SOSOK Pencipta Indonesia Raya yang Dinyanyikan Saat 17 Agustus, Masa Kecilnya Alami Kekerasan Ayah

Berikut kisah kehidupan pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya, yang mungkin tak banyak diketahui orang.

wikipedia
Soekarno membacakan teks proklamasi kemerdekaan RI 

TRIBUNBATAM.id - Setiap HUT kemerdekaan 17 Agustus lagu Indonesia Raya selalu dikumandangkan.

Kemeriahan kemerdekaan sudah terlihat dari banyaknya umbul-umbul merah putih yang dipasang dimana-mana.

Apalagi bendera merah putih, sudah ada yang berdiri kokoh di halaman rumahnya.

Lalu siapa sosok dibalik lagu Indonesia Raya yang mengiringi sang saka merah putih menuju puncak tiang bendera saat 17 Agustus?

Seperti diketahui, WR Soepratman adalah pencipta lagu kebangsaaan Indonesia Raya.

Lagu tersebut dikumandangkan pertama kali saat Kongres Pemuda II digelar, tepatnya pada 28 Oktober 1928 malam.

Saat ini, nama WR Soepratman begitu dihormati karena perannya yang besar bagi Indonesia.

Namun siapa sangka, perjalanan hidupnya tidak mudah dan bahkan dijadikan tahanan Belanda di akhir hayatnya.

Soal tanggal lahir WR Soepratman menjadi perdebatan beberapa kalangan.

Ada yang menyebutnya lahir di Dukuh Trembelang, Desa Somongari, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, pada tanggal 19 Maret 1903.

Namun ada pula yang meyakini, ia dilahirkan pada 9 Mare7 1903.

Berikut cerita kehidupan WR Soepratman, yang mungkin tak banyak diketahui orang.

1. Masa Kecil

Saat kecil, kehidupan Soepratman tidak terlalu bahagia.

TribunJogja.com mengutip dari Antara, saat kecil sang maestro ini mengalami tindak kekerasan oleh ayahnya, yang merupakan seorang tentara KNIL.

Lalu pada 1912, ibunda tercinta meninggal dunia.

Ia kemudian diajak kakaknya, Roekijem, yang bersuamikan orang Belanda, untuk merantau ke Makassar.

Oleh kakak iparnya, ia diajari tentang musik, sehingga piawai dalam membuat lagu dan memainkan alat musik.

Dilansir dari Wikipedia Wage Rudolf Soepratman adalah anak ketujuh dari sembilan bersaudara.

Ayahnya bernama Djoemeno Senen Sastrosoehardjo, seorang tentara KNIL Belanda, dan ibunya bernama Siti Senen.

Kakak sulungnya bernama Roekijem.

Pada tahun 1914, Soepratman ikut Roekijem ke Makassar.

Di sana ia disekolahkan dan dibiayai oleh suami Roekijem yang bernama Willem van Eldik.

Soepratman lalu belajar bahasa Belanda di sekolah malam selama tiga tahun, lalu melanjutkan ke Normaalschool di Makassar hingga selesai.

Ketika berumur 20 tahun, ia menjadi guru di Sekolah Angka 2.

Dua tahun selanjutnya ia mendapat ijazah Klein Ambtenaar.

Beberapa waktu lamanya ia bekerja pada sebuah perusahaan dagang.

Dari Makassar, ia pindah ke Bandung dan bekerja sebagai wartawan di harian Kaoem Moeda dan Kaoem Kita.

Pekerjaan itu tetap dilakukannya walaupun ia telah pindah ke Jakarta.

Dalam masa tersebut, ia mulai tertarik pada pergerakan nasional dan banyak bergaul dengan tokoh-tokoh pergerakan.

Rasa tidak senang terhadap penjajahan Belanda mulai tumbuh dan akhirnya dituangkan dalam buku Perawan Desa.

Buku itu disita dan dilarang beredar oleh pemerintah Belanda.

Soepratman dipindahkan ke kota Sengkang.

Di situ tidak lama lalu minta berhenti dan pulang ke Makassar lagi.

Roekijem sendiri sangat gemar akan sandiwara dan musik.

Banyak karangannya yang dipertunjukkan di mes militer.

Selain itu Roekijem juga senang bermain biola, kegemarannya ini yang membuat Soepratman juga senang main musik dan membaca-baca buku musik.

2. Menggubah Lagu

Saat dewasa, ia bekerja menjadi wartawan di harian Sin Po.

Soepratman tertarik untuk menciptakan lagu Indonesia Raya, setelah membaca tulisan dari sebuah majalah, yang menantang para ahli musik untuk membuat lagu kebangsaan.

Ia kemudian mulai menggubah lagu dan lagu Indonesia Raya lahir pada tahun 1924 di Bandung, saat ia masih berusia 24 tahun.

Sewaktu tinggal di Makassar, Soepratman memperoleh pelajaran musik dari kakak iparnya yaitu Willem van Eldik, sehingga pandai bermain biola dan kemudian bisa menggubah lagu.

Ketika tinggal di Jakarta, pada suatu kali ia membaca sebuah karangan dalam majalah Timbul.

Penulis karangan itu menantang ahli-ahli musik Indonesia untuk menciptakan lagu kebangsaan.

Soepratman tertantang, lalu mulai menggubah lagu. P

ada tahun 1924 lahirlah lagu Indonesia Raya. Pada waktu itu ia berada di Bandung dan berusia 21 tahun.

Pada bulan Oktober 1928 di Jakarta dilangsungkan Kongres Pemuda II.

Kongres itu melahirkan Sumpah Pemuda.

Pada malam penutupan kongres, tanggal 28 Oktober 1928, Soepratman memperdengarkan lagu ciptaannya secara instrumental di depan peserta umum (secara intrumental dengan biola atas saran Soegondo berkaitan dengan kondisi dan situasi pada waktu itu, lihat Sugondo Djojopuspito).

Pada saat itulah untuk pertama kalinya lagu Indonesia Raya dikumandangkan di depan umum.

Semua yang hadir terpukau mendengarnya. Dengan cepat lagu itu terkenal di kalangan pergerakan nasional.

Apabila partai-partai politik mengadakan kongres, maka lagu Indonesia Raya selalu dinyanyikan.

Lagu itu merupakan perwujudan rasa persatuan dan kehendak untuk merdeka.

Sesudah Indonesia merdeka, lagu Indonesia Raya dijadikan lagu kebangsaan, lambang persatuan bangsa. T

etapi, pencipta lagu itu, Wage Roedolf Soepratman, tidak sempat menikmati hidup dalam suasana kemerdekaan.

Akibat menciptakan lagu Indonesia Raya, ia selalu diburu oleh polisi Hindia Belanda, sampai jatuh sakit di Surabaya.

Karena lagu ciptaannya yang terakhir "Matahari Terbit" pada awal Agustus 1938, ia ditangkap ketika menyiarkan lagu tersebut bersama pandu-pandu di NIROM Jalan Embong Malang, Surabaya dan ditahan di penjara Kalisosok, Surabaya.

Ia meninggal pada tanggal 17 Agustus 1938 karena sakit.

3. Diperdengarkan Pertama Kali

Lagu Indonesia Raya diperdengarkan pertama kali di Kongres Pemuda II, tanggal 28 Oktober 1928 malam.

Di sela-sela kongres, Soepratman meminta saran pada Soegondo Djojopoespito selaku pemimpin kongres, agar lagu gubahannya diperdengarkan saat itu.

Permintaannya disetujui, sehingga lagu Indonesia Raya diperdengarkan untuk pertama kali.

Namun saat diperdengarkan pertama kali, lirik lagu tersebut tidak dibacakan, karena kongres dijaga oleh intel Belanda, sehingga hanya berupa gesekan biola saja.

Peserta kongres terpukau mendengar lagu tersebut, sehingga di kemudian hari, Indonesia Raya terus dikumandangkan di berbagai acara resmi.

4. Dikejar-kejar Belanda

Akibat menciptakan lagu Indonesia Raya, Soepratman selalu dikejar-kejar polisi Belanda untuk ditangkap.

Hingga akhirnya ia ditangkap Belanda pada awal Agustus 1938, saat ia menyiarkan lagu tersebut bersama pandu-pandu di suatu tempat di Malang.

Ia sempat dipenjara di Kalisosok, Surabaya, tetapi akhirnya dijadikan tahanan rumah.

5. Tak Pernah Tahu Lagu Gubahannya Menjadi Lagu Kebangsaan

Saat ini, lagu Indonesia Raya selalu dinyanyikan di setiap upacara dan berbagai acara resmi lainnya.

Namun siapa sangka, Soepratman tak pernah tahu jika lagu ciptaannya menjadi lagu kebangsaan.

Ia meninggal pada 17 Agustus 1938, tujuh tahun sebelum Indonesia merdeka, karena sakit.

Fisikinya semakin lemah, karena dijadikan tahanan rumah oleh Belanda.

Soepratman meninggal pada usia 35 tahun dan belum menikah ataupun mengangkat anak.

6. Alasan Diberi Nama Rudolf

WR Soepratman adalah keturunan Indonesia asli, hanya kakaknya saja yang menikah dengan orang Belanda.

Namun, pada namanya disisipkan kata Rudolf.

Nama tersebut rupanya diberikan oleh kakak iparnya, WM van Eldik, supaya Soepratman bisa bersekolah di Europese Lagere School (ELS), yang hanya menerima orang Eropa dan Belanda. (***)

Artikel ini telah tayang di Tribunjambi.com dengan judul Siapa Dibalik Lagu Indonesia Raya Dinyanyikan Saat 17 Agustus, Masa Kecilnya Alami Kekerasan Ayah

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved