Demokrat Usulkan Koalisi Pilpres Bubar, BPN: Jangan Buat Gaduh, TKN: Ah Mengada-ada, Lantas Mahfud?
Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 sudah berlalu kendatipun proses gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) masih terus berjalan.
TRIBUNBATAM.id - Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 sudah berlalu kendatipun proses gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) masih terus berjalan.
Di tengah proses gugatan di MK, wacana seputar pembubaran koalisi partai politik pendukung Pilpres 2019 mulai mencuat.
Usul pembubaran koalisi partai politik pendukung Pilpres 2019 itu datang dari Wakil Sekjen Partai Demokrat Rachland Nashidik
Dia mengusulkan calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo segera membubarkan koalisi partai politik pendukungnya dalam Pilpres 2019.
Menurut Rachland, saat ini Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019 telah usai.
• Ayah Dewi Perssik Meninggal karena Diabetes, Ini Bahan Alami yang bisa Cegah Diabetes
• Gelar Hahal bi Halal, Wako Tangsel Airin Rachmi Diany Undang Umat Katolik, Ini Kata Pastor Katolik
• Pemain Bertahan Persib Bandung Ini Digeser ke Persib Bandung B, Dia lalu Pindah ke Sriwijaya FC?
• Mewah, Syahrini dan Reino Barack Bulan Madu di Selandia Baru, Sewa Helikopter saja Segini Harganya

Kendati Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan Prabowo - Sandiaga mengajukan sengketa hasil pilpres ke MK, namun Rachlan menilai proses tersebut tidak melibatkan peran partai politik.
Oleh sebab itu, kata Rachlan, pemimpin koalisi Prabowo sebaiknya menggelar pertemuan resmi terakhir untuk membubarkan koalisi.
"Pak @Prabowo, Pemilu sudah usai. Gugatan ke MK adalah gugatan pasangan Capres. Tak melibatkan peran Partai," kata Rachlan.
"Andalah pemimpin koalisi, yang mengajak bergabung. Datang tampak muka, pulang tampak punggung," tutur dia.
Tak hanya koalisi di kubu Prabowo, Rachland juga meminta koalisi partai politik pendukung Jokowi untuk membubarkan diri.
"Anjuran yang sama, bubarkan koalisi, juga saya sampaikan pada Pak @Jokowi. Mempertahankan koalisi berarti mempertahankan perkubuan di akar rumput," ujar Rachland seperti dikutip dari akun Twitter-nya, @RachlandNashidik, Minggu (9/6/2019).
Dia menilai, keterbelahan di masyarakat berpotensi menimbulkan benturan.
Para pemimpin harus mengutamakan keselamatan bangsa.
"(Perkubuan) Artinya mengawetkan permusuhan dan memelihara potensi benturan dalam masyarakat. Para pemimpin harus mengutamakan keselamatan bangsa," katanya.
Tanggapan BPN
Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional pasangan Prabowo Subianto - Sandiaga Uno (BPN), Andre Rosiade, meminta elite Partai Demokrat tidak membuat gaduh dengan melontarkan pernyataan terkait koalisi partai politik pendukung pasangan Capres - Cawapres nomor urut 02 secara terbuka ke publik.
Hal itu dia katakan menanggapi usul Wakil Sekjen Partai Demokrat Rachland Nashidik agar Prabowo segera membubarkan koalisi parpol pendukung.
"Berkoalisi itu kalau punya masukan silakan disampaikan di dalam (secara internal), bukan bikin gaduh. Di situ saling memberikan masukan, tapi di internal bukan merongrong atau bikin gaduh terus," ujar Andre saat dihubungi, Minggu (9/6/2019).

Andre mempersilakan Partai Demokrat menentukan sikap jika ingin keluar dari koalisi partai politik pengusung pasangan Prabowo - Sandiaga.
Namun, apabila ingin bertahan di dalam koalisi, maka dia meminta Partai Demokrat tidak melontarkan pernyataan yang membuat gaduh dan menjaga etika berkoalisi.
"Kalau ingin bertahan, ya tolong etika koalisi itu dijaga, jangan bikin gaduh terus," kata Andre.
Andre menegaskan bahwa koalisi pendukung pasangan Prabowo - Sandiaga akan masih terus berjalan, sebab proses Pilpres 2019 belum selesai.
Dia mengatakan, Koalisi Indonesia Adil dan Makmur tengah fokus terhadap permohonan sengketa hasil pilpres yang diajukan BPN ke MK.
"Kita fokus gugat di MK jangan bikin gaduh. Kalau mau keluar silakan, kalau memang kebelet menjadi menteri setelah reshuffle Juni - Juli ini ya monggo silakan," ucapnya.
Respons TKN
Wakil Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) pasangan Jokowi Widodo - Ma'ruf Amin (TKN) Verry Surya Hendrawan menilai, usulan pembubaran koalisi partai politik pendukung pasangan Capres - Cawapres pada Pemilu Presiden 2019 tidak relevan dan mengada-ada.
Usul tersebut dilontarkan Wakil Sekjen Partai Demokrat Rachlan Nashidik.
Rachland memandang bahwa mempertahankan koalisi pendukung kedua pasangan calon akan membuat polarisasi di masyarakat sulit diantisipasi.
"Pernyataan bahwa KIK ( Koalisi Indonesia Kerja) harus pula dibubarkan karena, sesuai statemen Wasekjen Partai Demokrat, mengawetkan permusuhan dan memelihara potensi benturan dalam masyarakat adalah sangat tidak relevan dan mengada-ada," ujar Verry melalui keterangan tertulisnya, Minggu (9/6/2019).

Menurut Verry, Koalisi Indonesia Kerja yang mendukung Presiden Jokowi justru perlu dipertahankan.
Saat Pilpres 2019, pasangan Jokowi - Ma'ruf Amin didukung PDI-P, Golkar, NasDem, PPP, PKB, Hanura, PSI, Perindo, dan PKPI.
Verry menilai, Koalisi Indonesia Kerja harus terus berperan dalam mengawal program-program pemerintahan Presiden Jokowi selama lima tahun ke depan.
Di sisi lain, TKN selalu berkampanye dengan mengedepankan narasi positif, mengedepankan program kerja serta rekam jejak pencapaian Capres dan Cawapres.
"Ini positif untuk demokrasi kita karena semangat ini akan terus dikedepankan dan ditularkan ke semua pihak," kata dia.
Verry menyayangkan jika koalisi partai politik pendukung pasangan Prabowo - Sandiaga dibubarkan.
Pasalnya, menurut Verry, Koalisi Indonesia Adil dan Makmur dapat menjadi partner yang baik sebagai unsur koreksi dan penyeimbang bagi pemerintah.
"Jadi, keberadaan koalisi tidak memiliki potensi untuk mengawetkan permusuhan.
Karena sebaliknya, kami hadir justru untuk menguatkan demokrasi di negara tercinta ini.
Dan akar rumput kita semakin dewasa dalam berdemokrasi dan menyikapi semua hal di atas," ucap Sekjen PKPI itu.
Kata Mahfud MD
Pakar Hukum Tata Negara yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD memberi tanggapan soal wacana pembubaran koalisi ini.
Hal itu disampaikan Mahfud saat menjawab pertanyaan dari warganet.
Menurut Mahfud, dalam perspektif hukum, tidak ada istilah koalisi.
Istilah tersebut hanya dipakai dalam politik praktis.

Dalam hukum, yang ada hanya ketentuan Parpol bisa bergabung untuk mengusung atau mendukung Paslon dalam Pilpres.
Setelah itu tidak ada ikatan yuridis apakah koalisi bakal terus atau gabung.
Semuanya tergantung kesepakatan saja.
"Di dlm tara hukum kita tdk ada term koalisi. Istilah itu hny dipakai dlm politik praktis. Yg ada hny ketentuan, parpol2 bs bergabung utk mengusung atau mendukung Paslon dlm Pilpres. Setelah itu tak ada ikatan yuridis utk koalisi. Mau terus atau tidak, tergantung kesepakatan sj," tulis Mafud MD.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Wacana Pembubaran Koalisi Parpol di Pilpres 2019, Tanggapan BPN, TKN hingga Kata Mahfud MD