KILAS SEJARAH

Sosok Soeharto Saat Masih Kecil, Hidup Penuh Lika-liku dan Mengalami 'Penculikan', Ini Kisahnya

Kisah masa kecil Soeharto memang penuh dengan liku-liku, bahkan ia pernah 'diculik' oleh

Tribun Timur (Repro)
Soeharto dan istrinya, Tien Soeharto 

TRIBUNBATAM.id -  Setiap orang memiliki masa kecil dan masa kecil selalu indah.

Begitu juga dengan Presiden Soeharto, juga memiliki masa kecil.

Kisah masa kecil Soeharto memang penuh dengan liku-liku, bahkan ia pernah 'diculik' oleh ayahnya sendiri.

Seperti dikutip dari buku 'Soeharto: The Life And Legacy Of Indonesia's Second President' karya Retnowati Abdulgani-Knapp, masa kecil Soeharto juga sering berganti-ganti pengasuh.

Soeharto lahir dari pasangan Sukirah dan Kertoredjo (kemudian berganti nama jadi Kertosudiro)

Meski Kertosudiro bekerja sebagai petugas irigasi desa atau ulu-ulu, tapi kehidupan rumah tangganya dengan Sukirah terbilang kurang harmonis.

video-Semifinal Copa America 2019, Brazil vs Argentina Rabu Pagi, Messi atau Coutinho ke Final?

Peluang Yusril Calon Menteri Kabinet Jokowi, Bisa Hattrick Menkum HAM sejak Era Gus Dur

 

Sukirah sering bersembunyi dari satu kamar ke kamar lain sambil melakukan puasa selama berhari-hari

Dalam kondisi sangat drop, Sukirah melahirkan anak pertamanya yang diberi nama Soeharto (Soe = lebih baik, Harto = harta) pada 8 Juni 1921.

Soekarno dan Soeharto
Soekarno dan Soeharto (NET)

Khawatir dengan kesehatannya yang semakin hari makin buruk, Soeharto yang baru berumur 40 hari diserahkan pada Mbah Kromodiryo, bidan yang membantunya melahirkan

Mbah Kromodiryo juga masih memiliki hubungan kerabat dengan Sukirah. Sementara Soeharto diurus Mbah Kromodiryo, Sukirah mengurus perceraiannya dengan Kertosudiro.

Dan, seperti kasus perceraian umumnya, perebutan hak asuh juga terjadi. Sesuai ketentuan hukum, hak asuh Soeharto jatuh ke tangan Sukirah.

Namun, dengan berbagai pertimbangan akhirnya Sukirah sendiri justru kemudian menyerahkan hak asuh Soeharto kepada Kertosudiro.

Hanya aja, meski hak asuh sudah berpindah tangan, Soeharto tetap ikut Mbah Kromodiryo. Setelah bercerai, tidak lama kemudian Kertosudiro menikah kembali dan memiliki empat orang anak.

Soeharto saat pecahnya G30S PKI
Soeharto saat pecahnya G30S PKI (Ist)

Sedangkan Sukirah juga menikah lagi dengan laki-laki bernama Atmoprawiro, lalu punya tujuh orang anak yang salah satunya bernama Probosutedjo.

Atmoprawiro pun menyayangi Soeharto layaknya anak kandung. Maka dari itu, dia meminta Sukirah untuk mengambil Soeharto dari Mbah Kromodiryo.

Singkat cerita, usaha Sukirah dan Atmoprawiro berhasil. Umur empat tahun, Soeharto kembali ke pelukan Sukirah.

Tapi, kebahagiaan yang dirasakan Soeharto dekat dengan ibunya tidak berlangsung lama.

Umur delapan tahun, Kertosudiro "menculik" Soeharto. Dia menyerahkan Soeharto pada adik perempuannya yang tinggal di Wuryantoro.

Kertosudiro menganggap Soeharto akan terawat lebih baik jika tinggal di sana.

Soeharto dan Siti Hartinah
Soeharto dan Siti Hartinah (Foto Bombastis/Yoyok Prima Maulana)

Setahun berlalu, Soeharto yang sedang libur sekolah dibawa pulang oleh Atmoprawiro. Hingga liburan berakhir, Sukirah dan Atmoprawiro ternyata tetap tidak mau melepaskan Soeharto.

Terdorong rasa sayang yang besar, Ibu Prawirowihardjo menjemput dan memohon agar Soeharto diperbolehkan kembali ke rumahnya.

Ibu Prawirowihardjo cemas akan pendidikan Soeharto jika tidak diperbolehkan kembali ke rumahnya

Melihat kesungguhan ibu Prawirowihardjo dalam berniat mengurus dan mendidik Soeharto seperti anaknya sendiri, Sukirah dan Atmoprawiro pun rela memberikan Soeharto.

Sejak saat itulah Soeharto baru punya "keluarga tetap". Dia tinggal dengan tenang dan nyaman di rumah bibinya tersebut, sampai usai masa remaja dan mulai bekerja.

Setelah melalui perjuangan panjang, Soeharto pun meraih pangkat hingga Jenderal Besar lima.

Dilansir dari Nakita, karir militer Soeharto berawal saat menjadi prajurit KNIL (1942) atau tentara kerajaan Hindia Belanda.

Saat Jepang menduduki Indonesia dan Belanda menyatakan menyerah, Soeharto bergabung dalam prajurit PETA (Pembela Tanah Air).

Begitu Jepang kehilangan kekuasaan dan Indonesia memasuki masa transisi revolusi untuk mempertahankan kemerdekaan, Soeharto yang sudah memiliki keterampilan bertempur langsung bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

Sebagai anggota TKR yang kemudian menjabat Batalyon X, Soeharto terlibat dalam berbagai pertempuran sengit melawan pasukan Sekutu dan Belanda.

Pasukan Sekutu yang datang ke Indonesia pasca proklamasi 1945 itu bertugas melucuti tentara Jepang sekaligus mengambil alih kekuasaan RI ke tangan kolonial Belanda.

Soeharto saat itu berpangkat Letkol, pernah terlibat dalam beberapa pertempuran besar di kawasan Banyubiru, Ambarawa (Palagan Ambarawa), dan serbuan dadakan ke kota Yogyakarta yang kemudian dikenal dengan Serangan Umum 1 Maret 1949 atau Enam Jam Di Yogya.

Pascakemerdekaan, Soeharto tetap memiliki peran yang penting dalam lingkup militer (TNI).

Soeharto kemudian mengemban amanah sebagai Paglima Mandala untuk membebaskan Irian Barat dan sekaligus penumpasan Gerakan 30 September (Gestapu), pada dekade yang sama, Soeharto juga menjabat sebagai Pangkostrad.

Irian Barat kembali ke pangkuan RI pada 1 Mei 1963 dan Gestapu berhasil diredam pada Oktober 1965.

Maret 1967, Soeharto dikukuhkan sebagai presiden ke-2 RI menggantikan Soekarno yang dituntut mundur oleh mahasiswa dan masyarakat pada Juli 1966.

Soeharto kemudian menjadi presiden RI dengan berbagai gejolak politik dan ekonomi yang turut mewarnai hingga 21 Mei 1998.

Sebagai seorang militer yang telah kenyang berbagai pertempuran besar, Soeharto pernah dianugerahi kehormatan tertinggi sebagai Jenderal Besar TNI.

Ia wafat pada 27 Januari 2008 dan dimakamkan dengan upacara kebesaran militer di Astana Giri Bangun, Solo, Jawa Tengah.

Karir Soeharto yang menjadi semacam batu loncatannya untuk menduduki Presiden RI adalah saat menjabat sebagai Pangkostrad pada 6 Maret 1961.

Awalnya, KSAD Jendral TNI Abdul Haris Nasution menginstruksikan untuk membentuk kekuatan cadangan strategis yang besifat mobil di akhir tahun 1960, yang kemudian dikenal sebagai Korps Ke-1 Cadangan Umum Angkatan Darat (Korra 1/Caduad), panglima pertama yang menjadi komandannya adalah Brigjen TNI Soeharto.

Hingga Caduad berubah nama menjadi Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad), Soeharto yang tetap menjabat sebagai panglimanya (Pangkostrad).

Pada saat yang bersamaan, Soeharto juga menjabat sebagai Panglima Mandala pembebasan Irian Barat berpangkat Mayor Jenderal.

Dua jabatan sebagai panglima yang membawahi puluhan ribu pasukan ini membuat karir Soeharto berkembang secara drastis hingga menjadi presiden ke-2 RI.(*)

Artikel ini telah tayang di Tribunjambi.com dengan judul Masa Kecil Pak Harto yang Buram, Anak Tukang Judi yang Hidupnya Berpindah-pindah


Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved