Dahnil Anzar Sebut Bambang Widjojanto Mirip Abraham Lincoln yang Lawan Vampir Pengisap Darah Rakyat

“Kalau dilihat-lihat Pak BW ini seperti Abraham Lincoln,” ucap Juru Bicara BPN itu, diikuti tawa BW.

Tribunnews/Jeprima
Ketua Tim Hukum Tim Badan Pemenangan Nasional (BPN), Bambang Widjojanto (kanan) menghadiri sidang sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Selasa (18/6/2019). Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum atau Sengketa Pilpres 2019 mengagendakan pembacaan tanggapan pihak termohon dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pihak terkait dalam hal ini Tim Kampanye Nasional (TKN). Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNBATAM.id - Dahnil Anzar Simanjuntak menyamakan Bambang Widjojanto dengan mantan Presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln.

Itu karena Ketua Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tersebut berjanggut tanpa kumis.

“Kalau dilihat-lihat Pak BW ini seperti Abraham Lincoln,” ucap Juru Bicara BPN itu, diikuti tawa BW.

 

Hal itu terjadi saat keduanya hadir sebagai narasumber dalam diskusi 'Pemufakatan Curang Itu Fakta', di Posko BPN, Jalan Sriwijaya I, Kebayoran Baru, Jakarat Selatan, Senin (24/6/2019).

Dahnil Anzar Simanjuntak menyebut BW saat ini sedang memimpin BPN menghadapi sidang sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi.

 
 

Katanya, untuk memperjuangkan kedaulatan rakyat yang menurutnya diisap oleh pihak-pihak tertentu.

Pengandaian tersebut diambil Dahnil Anzar Simanjuntak dari film ‘Abraham Lincoln: Vampire Hunter’ yang diadaptasi dari novel fiksi garapan Seth Grahame-Smith.

“Seperti di film, Pak BW ini juga menghadapi vampir yang mengisap darah rakyat Indonesia,” katanya.

Sebelumnya, Ketua tim kuasa hukum Prabowo-Sandi Bambang Widjojanto (BW), menyebut Pemilu 2019 adalah pemilu terburuk yang pernah digelar di Indonesia sejak era reformasi.

Ia berpatokan pada jumlah KPPS (kelompok penyelenggara pemungutan suara), Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu), dan aparat keamanan yang meninggal dunia dan sakit seusai Pemilu 2019.

Bahkan, BW menantang publik untuk menunjukkan Pemilu di negara mana yang lebih buruk dari Indonesia, jika berdasarkan data tersebut.

“Ini adalah Pemilu terburuk sejak era reformasi, jangan dibandingkan dengan Orde Baru, karena sekarang bukan Orde Baru,” ujar BW di posko BPN, Kebayoran Baru, Jakarat Selatan, Senin (24/6/2019).

"Tidak ada Pemilu di dunia ini yang menimbulkan korban lebih dari 700 orang."

"Tunjukkan kepada saya, ada tidak Pemilu di dunia yang korbannya lebih dari 700? Dan itu ada di Pemilu Indonesia 2019,” sambung BW.

 

Indikator kedua yang membuat Pemilu 2019 sebagai yang terburuk sejak era reformasi, menurut BW, adalah adanya 22 juta potensi pelangggaran seputar Pemilu.

Ia pun menyinggung penemuan 400 ribu amplop yang disiapkan untuk serangan fajar dalam kasus Bowo Sidik.

“Kejahatan di Pemilu seperti fenomena gunung es, yang ketahuan hanya akan sekitar 0,5 sampai 1 persen."

 

"Sementara kami menemukan ada potensi 22 juta pelanggaran di seputar Pemilu. Kalau tidak dilaporkan ke Bawaslu bukan berarti tidak ada kejahatan,” tuturnya.

Indikator ketiga, lanjut BW, adalah adanya indikasi mobilisasi sumber daya negara untuk memenangkan salah satu paslon.

Halaman
123
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved