Setelah China, AS Juga Perang Dagang dengan India. Indonesia Ikut Kembang-kempis
AS mencabur fasilitas perdagangan Generalized System of Preferences (GSP) sejak 5 Juni 2019. India membalas, menaikkan tarif sejumlah produk AS.
Sekretaris Negara AS Mike Pompeo yang dijadwalkan akan mengunjungi India pada bulan ini mengatakan, AS terbuka untuk dialog untuk menyelesaikan perbedaan perdagangan dengan India.
India merupakan pembeli almond AS terbesar, bahkan lebih seperuh dari almond AS mengalir ke India senilai US$ 543 juta.
India juga pembeli apel AS terbesar kedua, dengan nilai US$ 156 juta pada tahun 2018.
Sebelumnya, peraturan baru India di bidang-bidang seperti e-commerce dan lokalisasi data telah membuat marah AS karena memukul perusahaan-perusahaan seperti Amazon.com, Walmart Inc, Mastercard dan Visa.
Indonesia Juga Terancam
AS terus menyelidiki 13 negara yang mengalami surplus perdagangan dengan mereka untuk menekan negatif transaksi berjalan.
AS memiliki peluang besar meninjau kembali fasilitas GSP bagi Indonesia karena faktor yang sama.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan (Kemdag), Indonesia mengalami surplus US$ 8,26 miliar dari total perdagangan sebesar US$ 28,61 miliar di tahun 2018.
Namun, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, ekspor yang mendapat fasilitas GSP hanya sebesar 10%.
"Apa yang terjadi dengan proses review GSP India akan terjadi juga akan ada review bagi Indonesia," ujar Sinta sepertti dilansir TribunBatam.id dari Kontan.co.id.
Fasilitas GSP diberikan AS bagi negara berkembang, sementara Indonesia saat ini dinilai telah melampaui level tersebut.
"Taraf ekonomi indonesia lebih tinggi (upper middle income)," ujar Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Muhammad Faisal.
Selain selalu dilakukan review, kebijakan Presiden AS Donald Trump, saat ini pun selalu diliputi ketidakpastian.