BP Batam Akan Revisi Perka 10, Namun Apindo Masih Belum Puas: Perka 10 dan Perka 8 Itu Beda Tipis
BP Batam berjanji akan merevisi Perka. Meski begitu, Apindo masih menunggu realisasi revisi Perka Nomor 10 Tahun 2019.
Penulis: Dewi Haryati | Editor: Thom Limahekin
TRIBUNBATAM.id, BATAM- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Batam, Provinsi Kepri mengapresiasi atensi pimpinan Badan Pengusahaan (BP) Batam terhadap keluhan dunia usaha, akibat berlakunya Perka Nomor 10 Tahun 2019.
BP Batam berjanji akan merevisi Perka. Meski begitu, Apindo masih menunggu realisasi revisi Perka Nomor 10 Tahun 2019.
"Karena berdasar rilis dari BP Batam, Perka Nomor 10 Tahun 2019 akan dikembalikan ke Perka Nomor 8 Tahun 2019.
Kalau kembali ke Perka Nomor 8 tahun 2019, menurut kita tidak ada revisi yang signifikan," kata Ketua Apindo Kota Batam, Rafki Rasyid kepada Tribun, Senin (24/6/2019).
Dia mengatakan, antara Perka Nomor 8 Tahun 2019 dan Perka Nomor 10 Tahun 2019 merupakan satu paket.
Master list memuat hanya 980 barang konsumsi yang mendapat fasilitas pembebasan pajak, ada di Perka Nomor 8 Tahun 2019.
"Jadi kalau dikatakan kembali ke Perka Nomor 8 Tahun 2019, sama saja tidak ada perubahan yang signifikan.
Tapi saya yakin BP Batam sudah menangkap esensi dari apa yang kita permasalahkan," ujar Rafki.
Permasalahan yang dimaksud ini, ada perusahaan yang terancam usahanya akibat terbitnya Perka Nomor 8 dan Perka Nomor 10 Tahun 2019.
Rafki menilai, sebagai daerah Free Trade Zone (FTZ), perusahaan bebas memperdagangkan barang kebutuhan produksi di kawasan perdagangan bebas.
• Tekan Harga Bapok, Anggota Komisi II Batam: Operasi Pasar Murah Tak Cukup, Bangun Pasar Induk Jodoh
• Kios-kios di Simpang Hutatap Batam Bakal Digusur, Pedagang: Kami Cuma Cari Makan, Bukan Cari Kaya
"Mengelompokkan barang pendukung dan bahan penolong produksi ke kelompok barang konsumsi, jelas keliru. Walaupun dimasukkan menggunakan Angka Pengenal Impor Umum (API-U), barang pendukung produksi tersebut tidak dikonsumsi oleh masyarakat," kata Rafki.
Rafki melanjutkan, jadi perlakuan yang diberikan seharusnya sama dengan bahan baku dan barang modal lainnya yaitu diberikan fasilitas bebas pajak.
Jika dikenakan pajak, maka akan berakibat pada mahalnya produk jadi yang dihasilkan perusahaan-perusahaan yang ada di Batam.
"Akibatnya daya saing produk itu akan menurun sehingga bermuara pada menurunnya daya tarik Batam sebagai daerah tujuan investasi.
Maka kita menunggu seperti apa realisasi dari revisi yang dimaksud BP Batam ini.
Kita juga berharap secepatnya, karena sudah cukup lama barang-barang impor milik importir di Batam, tertahan di luar negeri," ujarnya.
Sebelumnya, Rafki mengatakan, membeludaknya peserta sosialisasi Perka BP Batam Nomor 10 Tahun 2019, Kamis (20/6/2019) lalu, menandakan banyak perusahaan yang terdampak akibat terbitnya Perka ini.
"Tadi saya tanya dengan orang BP, yang diundang datang 70 orang. Tapi yang datang lebih dari itu, sekitar 300 orang. Artinya, banyak sekali perusahaan terdampak Perka 10," kata Rafki kepada Tribun, Kamis (20/6/2019) di Gedung IT Center BP Batam.
Diapun menyebut, melihat ramainya peserta sementara ruangan tidak cukup, tak representatif jika disebut sebagai sosialisasi.
• Satpol PP Mulai Data Kios di Simpang Hutatap Kota Batam, Pedang Resah, Begini Pengakuan Pedagang
• BP Batam Luluh, Revisi Perka Nomor 10/2019 atas Masukan dari Pengusaha
"Kalau memang mau diadakan sosialisasi, mestinya tempatnya lebih besar," ujarnya.
Soal dampak Perka, Rafki mengakui, banyak rekan-rekan pengusaha yang mengeluh.
Lantaran barang mereka tertahan di Singapura karena tidak bisa dimasukkan ke Batam.
Rata-rata, mereka perusahaan pemegang Angka Pengenal Importir-Umum (API-U).
Ada yang sudah pesan barang jauh-jauh hari, sejak 6 bulan lalu. Namun barangnya baru dikirim sekarang.
Itupun setelah dikirim, belum bisa masuk ke Batam, dan tertahan di Singapura.
"Barang tertahan di Singapura, mesti bayar uang tambahan lagi di sana. Biaya gudang dan lain-lainnya," kata Rafki. (tribunbatam.id/dewi haryati)