Polisi Tembak Polisi, Ahli Psikologi Forensik Pertanyakan 7 Kali Tembakan Beruntun
penting untuk mengetahui apa isi pembicaraan Bripka Rahmat Effendy sebagai korban dan Brigadir Rangga Tianto selaku pelaku.
Zulkarnain mengatakan, Bripka Rangga Tianto akan menjalani proses disiplin terkait penggunaan senjata api di luar dinas atau indisipliner dan etika profesi menghilangkan nyawa orang.
"Itu tidak beretika, polisi diatur perundangan secara hukum," tambahnya.
Untuk pidana umum, Zulkarnain mengatakan menghilangkan nyawa orang lain pelaku bisa terancam hukuman seumur hidup.
"Bisa seumur hidup atau hukuman mati itu Pasal 338 KUHP, dan bila direncanakan Pasal 340 KUHP. Etika profesi diberhentikan tidak hormat atau dipecat," katanya.
Sang Ayah Tak Menyangka
Keluarga besar harus merelakan kepergian almarhum Bripka Rahmat Effendy.
Arsyad Muhammad Zailani (70) terpukul dan tak menyangka putranya itu menjadi korban pembunuhan.
"Merasa terpukul sekali, karena dia sehat. Sehari-hari biasa tapi dengan tiba-tiba kehilangan, seolah merasa kehilangan. Benar-benar kehilangan, terpukul lah," kata Arsyad di Tapos, Kota Depok, Jumat (26/7/2019).
Dia menyesalkan tindakan Brigadir Rangga.
Menurut dia seorang aparat tak seharusnya berbuat hal semacam itu karena lebih mengerti hukum dibanding warga sipil.
"Tahu hukum tapi keterlaluan. Padahal seorang polisi kan tahu hukum juga, kenapa berani berbuat seperti itu. Karena emosinya itu," ujar Arsyad.
Perihal kronologis, Arsyad mengatakan Rahmat mengamankan seorang remaja yang terlibat tawuran dengan barang bukti celurit ke SPK Polsek Cimanggis.
Namun Rangga justru meminta kasus yang dilaporkan Rahmat sebagai anggota Pokdar Kamtibmas tak diteruskan lalu menembak Rahmat hingga tewas seketika.
"Anak saya kan termasuk Pokdar, untuk membela masyarakat. Banyak juga anak buahnya, ada 20 orang," tuturnya.
Ucapan Terakhir Bripka Rahmat Kepada Kerabat