Pemerintah Hong Kong Bersumpah Buru Pendemo Anarkis, Beijing Ingatkan Negara Lain Tidak Ikut Campur
Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam mengutuk aksi anarkis yang merusak lembaga negara dan bersumpah akan mengejar seluruh pelaku.
TRIBUNBATAM.ID, HONG KONG - Kesabaran Pemerintah Eksekutif Hong Kong habis setelah aksi demo brutal hingga mengobrak-abrik Gedung Legco, tempat legislatif berkantor, Senin (1/7/2019) malam.
Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam mengutuk aksi anarkis yang merusak lembaga negara dan bersumpah akan mengusut kasus tersebut.
Kepala Eksekutif Carrie Lam Cheng Yuet-ngor mengatakan pada konferensi pers puku; 04.00 dini hari, Selasa, bahwa dia marah dan sedih dengan kekerasan dan kekacauan yang dilakukan pelaku aksi demo Hong Kong.
"Saya sangat marah dan tertekan dan saya sangat mengutuknya," katanya sweperti dilansir TribunBatam.id dari South China Morning Post.
• UPDATE! Demo Hong Kong Rusuh Tengah Malam, Tanpa Ampun, Polisi Menyerbu dengan Gas Air Mata
• Asiknya Demo Hong Kong. Dari Pasukan Payung, Kolektor Plastik Daur Ulang Hingga Spot Instagram
• Demo Hong Kong Kembali Rusuh. Peringatan 22 Tahun Kembali ke China Seperti Upacara Pemakaman
Carrie Lam mengatakan, peristiwa ini belum pernah terjadi sebelumnya dan sangat merusak peringatan kembalinya Hong Kong ke pemerintahan China.
“Kami telah melihat dua adegan publik yang sama sekali berbeda. Salah satunya adalah pawai reguler pada 1 Juli. Terlepas dari jumlah peserta pawai, pawai itu damai dan umumnya teratur. Ini sepenuhnya mencerminkan inklusifitas masyarakat Hong Kong, dan nilai-nilai inti demokrasi yang kami lekatkan pada perdamaian dan ketertiban, ” kata Lam di markas besar kepolisian.
“Adegan kedua, yang benar-benar menyedihkan dan mengejutkan banyak orang, adalah kekerasan ekstrim dan perusakan oleh pengunjuk rasa yang menyerbu gedung Dewan Legislatif. Ini adalah sesuatu yang harus kita kutuk dengan serius, karena tidak ada yang lebih penting daripada aturan hukum di Hong Kong. ”

Dia mengatakan pemerintah akan mengejar para pelaku yang melanggar hukum sampai tuntas.
Lam menggelar jumpa pers dengan wakilnya, Kepala Sekretaris Matthew Cheung Kin-chung, Sekretaris Keamanan John Lee Ka-chiu dan Komisaris Polisi Stephen Lo Wai-chung.
Dia berharap masyarakat luas setyuju bahwa kekerasan itu harus dikutuk, dan masyarakat akan kembali normal sesegera mungkin.
Seperti diberitakan sebelumnya, selama beberapa jam pada hari Senin malam, gedung Dewan Legislatif di Admiralty diduduki para pendemo dalam ukuran dan intensitas yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Ratusan besar pemrotes berusia muda melakukan aksi anarkis hanya untuk menuntut penarikan penuh Rancangan Undang Undang ekstradisi yang kini ditangguhkan pemerintah.
Aksi itu akhirnya berhenti pada tengah malam setelah polisi Hong Kong habis kesabaran.
Ribuan polisi kemudian mengepung pendemo dan menembakkan gas air mata sehingga demo menjadi rusuh.
Rumah sakit setempat mengatakan, setidaknya 54 orang terluka dan dirawat di rumah sakit tersebut.
Sebelumnya, saat polisi menjaga demo damai, sekelompok orang melempari polisi dengan zat kimia beracun sehingga 13 personel harus dilarikan ke rumah sakit.
Zat yang dilemparkan tersebut diduga pembersih saluran air.
Carrie Lam membantah pemerintah tidak menanggapi tuntutan mereka yang memprotes RUU tersebut, karena pemerintah selalu mencarikan jalan keluarnya.
"Kami belum menanggapi setiap permintaan karena alasan yang baik," katanya.
“RUU itu akan kedaluwarsa atau RUU itu akan mati pada Juli 2020, ketika masa berlakunya Legco saat ini berakhir. Itu adalah respons yang sangat positif terhadap tuntutan yang telah kami dengar.”
Pihak legislatif sebelumnya juga memastikan bahwa RUU itu tidak akan pernah terlaksana karena mereka belum akan membahasnya.
Kekerasan, yang dilakukan oleh kebanyakan pemuda bertopeng yang mengenakan helm, berada pada skala yang mengejutkan kota.
Komisaris Polisi Stephen Lo Wai-chung membantah bahwa polisi sengaja membiarkan situasi untuk mendapatkan dukungan publik setelah pada demo pertengan Juni lalu dikecam karena melakukan kekerasan.
Dia mengatakan, polisi tidak punya pilihan selain mundur dan mengatur kembali strategi mereka saat pendemo mengepung Gedung Legco.
Dia menekankan, prajuritnya telah melindungi bangunan selama hampir delapan jam dsan berharap pelaku demo bisa menahan diri.

Perang Opini Internasional
Demo anarkis tersebut menimbulkan pro dan kontra internasional.
Donald Trump menyebutkan bahwa aksi tersebut adalah bagian dari demokrasi.
Kepada awak media di Gedung Putih, Trump mengatakan bahwa demonstrasi yang terjadi di Hong Kong merupakan keinginan dari massa dalam mencari demokrasi.
"Saya pikir sebagian besar orang menginginkan demokrasi. Sayangnya, ada pemerintah yang tidak menghendakinya," ujar Trump seperti dilansir AFP.
"Ini makna seluruhnya. Ini adalah tentang demokrasi. Tidak ada hal yang lebih baik dari itu," katanya.
Selain Trump, Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton menyatakan Washington berharap China bisa seperti negara lainnya, untuk mematahui kewajiban internasional terkait Hong Kong.
Pernyataan Bolton itu menyulut kemarahan Beijing.
Juru bicara kementerian luar negeri Geng Shuang dalam konferensi pers meminta negara lain tak ikut campur. "Masalah di Hong Kong merupakan urusan dalam negeri China. Tidak ada negara asing yang mempunyai hak untuk ikut-ikutan dalam menanganinya," tegasnya dilansir Sky News.
Geng Shuang mengatakan, penyerbuan gedung Legco adalah tindakan melawan hukum yang menginjak-injak aturan hukum kota dan tidak ada negara demokrasi manapun yang bisa menerimanya.
Geng mengatakan, "sangat munafik" bagi mereka untuk tidak menentang atau menegur kekerasan di Hong Kong.
"Ini adalah standar ganda bagi mereka untuk mengatakan mereka mengadvokasi hak-hak protes damai ... Kita semua tahu bagaimana polisi di AS dan Eropa menangani kekerasan dan menegakkan hukum," katanya.
Demo Damai Berubah Liar
Seperti diberitakan sebelumnya, aksi pendudukan Gedung Legco membuat polisi mengepung gedung yang dikuasai demonstran Hong Kong sejak sore hingga malam.

Pasukan anti-huru-hara menyerbu para demonstran yang tetap bertahan di luar gedung Legco menggunakan senjata gas air mata dan cairan merica.
Kehadiran polisi tak serta-merta membuat pendemo bubar, tetapi mereka melakukan perlawanan dengan bersenjatakan batu dan benda-benda lainnya.
Aksi demo yang merusak peringatan 22 tahun kembalinya Hong Kong ke China berakhir sekitar pukul 01.00 dini hari.
Polisi yang sudah menyiapkan pasukan antihuru-hara di markas mereka, Wan Chai, bergerak dan mengepung pendemo dari berbagai arah.
Pada saat itu, seluruh pengunjuk rasa sudah keluar dari gedung parlemen dan kembali ke area demonstrasi di Harcourt Road, Tim Mei Avenue dan Lung Wui Road, di sekitar komplek Legco.
Polisi maju, membersihkan penghalang jalan dan menembakkan gas air mata saat, memaksa para demonstran mundur sambil membentengi diri mereka dengan payung.
Pada pukul 1 dini hari, polisi berhasil menguasai kembali seluruh wilayah di sekitar badan legislatif.
POLISI TEMBAKKAN GAS AIR MATA
PENDEMO LUKA-LUKA:
Ketika ratusan ribu orang berbaris dengan damai di jalan-jalan pada sore hari, sejumlah pendemo garis keras malah menerobos masuk ke Gedung Legco, meruntuhkan pagar dan memecahkan kaca-kaca gedung tersebut dengan brutal.
Awalnya , mereka hanya hingga lobi gedung, namun pada malam hari, sebagian pendemo garis keras masuk ke dalam gedung, menguasai ruang sidang utama dan menghancurkan seluruh kantor.
Dinding parlemen dipenuhi oleh tulisan protes, bahkan lambang Hong Kong di ruang sidang utama juga dicoret dengan cat semprot.
Pendemo damai akhirnya memilih membuat barikade dengan berbagai peralatan pengatur lalulintas dan tiang-tiang besi untuk menjaga agar rekan-rekan mereka yang ada di dalam gedung tidak menjadi sasaran polisi.
Polisi yang sudah kadung marah, menggunakan cara yang lebih keras untuk membubarkan demo, tengah malam.
Permohonan mereka untuk tenang diabaikan, termasuk anggota legislatif yang berusaha menenangkan aparat.
Bahkan, anggota legislator pan-demokrat Leung Yiu-chung (66) terlempar ke tanah ketika ia mencoba berdiri di antara pendemo dan polisi.
Polisi juga menembakkan merica ke dalam gedung melalui celah pintu kaca yang sudah rusak sebelumnya.
Pendemo membalas serbuan petugas yang menggunakan topeng tempur dengan bubuk yang kemudian diidentifikasi sebagai kapur.
Kekacauan total mendorong Sekretariat Legco untuk mengeluarkan peringatan merah untuk pertama kalinya.
Dalam sebuah pernyataan darurat bersama, anggota parlemen oposisi dan Front Hak Asasi Manusia Sipil, yang mengorganisir demo mengecam kepala eksekutif karena menolak tuntutan para pemrotes yang telah "mendorong anak-anak menuju keputus-asaan".
Mereka juga mengungkapkan bahwa Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam menolak permintaan mereka untuk berdialog untuk mencari solusi dalam mengakhiri krisis politik, Senin.
“Kita tidak bisa marah pada penolakannya terhadap permintaan itu, yang membuktikan 'kesediaannya untuk mendengarkan' menjadi kebohongan politik yang paling buruk,” kata mereka.
"Kesombongan Lam yang diungkapkan oleh tanggapan publiknya sejak 9 Juni hanya menuangkan bahan bakar ke api, dan menyebabkan krisis hari ini. Lam adalah pelakunya. ”

Setelah pada demonstran meerobos masuk gedung parlemen, Senin sore, menjelang tengah malam, ratusan massa menguasai gedung tersebut.
Dilansir TribunBatam.id dari South China Morning Post, selain menguasai Legco, gedung itu mengalami kerusakan yang cukup parah.
Awalnya para pendemo sempat menahan diri tidak masuk ke dalam gedung, namun entah siapa yang mengomandoi, sejumlah pendemo kemudian mulai melakukan aksi berlebihan.
Dinding-dinding gedung penuh dengan aksi vandalisme menggunakan cat semprot.

Berbagai dokumen bertebaran, bahkan mereka memasuki ruang sidang utama dan mengobra-abrik ruangan tersebut.
Menjelang tengah malam, polisi mengeluarkan peringatan para demonstran bahwa mereka akan segera bertindak untuk membubarkan pengunjuk rasa radikal jika tidak keluar dari Dewan Legislatif Hong Kong tersebut.
Setelah berjam-jam mengepung bangunan itu, menghancurkan pintu kaca dan melepas jeruji logam, para pengunjuk rasa menyerbu masuk ke gedung dengan menyemprotkan grafiti di kamar itu dan merusak potret presiden Legco sebelumnya.
Tindakan para pendemo kali ini sangat kontras dengan demonstrasi damai yang mulai digelar sejak 1 Juli lalu hingga peringatan 22 tahun penyerahan Hong Kong ke China oleh Inggris.
Sebanyak 550.000 pendemo hanya menyuarakan protes mereka kepada pemerintah yang mengajukan RUU ekstradisi.
Aksi demonstrasi mulai bertambah banyak karena pemerintah eksekutif Hong Kong mengabaikan permintaan tersebut.
Selanjutnya, beberapa kali terjadi aksi dengan jumlah lebih besar, bahkan mencapai 2 juta orang pada 16 Juni lalu.
Sayangnya, aksi demo berubah menjadi brutal sejak pekan lalu, ketika pendemo mengepung markas kepolisian dan kemudian memblokade gedung pelayanan publik tiga hari kemudian.
Puncaknya adalah Senin hari ini, melakukan tindakan yang jauh dari damai.
Para pendemo melemparkan zat kimia beracun kepada polisi sehingga 13 aparat harus dilarikan ke rumah sakit.
Departemen Pemadam Kebakaran, Senin malam mengidentifikasi bahwa bubuk yang dilemparkan ke polisi adalah phenylenediamine.
“Itu adalah zat beracun. Ini dapat menyebabkan mata gatal, kemerahan dan kesulitan bernafas. Jika terhirup dalam jumlah besar, itu dapat menyebabkan luka bakar parah pada kulit dan saluran pernapasan,” bunyi pernyataannya.
Hasil penelusuran TribunBatam.id, phenylenediamine atau PPD adalah zat berbahaya yang sering ditemukan pada zat pewarna sepatu, tekstilm bahkan terakhir juga ditemukan pada zat pewarna rambut yang merusak kesehatan.
Untuk mencegah polisi bergerak, para pengunjuk rasa berkumpul di depan barikade di Jalan Lung Wo.
Bahan-bahan barikade dari bahan logam, payung dan larutan garam sedang dilarikan ke garis depan.
Hingga tengah malam ini, para pendemo masih menguasai gedung parlemen.
Berbicara di ruang Legco, seorang pengunjuk rasa mengatakan mereka perlu menduduki legislatif karena pemerintah telah mengabaikan semua tuntutan mereka.
Mereka menyerukan pejabat untuk menarik penuh RUU ekstradisi yang memicu aksi.
Sementara itu, ribuan pengunjuk rasa lainnya yang lebih "moderat" terpaksa memilih untuk tetap bertahan demi melindungi mereka yang ada di dalam Legco
Wong, 22, seorang mahasiswa, telah memutuskan untuk tetap tinggal di sekitar gedung, kecuali jika hidupnya terancam.
"Jika kita pergi, itu akan lebih berbahaya bagi orang-orang di dalam. Aku netral mengenai keputusan untuk menyerbu Legco, tetapi jika orang memilih untuk masuk, kita harus berdiri di sini dan melindungi mereka," katanya.

Dewan Legislatif mengumumkan penangguhan semua layanan publiknya sampai pemberitahuan lebih lanjut setelah kekacauan malam ini.