KILAS SEJARAH

Kisah Pertempuran Sengit TNI AD di Timor Timur, 21 Personel Gugur, Musuhnya Tak Hanya Manusia

Dalam pertempuran itu, dari 30 orang prajurit TNI AD yang berangkat, hanya sembilan orang yang kembali

Repro buku 328 Para Battalion, The Untold Stories of Indonesian Legendary Paratroopers, Setia-Perkasa-Rendah Hati
Pertempuran Tak Seimbang TNI AD di Timor Timur, 21 Personel Gugur, Musuhnya Tak Hanya Manusia 

TRIBUNBATAM.id - Tugas tentara cukup berat di lapangan.

Misalnya, TNI AD pernah menjalani tugas dalam sebuah pertempuran yang tidak seimbang di Timor Timur.

Dalam pertempuran itu, dari 30 orang prajurit TNI AD yang berangkat, hanya sembilan orang yang kembali.

Dalam buku itu disebutkan, tentang aksi heroik seorang prajurti TNI AD bernama Sersan Mayor Didin Somantri.

BMKG Beri Penjelasan Terbaru Soal Potensi Gempa 8,8 SR Disertai Tsunami 20 Meter di Selatan Jawa

Ryuji Utomo Bawa Persija Jakarta Menang atas PSM Makasar di Final Pertama Piala Indonesia

Hasil Liga 1 - Menang Tipis, Persib Bandung Tekuk PSIS Semarang, Skor 1-0

Ayah Rey Utami Ungkap Penyesalannya Menikahkan Putrinya dengan Pablo Benua

Didin Somantri disebut sebagai sosok heroik di Mapenduma.

Berbagai pertempuran telah dia jalani.

Satu di antaranya adalah operasi di Timor Timur pada tahun 1978 lalu, tepatnya saat perebutan Matabean.

Didin Somantri yang merupakan ahli navigasi darat mengungkapkan, Batalyon 328 saat itu mendapatkan tugas merebut sasaran Matabean.

Menurutnya, saat itu selain medan tempur Matabean yang sangat berat, masyarakat setempat menurut Didin juga memiliki posisi yang menguntungkan.

Sebab, dengan kekuatan empat kabupaten, yaitu Bacau, Pile, Langen, dan Los Palos, mereka memiliki posisi yang lebih memungkinkan untuk melemparkan batu dari ketinggian tebing.

"Jadi pertempuran tak seimbang," tulis buku tersebut.

Didin Somantri saat itu mendapatkan tugas sebagai penembak senapan kompi C Peleton 2.

Akibat pertempuran yang tak seimbang itu, sejumlah personel prajurit TNI AD pun gugur.

"Danton Didi Haryadi gugur. Dari 30 prajurit, yang bisa kembali hanya 9 prajurit," tulis dalam buku tersebut.

Sehingga, bisa jadi yang gugur dalam pertempuran itu mencapai 21 orang.

Dalam buku itu disebutkan, sasaran 7 merupakan sasaran yang paling berat.

Didin Somantri ingat betul, saat itu dirinya diminta mengawal Edi Sudrajat, yang saat itu pasukannya juga masuk ke lereng Gunung Tiba Silo.

Di sana banyak mata-mata orang sipil, bahkan perempuan yang membawa granat.

Maka sebagai pengawal, Didin Somantri yang juga jago bela diri ini tetap siaga.

Oleh karena itu, menurut Didin Somantri, untuk memenangkan pertempuran di tempat itu membutuhkan taktik yang jitu.

Alasannya, musuh saat itu tidak hanya manusia, melainkan juga alam dan penyakit.

Momen Soeharto Ditanya Soal Pelepasan Timor Timur, Bahasa Tubuhnya Bikin Heboh dan Dipahami Salah

Pada masa pemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto, Timor Timur atau Timor Leste pernah menjadi bagian dari Indonesia.

Saat itu Timor Timur menjadi provinsi termuda di Indonesia, yaitu provinsi ke-27.

Meski demikian, bergabungnya Timor Timur ke Indonesia hanya berlangsung selama sekitar 2 dekade.

Sebab, pada tahun 1999 Timor Timur lepas dari Indonesia, dan berganti nama menjadi Timor Leste.

Terkait Timor Timur, ada sebuah kisah di baliknya yang juga menyangkut Soeharto.

Kisah itu seperti yang disampaikan oleh Widodo Sutiyo dalam buku "Pak Harto The Untold Stories", terbitan Gramedia tahun 2012.

Widodo merupakan seorang juru bahasa pada masa Orde Baru.

Dia mengaku begitu hafal bahasa tubuh Soeharto.

Menurutnya, ada sebuah kisah menarik terkait hal itu.

Bahkan, Widodo menyebutnya hal itu kemudian menjadi sebuah kehebohan.

"Suatu kali terjadi kehebohan seusai Pak Harto mengadakan pembicaraan empat mata di Manado dengan Presiden Marcos dari Filipina," kenang Widodo.

Kala itu, para pejabat Indonesia mendengar berita dari pihak Filipina, bahwa Indonesia hendak "melepaskan" Timor Timur.

Itu tersebut saat itu memang sedang menjadi isu politik terhangat.

"Tentu saja pihak Indonesia terkejut. Namun Pak Harto belum sempat mengadakan briefing dengan para pejabat RI, sebagaimana selalu dilakukan setiap selesai pembicaraan antara dua kepala negara," tulis Widodo.

Widodo melanjutkan, saat itu hanya dirinya yang bertugas sebagai penerjemah.

"Tetapi para pejabat tinggi itu pun tahu bahwa mereka tidak akan bisa memperoleh berita apa pun dari saya," ungkap Widodo.

Meski demikian, Mensesneg dan Menteri Luar Negeri saat itu akhirnya bertanya juga kepada dirinya.

Mereka menanyakan kepada Widodo, apakah Soeharto memang ingin melepaskan Timor Timur?

Mendapatkan pertanyaan itu, Widodo pun menjawabnya.

"Seingat saya, Pak Harto tidak pernah mengatakan seperti itu, apalagi masalah Timtim itu soal prinsip," jawab Widodo.

Namun, pihak Filipina menganggap Soeharto sudah siap melepaskan Timor Timur.

Setelah ditelusuri, ternyata ada semacam kesalahpahaman.

"Rupanya yang terjadi adalah ketika soal Timtim itu disinggung, sambil mendengarkan Presiden Marcos berbicara, Pak Harto mengangguk-anggukkan kepala yang disalahartikan sebagai semacam tanda setuju.

Mungkin kesan itulah yang ditangkap Presiden Marcos dan disampaikan kepada para stafnya sehingga menimbulkan salah tafsir tadi," tandas Widodo. (***)

Artikel ini telah tayang di Tribunjatim.com dengan judul Pertempuran Tak Seimbang TNI AD di Timor Timur, 21 Personel Gugur, Musuhnya Tak Hanya Manusia

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved