Pengamat Politik Ini Nilai Prabowo-Sandiaga juga Mesti Diperiksa, Apakah Mereka Jujur di Pilpres?

Namun, pengamat politik Ray Rangkuti justru menilai menilai pasangan Capres-Cawapres nomor urut 02

Editor: Thom Limahekin
Instagram @sandiuno
Capres/Cawapres nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno 

TRIBUNBATAM.id - Pasca Pilpres 2019 hingga muncul sidang gugatan sengketa di Mahkamah konstitusi (MK), publik terkesan hanya menilai kecurangan terjadi pada pasangan Capres-Cawapres nomor urut 01 Jokowi - Ma'ruf Amin.

Namun, pengamat politik Ray Rangkuti justru menilai menilai pasangan Capres-Cawapres nomor urut 02, Prabowo Subianto - Sandiaga Uno juga harus diperiksa atas adanya potensi kecurangan dalam Pilpres 2019.

Diberitakan TribunWow.com dari Kompas.com, hal tersebut disampaikan Ray dalam diskusi berjudul "Bedah Sidang Perdana MK: Menakar Peluang Prabowo" yang berlangsung di Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Minggu (16/6/2019).

Dalam pemaparannya Ray menjelaskan, hal tersebut harus dilakukan bila nanti Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menerima tuntutan pemohon, yang dalam hal ini adalah Prabowo - Sandiaga terkait perkara kecurangan Pemilu yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM).

Ray menegaskan, Prabowo - Sandiaga harus diperiksa apakah benar mereka berlaku jujur dan adil selama Pilpres ini.

 

"Kalau tuduhan TSM diperiksa MK, pemohon juga harus diperiksa apakah mereka juga berlaku jurdil," ujar Ray.

Jessica Iskandar dan Richard Kyle Bertunangan, Bukan Richard, Tapi Pria Ini yang Buat Jessica Nangis

Terkait Kebijakan Presiden Soal Mahalnya Tiket Pesawat, Fadli Zon: Jangan Sampai Kita Ditertawai

Harga Tiket Masih Tetap Mahal, Presiden Ingin Undang Maskapai Asing, Fadli Zon: Itu Keliru, Mengapa?

Klasemen MotoGP 2019 - Marc Marquez Kokoh di Puncak Disusul Dovizioso, Valentino Rossi Posisi 5

Ray memaparkan, pembuktian ini menjadi penting agar tuntutan Prabowo - Sandiaga untuk terciptanya Pemilu yang jujur dan adil bisa terwujud.

Selain itu, Ray menilai, hasil suara yang diperoleh pasangan Prabowo - Sandiaga dalam Pilpres 2019 ini sebenarnya tidak murni karena kampanye program mereka saja.

Menurut Ray, perolehan suara untuk Prabowo - Sandiaga juga merupakan pengaruh dari mencuatnya politik identitas dan politisasi isu SARA.

Ray menilai, bukan hal yang tidak mungkin suara Prabowo - Sandiaga akan berkurang jika isu-isu tersebut tak digunakan.

"Jangan-jangan pemohon juga menggunakan cara yang sama untuk meraih suaranya. Kalau tidak pakai isu itu, jangan-jangan hasil suaranya di bawah itu sebetulnya," ujar Ray.

Selain Ray, pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti juga turut memberikan tanggapan atas tudingan kecurangan TSM dari kubu Prabowo - Sandiaga.

Atas tudingan tersebut, menurutnya, tim hukum Prabowo - Sandiaga harus dapat membuktikan adanya pelanggaran tersebut.

"Tim hukum Prabowo - Sandiaga harus membuktikan bahwa TSM itu benar adanya dan mampu membalikkan perolehan suara hasil Pemilu Presiden," kata Bivitri, Jumat (15/6/2019), seperti dikutip dari Kompas.com.

Bivitri menilai, hal ini merupakan hal yang sulit untuk dilakukan.

Pasalnya, kubu 02 harus membuktikan kecurangan sekitar 8,5 juta suara jika memang ingin memenangkan sengketa ini.

"Ini susah atau berat banget karena tim 02 membutuhkan sekitar 8,5 juta suara kalau ingin menang," papar dia.

Sebagai contoh, untuk membuktikan adanya kecurangan yang terstruktur, kubu 02 harus memiliki bukti adanya menteri yang memerintahkan bawahannya untuk memilih Jokowi - Ma'ruf.

"Untuk masifnya, tim 02 tidak bisa hanya membuktikan bahwa 100 - 200 orang saja yang diperintah memilih Jokowi - Ma'ruf, tapi harus lebih banyak dan signifikan untuk membalikkan suara hasil Pilpres 2019," paparnya kemudian.

5 Poin soal Kecurangan TSM yang Disampaikan Tim Hukum 02

Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto - Sandiaga Uno menuding adanya beberapa hal terkait kecurangan dalam Pilpres 2019.

Hal ini diungkapkan anggota tim hukum 02, Denny Indrayana dalam pembacaan materi gugatan sidang perdana sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (14/6/2019), dikutip dari Kompas TV, Jumat (14/6/2019).

Menurut Denny ada 5 poin yang menjadikan ketidakseimbangan dalam Pilpres 2019 hingga mengerucut pelanggaran Pemilu yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif (TSM).

Pertama adanya polisi yang diminta untuk turut bertindak sebagai tim kemenangan Paslon 01.

Dia lantas mengatakan adanya pengakuan dari seorang anggota Polsek Kabupaten Wangi di Garut.

"Adanya pengakuan di Polsek Kabupaten Wangi di Garut, meskipun kemudian pengakuan dari Polsek Kabupaten Wangi diberitakan dan dicabut, namun pencabutan itu tidak berarti serta merta pengakuannya tidak benar."

Menurutnya hal itu karena adanya tekanan sehingga mencabut pengakuannya.

"Pencabutan itu juga bisa bermakna indikasi bahwa pengakuannya adalah benar, dan yang bersangkutan mendapatkan tekanan sehingga mencabut pengakuannya," ujar Denny.

"Pengakuan AKP Salman Azis dilihat sebagai fenomena puncak gunung es dan terjadi sporadis apalagi tiba-tiba."

Selanjutnya, dia mengatakan adanya tim buzzer yang dibentuk untuk mengamati dukungan Paslon 02.

"Adanya informasi Tim Polri membentuk tim buzzer, yang kemudian juga sudah diberitakan oleh banyak media terutama rekan investigasi Tempo."

"Mendata kekuatan dukungan Capres hingga ke desa, pendataan demikian untuk mematangkan dukungan sekaligus menguatkan strategi kemenangan Paslon 01," ungkapnya.

Kemudian terkait ketidaknetralan BIN, Denny mengatakan jauh lebih rumit dibuktikan karena berkaitan dengan TSM.

"Akan disampaikan buktinya dalam sidang pembuktian."

Dia menyinggung Kepala BIN Budi Gunawan (BG) yang tampak mendatangi kegiatan hari ulang tahun PDIP, namun tidak kepada partai politik lain.

"Selain pernah menjadi ajudan Megawati, Budi Gunawan, didedikasikan pada HUT PDIP, satu hal yang tidak dilakukan kepada partai lainnya, juru bicara BIN mengkonfirmasi kehadiran BG."

Selanjutnya, dia menilai adannya tekanan yang diberikan kubu 01 kepada media yang mencoba bersikap netral yakni tvOne.

"Pernyataan Presiden SBY yang tak hanya terkait dalam Pilkada tetapi juga ada kaitannya dengan media besar, yakni media grup MNC media yang dimiliki oleh Mahaka Grup yang berafiliasi dengan kubu 01," ujar Denny.

"Media yang mencoba untuk netral seperti tvOne kemudian mengalami tekanan dan harus mengistirahatkan panjang satu program favoritnya, ILC (Indonesia Lawyers Club)," ucap Denny kemudian membacakan cuitan Karni Ilyas yang mengatakan cuti.

"Publik bertanya-tanya, sedangkan ada pengakuan dari pemilik media ada tekanan dari penguasa bahwa tak boleh menayangkan pemberitaan kecurangan Pilpres, mereka juga diminta untuk tidak menayangkan kegiatan deklarasi massa menentang aksi curang."

Anggota Tim Kuasa Hukum 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Denny Indrayana menyebutkan pihaknya memiliki beban dalam pembuktian dugaan kecurangan Pilpres 2019.
Anggota Tim Kuasa Hukum 02 Prabowo Subianto - Sandiaga Uno, Denny Indrayana menyebutkan pihaknya memiliki beban dalam pembuktian dugaan kecurangan Pilpres 2019. (Capture Kompas TV Live)

Yang ke lima pihaknya menyinggung mengenai adanya tebang pilih hukum antara pendukung paslon 01 dan 02.

"Diskriminasi pelakuan dan penegakan hukum."

"Tebang pilih dan tajam ke Paslon 02. Kecurangan demikian TSM," ungkapnya.

"Kecurangan tersebut dapat dilakukan karena Joko Widodo masih menjabat dan karenanya bisa menggunakan fasilitas anggaran dan lembaga aparatur negara untuk upaya kemenangan Capres Paslon 01."

Dia lantas mengatakan kubu 01 pantas didiskualifikasi dari Pilpres 2019.

Artikel ini telah tayang di Tribunwow.com dengan judul Pengamat Sebut Prabowo-Sandi Juga Harus Diperiksa atas Pemilu Curang: Jangan-Jangan Mereka Sama

Sumber: TribunWow.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved