Lawan Tim Hukum Prabowo-Sandiaga, Yusril Ihza Mahendra Berikan Pesan Ini usai Putusan MK
Sosok Yusril Ihza Mahendra menjadi salah satu sorotan dalam perkara sengketa Pilpres 2019.
TRIBUNBATAM.id - Sosok Yusril Ihza Mahendra menjadi salah satu sorotan dalam perkara sengketa Pilpres 2019.
Yusril Ihza Mahendra merupakan tim hukum pasangan Jokowi-Maruf Amin akan berhadapan dengan Denny Indrayana dan Bambang Widjojanto, tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Ketua Tim Advokasi Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra, menjamin pihaknya akan bersikap jujur, adil, dan kesatria selama persidangan perselisihan hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi nantinya.
"Tidak akan ada lobi-lobi dari pihak kami kepada para hakim MK, apalagi suap-menyuap dalam perkara ini. Silakan semua pihak melakukan pengawasan," kata Yusril dalam keterangan tertulis seperti dikutip Antara, Sabtu (25/5/2019).
"Ini semua berkaitan dengan reputasi dan nama baik serta kehormatan kami sebagai advokat profesional dan sebagai penegak hukum sebagaimana disebutkan dalam UU Advokat," kata Yusril.
Pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sudah mendaftarkan sengketa hasil pilpres ke MK, Jumat (24/5/2019) malam.
Baca juga: Anies Baswedan dan AHY Bertemu Hari Ini Untuk Silaturahmi Politik, Bakal Duet di Pilpres 2024?
Mereka menolak hasil rekapitulasi KPU di mana pasangan Jokowi-Ma'ruf menang pilpres.
Yusril menegaskan, apa pun nanti putusan MK wajib dihormati dan diterima. Putusan MK bersifat final dan mengikat.
Tidak ada upaya hukum atas putusan MK.
Karena itu, kata Yusril, kalaupun nanti ada ketidakpuasan terhadap putusan MK, ketidakpuasan itu hendaknya diungkapkan dalam batas-batas kewajaran dengan menjunjung tinggi etika dan sopan-santun sebagai bangsa yang beradab dan berbudi luhur.
Pihak yang menang dalam perkara harus diberi kesempatan untuk memimpin bangsa dan negara kita lima tahun ke depan.
"Rekonsiliasi elite dan masyarakat pendukung salah satu kubu harus segera terjadi. Selanjutnya kita bekerja keras membangun bangsa dan negara untuk mencapai cita-cita dan tujuan pembentukan negara kita sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945," katanya.
Yusril menilai, membawa ketidakpuasan hasil pilpres ke MK adalah langkah yang tepat dan terhormat.
Semua pihak harus mengedepankan penyelesaian sengketa melalui badan peradilan yang bebas dan mandiri serta terlepas dari pengaruh pihak mana pun juga.
Menurut Yusril, terlepas dari kekurangannya, MK tetap merupakan lembaga yang tepercaya untuk menyelesaikan berbagai sengketa yang menjadi kewenangannya.
Baca juga: Pilpres 2024, Presiden Jokowi Enggan Komentari Partai Nasdem Usung Anies Baswedan
Yusril percaya sembilan hakim MK yang ada sekarang ini adalah negarawan pengawal konstitusi yang berintegritas tinggi.
KPU sebelumnya menetapkan rekapitulasi hasil penghitungan dan perolehan suara tingkat nasional untuk Pilpres 2019 dalam sidang pleno pada Selasa (21/5/2019) dini hari.
Hasilnya, pasangan calon nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin menang atas paslon nomor urut 02
Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Jumlah perolehan suara Jokowi-Ma'ruf 85.607.362 atau 55,50 persen. Perolehan suara Prabowo-Sandi 68.650.239 atau 44,50 persen.
Selisih suara kedua pasangan 16.957.123 atau 11 persen. Namun, Prabowo-Sandiaga menolak hasil tersebut. Mereka akan mengajukan sengketa hasil pilpres ke Mahkamah Konstitusi.
Lawan Denny Indrayana
Kalau TKN Jokowi - Ma'ruf Amin memiliki kuasa hukum yang hebat seperti Yusril Izha Mahendra, BPN Prabowo - Sandiaga juga mempunyai advokat andal seperti Denny Indrayana.
Denny masuk dalam jajaran tim kuasa hukum BPN Prabowo - Sandiaga yang siap menggugat hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Denny pun mengungkapkan alasan untuk ikut dalam tim hukum pasangan calon nomor urut 02 tersebut.
Satu alasan Denny untuk ikut dalam tim yang diketuai oleh Bambang Widjojanto tersebut tidak lain adalah untuk melihat dan menilai seberapa jujur dan adil Pemilu 2019.
Denny sendiri pun optimis akan gugatan mereka, bukti dan argumentasi yang dibawa dapat dipertanggungjawabkan.
Mengenai keputusan yang akan ditentukan, dia menyerahkan seluruhnya kepada Hakim Konstitusi.
"Bagaimana nanti ditentukan, kami serahkan ke hakim," ucap Denny.
Sama seperti Yusril, Denny sendiri merupakan Ahli Bidang Hukum Tata Negara
Denny Indrayana mendapat gelar master di Universitas Minnesotta, Amerika Serikat. Sedangkan gelar doktor diraihnya dari University of Melbroune, Australia.
Denny Indrayana merupakan seorang ahli dalam bidang hukum tata negara.
Setidaknya, Denny Indrayana sudah menulis 10 buku terkait isu hukum tata negara dan korupsi yakni:
Amendemen UUD 1945
Antara Mitos dan Pembongkaran
Indonesian Constitutional Reform 1999-2002
Negara Antara Ada dan Tiada
Negeri Para Mafioso
Indonesia Optimis
Cerita di Balik Berita: Jihad Melawan Mafia
No Wamen No Cry
Jangan Bunuh KPK, Don't Kill KPK
Strategi Memenangkan Sengketa Pemilu di Mahkamah Konstitusi.
Kariernya melesat di era SBY
Karier Denny Indrayana bisa dibilang melesat di era pemerintahan SBY.
Pada September 2008, Denny diangkat menjadi Staf Khusus Presiden SBY dalam bidang Hukum, HAM dan Pemberantasan KKN.
Denny menjabat sebagai staf khusus Presiden SBY hingga 2011.
Kemudian, Denny diangkat sebagai Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) mendampingi Amir Syamsudin sebagai Menkumham periode 2011-2014.
Selain itu, Denny juga pernah menjadi Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (2010-2018).
Jurus Menang di MK
Denny Indrayana sepertinya tahu betul jurus menang sengketa Pemilu di MK.
Hal ini sudah ia paparkan melalui sebuah buku berjudul "Strategi Memenangkan Sengketa Pemilu di Mahkamah Konstitusi".
Buku karya Denny Indrayana itu dibedah di Universitas Paramadina, Jakarta Selatan, Jumat (1/2/2019) sore.
Kemunculan buku Denny Indrayana memang berdekatan dengan kontestasi Pemilu 2019.

Denny Indrayana menilai buku ini dapat menarik minat kalangan untuk mengetahui strategi dari pemenangan sengketa Pemilu.
Disampaikan dalam buku soal keberatan peserta pemilu yang merasa dirugikan hingga proses di MK adalah hukum konstitusional yang diatur UUD 1945.
"Sengketa pemilu di MK perlu dipersiapkan dengan profesional oleh semua peserta pemilu. Karena MK adalah penentu akhir sengketa hasil pemilu maka tidak berlebihan jika secara hukum dikatakan bahwa pemenang pemilu ditentukan oleh keputusan sembilan hakim MK," papar Denny dilansir Tribunnews.com.
Denny Indrayana mengatakan isi buku memuat tentang regulasi yang teserap ke dalam undang-undang MK, peraturan MK, dan peraturan KPU.
"Saya meramu jadi satu dengan tambahan teori ketatanegaraan dikomparasi sedikit ke dalam tulisan buku ini," urainya usai peluncuran.(*)