KISAH Benny Moerdani Marah ke Luhut Hingga tak Berani Bertanya: 'Saya Bintang 4, Kamu Letkol'
Saking loyalnya menjaga presiden, Benny Moerdani bahkan mengancam Luhut jika tidak bisa mengamankan presiden
Beberapa lama saya pandang pusaranya yang sederhana, sesederhana ribuan pusara lain di TMP Kalibata yang seolah mengisyaratkan bahwa bila wafat, hanya gundukan tanah seluas 1 x 2 meter itulah yang tersisa.
Betapa pun kayanya seseorang, betapa berkuasanya sewaktu masih sehidup; hanya tanah itu yang menandakan bahwa ada sesosok manusia yang pernah hidup di dunia."
Luhut mengaku mengenal sosok Benny Moerdani saat masih berpangkat Mayor.
Menurut Luhut, sebagai atasannya berpangkat jenderal, Benny Moerdani tak segan-segan menelepon dirinya menanyakan mengenai pendidikan yang sedang dijalaninya.
Ya pada waktu itu Luhut bersama Prabowo Subianto diutus menjalani pendidikan mengenai pasukan anti teror di Jerman Barat.
"Almarhum Pak Benny saya kagumi sejak saya masih perwira menengah TNI-AD. Saya mulai kenal beliau sejak saya berpangkat Mayor, sebelum saya bersama Kapten Inf. Prabowo Subianto dikirim untuk belajar mengenai pasukan anti-teror di GSG-9 di Jerman Barat. Meski waktu itu Pak Benny berpangkat Letjen dan menjabat Asintel Hankam/ABRI, dari waktu ke waktu ia selalu minta saya berikan laporan kemajuan sekolah kami. Ia tidak malu menelepon saya dan mengajukan pertanyaan yang mendetail."
Pulang dari pendidikan, Luhut dipercaya memimpin pasukan anti teror pertama di Indonesia, Detasemen 81 (Den-81).
Sejak itu, Benny Moerdani sering memanggil Luhut ke kantornya. Banyak hal yang mereka bicarakan mengenai kemiliteran.
Saking intens nya berinteraksi dengan Benny Moerdani, Luhut makin mengenal sosok jenderal tersebut.
"Setelah pulang dan saya mulai memimpin pasukan anti-teror pertama di Indonesia yaitu Datasemen 81 (Den-81), saya sering dipanggil menghadap Pak Benny di kantornya di Jalan Sahardjo (sekarang lokasinya menjadi Balai Prajurit TNI), entah menanyakan pelatihan pasukan yang baru itu, atau lain-lain.
Dari situ saya mendapat kesan khusus mengenai betapa ia memiliki karakter yang sangat kuat. Auranya memancarkan wibawa ditambah dengan wajahnya yang keras dan jarang tersenyum. Saya kagum bahwa loyalitas kepada pimpinan negara dan NKRI tidak perlu dipertanyakan lagi. Setiap kata atau tindakannya mencerminkan, menurut istilah masa kini, kesetiaan yang tegak lurus ke atas."
Luhut menceritakan mengenai loyalitas Benny Moerdani terhadap pimpinannya saat itu Presiden Soeharto.
Saking loyalnya menjaga presiden, Benny Moerdani bahkan mengancam Luhut jika tidak bisa mengamankan presiden.
"Suatu hari sebelum saya mendapat penugasan memimpin operasi khusus mengamanan Presiden Soeharto dalam KTT ASEAN di kota Manila, Filipina, Pak Benny yang sudah jadi Panglima ABRI mengatakan dengan dingin, "Luhut, sejak dua atau tiga tahun lalu, sudah banyak yang antri untuk menggantikan saya, tetapi orang ini (sambil menunjuk foto Pak Harto di dinding) kalau terjadi sesuatu pada dirinya.Republik itu menjadi kacau.!" Ujarnya dengan tegas kemudian, "Jadi Luhut, taruhan keselamatan Pak Harto adalah lehermu..!" Sebagai perwira saya cuma menjawab, "Siap! Laksanakan!"
Kedekatan Luhut dengan Benny Moerdani ternyata membuat Luhut risih.
Karena tak enak dengan rekan-rekan lain akibat sering dipanggil Benny Moerdani ke kantornya, Luhut pun memberanikan diri bertanya ke atasannya itu.
Alhasil, Benny Moerdani marah hingga membuat Luhut tak lagi berani bertanya.
Akibat sering dipanggil ke kantornya, lama-kelamaan saya jadi risih. Kebanggaan dipanggil oleh Panglima ABRI mengecil, karena pasti banyak yang tahu, dan banyak pula senior saya yang tidak senang, mungkin juga jadi iri, seorang perwira menengah dipanggil oleh jenderal bintang empat berjam-jam. Suatu hari ketika mood Pak Benny sedang bagus, saya beranikan diri bertanya, "Pak, mohon izin, lain kali kalau memanggil saya bisa kah melalui atasan saya?"" Saya curi pandang wajahnya, dan mukanya lalu mengeras. Kedua tangannya mulai menyapu-nyapu mejanya, dan saya menyesal koq berani-berani membuat beliau marah.
Tapi nasi sudah jadi bubur, saya pasrah. "Luhut!"katanya dengan nada dalam. "Saya jenderal bintang empat.!"sambil menunjukkan tanda pangkatnya di bahu "..dan kamu Letkol.!"Itu saja, dan saya sudah mengerti maksudnya. "Siap!" jawab saya. Sejak itu saya tidak pernah berani menanyakan lagi soal itu."
Ternyata kedekatan Luhut dengan Benny Moerdani berdampak pada karier Luhut di TNI.