menutup sarana komunikasi, tapi melakukan pembatasan. Bisa dirasakan sekarang kita lebih tenang kan?" tuturnya.
Sebelumnya, langkah pembatasan ini belum pernah diambil oleh pemerintah. Lantas, sampai kapan pembatasan media sosial dilakukan?
Menjawab itu, Rudiantara mengatakan blokir akan dibuka jika memang situasi sudah kondusif.
"Tunggu kondusif ya, yang bisa menyatakan suasana kondusif atau tidak tentu dari pihak keamanan," ucapnya.
"Dari sisi intelijen, dari sisi Polri, dari sisi TNI. Kalau kondusif kita akan buka, akan fungsikan kembali fitur-fitur. Karena saya sendiri pun merasakan dampak yang saya buat sendiri," papar Rudiantara.
Terkait kondisi Tanah Air, khususnya ibu kota Jakarta yang sempat rusuh di beberapa lokasi, Rudiantara meminta masyarakat berdoa agar suasana berangsur kondusif.
"Kita semua berdoa supaya segera pulih semuanya. Saya juga belum tahu sampai kapan (blokir dibuka)," cetusnya.
Sebelumnya, media sosial seperti Instagram, Facebook, dan WhatsApp mengalami masalah sejak Rabu (22/5/2019).
Melalui konferensi pers, Rudiantara lantas menjelaskan saat ini pemerintah sedang melakukan pembatasan bertahap.
"Pembatasan ini bersifat sementara dan bertahap. Pembatasan dilakukan terhadap platform media sosial, fitur-fitur media sosial tidak semuanya, dan messaging system," terang Rudiantara.
Ini terkait dengan penyebaran postingan di media sosial dalam bentuk video, foto, hingga gambar-gambar yang telah diedit (meme).
Konten tersebut dibatasi untuk dikirim melalui pesan WhatsApp.
"Kita tahu modusnya adalah posting di media sosial, Facebook, Instagram, dalam bentuk video, dalam bentuk meme, dalam bentuk foto," paparnya.
"Kemudian screen capture diambil viralnya bukan di media sosial, viralnya di messaging system WhatsApp," tambah Rudiantara.
Dampaknya, gambar di WhatsApp akan sulit diunduh dan diupload.
"Jadi teman-teman akan mengalami, kita semua akan mengalami pelambatan kalau kita download atau upload video," terangnya.
"Kemudian juga foto, mengapa? Karena viralnya yang negatif besarnya, mudaratnya ada di sana, tapi sekali lagi ini sementara secara bertahap," sambung Rudiantara.
Sebelumnya diberitakan Wartakotalive.com, para tersangka kerusuhan aksi 22 Mei ditampilkan ke publik oleh aparat Polda Metro Jaya pada rilis kerusuhan 22 Mei dini hari.
Para pelaku tampak mengenakan baju tahanan berwarna oranye. Dari total 257 tersangka, polisi membeberkan 12 tersangka dalam rilis ini.
Beberapa tersangka tampak memiliki tato di bagian tubuhnya. Para tersangka menunduk ketika disorot oleh kamera pewarta, sebagian tampak meringis.
Ada dua tersangka yang mengenakan penutup kepala. Selain itu, ada tersangka yang berambut gondrong serta berwarna pirang.
Para tersangka ini ditangkap di tiga tempat, yakni Gambir, depan Gedung Bawaslu, dan Petamburan.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan, pihaknya masih memburu pihak yang mendanai penyerangan Asrama Brimob Petamburan, Jakarta Barat.
Polisi telah mengamankan pelaku kerusuhan serta provokator penyerangan. Namun, saat ini pihak kepolisian masih mendalami sosok yang menjadi penyandang dana kerusuhan aksi 22 Mei.
"(Aktor yang membiayai) sedang dicari. Identitasnya belum ada," ujar Argo Yuwono di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (22/5/2019).
Polisi telah mengamankan uang di dalam amplop dan uang sebesar Rp 5 juta dari salah satu massa provokator yang menyerang asrama Brimob.
Argo Yuwono menyebut uang sebesar Rp 5 juta itu akan digunakan untuk biaya operasional aksi 22 Mei. Sedangkan uang di dalam amplop yang berisi Rp 200 ribu-Rp 500 ribu itu akan dibagi-bagikan.
"Jadi sudah saya jelaskan daripada pelaku perusuh yang kita lihat saat ini sudah direncanakan, sudah disetting ada yang biayai, sudah disiapkan," jelas Argo Yuwono.
Polda Metro Jaya menangkap dan menetapkan 257 orang sebagai tersangka kerusuhan yang terjadi pada 22 Mei.
Para tersangka melakukan kerusuhan di Petamburan, depan Bawaslu, dan Gambir.
Para pelaku dijerat pasal 170, 212, 214, dan 218 KUHP. Sedangkan pelaku pembakaran asrama polisi di Petamburan ditambahi dengan pasal 187 KUHP.
Aksi kerusuhan yang terjadi dalam dua hari terakhir (21-22 Mei) ternyata sudah direncanakan oleh para perusuh.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan, penyerangan Asrama Brimob Petamburan juga telah direncanakan secara sistematis oleh pelaku.
Pihak kepolisian telah mengantongi bukti rekaman rencana penyerangan Asrama Brimob.
"Merencanakan dan menyerang asrama polisi di Petamburan. Ini ada barang buktinya, ada rekamannya," ucap Argo Yuwono.
"Jadi sudah disetting untuk melakukan penyerangan ke asrama polisi di Petamburan," sambungnya.
Argo Yuwono mengungkapkan, para tersangka berasal dari luar Jakarta. Mereka dikumpulkan di Sunda Kelapa, sebelum melakukan penyerangan.
"Para tersangka ini yang disuruh itu berasal dari luar Jakarta. Dan kemudian, dari Jawa Barat, dia kemudian datang ke Sunda Kelapa," tutur Argo Yuwono.
Para pelaku memiliki penyandang dana untuk membiayai aksi mereka. Saat ini polisi masih mendalami pihak yang mendanai aksi pelaku.
Bahkan, senjata yang digunakan untuk menyerang Asrama Brimob telah disiapkan di Petamburan.
"Karena di Petamburan itu ada batu, busur sudah tertata di pinggir jalan. Jadi massa ini datang itu semua sudah siap," beber Argo Yuwono.
Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menuturkan, pihaknya masih mengecek informasi enam korban tewas akibat kerusuhan di Jakarta pada Rabu (22/5/2019) dini hari.
"Masih dicek seputar itu, termasuk penyebab tewas dan identitasnya," kata Dedi Prasetyo saat dikonfirmasi Wartakotalive.com, Rabu (22/5/2019).
Yang pasti, kata Dedi Prasetyo, polisi tidak dibekali peluru tajam dan senjata api saat mengamankan unjuk rasa yang berujung rusuh tersebut.
"Yang perlu disampaikan bahwa aparat keamanan dalam pengamanan unjuk rasa tidak dibekali oleh peluru tajam dan senjata api," tuturnya.
"Kita sudah sampaikan jauh-jauh hari bahwa akan ada pihak ketiga yang akan memanfaatkan situasi unras tersebut. Oleh karenanya masyarakat tidak perlu terprovokasi," sambung Dedi Prasetyo.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menginformasikan sampai saat ini sudah ada enam korban meninggal dunia akibat kerusuhan dalam aksi tolak hasil Pemilu 2019 di sekitar Jalan MH Thamrin.
Keenam korban penembakan meninggal dalam aksi 22 Mei itu tersebar di empat rumah sakit di Jakarta.
Data korban aksi 22 atau korban penembakan versi Anies Baswedan ini ia terima dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta.
"Jadi kira-kira ada 200 orang luka-luka per jam sembilan pagi ini, dan ada sekitar enam orang tercatat meninggal," ujar Anies Baswedan di RS Tarakan, Cideng, Jakarta Pusat, Rabu (22/5/2019).
Sementara, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti merincikan korban meninggal 1 di RS Tarakan, 2 di RS Pelni, 1 di RS Budi Kemuliaan, 1 di RS Mintoharjo, dan 1 di RSCM.
Namun, Widyastuti mengaku belum mengetahui penyebab meninggalnya keenam korban.
"Belum tahu secara pasti ya sebabnya. Sepertinya ada luka akibat benda tajam tumpul dan luka-luka lecet. Ada juga luka robek dan beberapa menembus ke pembuluh darah di paru-paru," ungkap Widyastuti. (*)
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Sampai Kapan Pemerintah Batasi Media Sosial karena Aksi 22 Mei? Ini Kata Menkominfo
Editor: Yaspen Martinus